Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Hoaks, Mustofa Nahra, dan Sisi Lemah Jokowi

28 Mei 2019   08:40 Diperbarui: 28 Mei 2019   09:58 3968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mustofa Nahrawardaya (foto: kumparan).

Pertanyaannya, apakah pemerintah dan aparat telah mendayagunakan kemampauan serta wewenangnya secara maksimal untuk memberantas hoaks? Sejauh mana penegak hukum memiliki kepekaan dalam memandang hoaks sebagai ancaman mengerikan?

Beberapa hari lalu seorang dosen di Sumatera Utara yang diadili dalam kasus hoaks ternyata lolos dari tuntutan penjara dan hanya dikenakan hukuman percobaan. Ini jelas sebuah kenyataan pahit. 

Ditangkapnya MN pun masih menyisakan tanda tanya soal ketegasan dan konsistensi aparat penegak hukum dalam menangangi hoaks ke depannya. Belum ada jaminan yang konsisten bahwa penangkapan produsen dan penyebar hoaks akan disertai keberlanjutan proses hukum dan pengadilan yang tegas. Kita masih punya sarana yang ideal untuk menilainya dengan melihat akhir dari pengadilan kasus hoaks Ratna Sarumpaet nanti.

Lemahnya sikap pemerintah juga berkontribusi terhadap menguatnya eksistensi hoaks. Jika mesin-mesin pelontar hoaks selama ini leluasa memuntahkan racun kebohongan dan lepas dari jangkauan hukum, itu tidak sepenuhnya karena mereka licin atau cerdik. Ada andil dari sikap ragu-ragu pemerintah yang terlalu baik hati dan lemah menghadapi hoaks.

Presiden Jokowi yang selama ini terus menerus menjadi sasaran serangan hoaks memiliki "ketabahan" yang luar biasa. Itu menunjukkan kepribadian pemimpin yang matang.

Sayangnya ketabahan itu juga memperlihatkan sisi kelemahan dalam menangani hoaks. Ada kecenderungan pemerintahan Jokowi memandang serangan hoaks yang ditujukan pada pemerintah adalah serangan kepada presiden sebagai pribadi. Motif serangan hoaks juga cenderung dinilai sebagai motif politik semata.

Tanpa disadari sikap melokalisir hoaks semacam itu telah mengurangi kepekaan dan kewaspadaan pada ancaman hoaks yang sesungguhnya. Pada saat bersamaan pemerintah jungkir balik menyampaikan kebenaran soal isu Presiden Jokowi adalah PKI dan sebagainya. 

Masyarakat, pemerintah, dan aparat tidak boleh bersikap santai dan terus membiarkan para pengabdi hoaks merajalela (dok. pri).
Masyarakat, pemerintah, dan aparat tidak boleh bersikap santai dan terus membiarkan para pengabdi hoaks merajalela (dok. pri).
Kerepotan yang dialami oleh pemerintah dalam menangkal sejumlah hoaks mestinya mampu memunculkan keinsyafan bahwa hal itu tak lepas dari pembiaran-pembiaran yang dilakukan selama ini. Pemerintah lemah menghadapi serangan hoaks. Bersamaan dengan itu pemerintah terkesan mengambil kompromi terlalu besar dengan kelompok-kelompok yang memaksakan hegemoni SARA. Padahal kita tahu, hoaks sering disertai dengan narasi kebencian, agitasi, dan propaganda yang berlatar SARA.

Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi perlu segera meninggalkan pendekatan lamanya dalam menangani hoaks. Harus disadari secara mendalam bahwa fenomena hoaks di Indonesia tidak lagi sebatas upaya untuk memanipulasi opini, membohongi masyarakat, dan menjatuhkan lawan politik, tapi juga mengarah ke upaya memecah belah persatuan bangsa dan negara.

Pada era sekarang hoaks digulirkan dengan motif politik, agama, dan materi sekaligus. Tidak ada perbedaan hoaks kecil dan hoaks besar. Tidak ada pula hoaks "receh" atau "enteng-entengan" sehingga semestinya tidak ada alasan untuk terus membiarkan para pelaku hoaks bebas membuat kerusakan.

Kita harus bisa membuka mata untuk menyaksikan bahwa hoaks di Indonesia saat ini telah berkembang ke taraf yang merusak mental dan moral masyarakat. Perilaku memproduksi dan menyebarkan hoaks dianggap "halal". Mulai banyak orang menganggap hoaks sebagai masalah kecil karena terbiasa dan dibiarkan.

Pembuktian Jokowi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun