Mohon tunggu...
Wa Ode Alyana Putri Amsya
Wa Ode Alyana Putri Amsya Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Menulis adalah salah satu hobi saya. Genre tulisan bisa berupa ekonomi, sejarah, pendidikan, dan resep masakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kompleks Inferioritas: Warisan Hegemoni Kolonial Barat

17 April 2024   09:59 Diperbarui: 17 April 2024   10:04 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Herman Williem Deandels, fr.wikipedia.org

Inferiority Complex atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kompleks Inferioritas, merupakan perasaan yang menimbulkan keyakinan bahwa seseorang memiliki kekurangan atau merasa inferior daripada orang lain. Menurut American Psychological Association, Inferioritas Kompleks adalah kondisi psikologis yang timbul dari perasaan tidak cukup atau insecure. 

Menurut Alfret Adler, perasaan inferior hadir disebabkan oleh pola asuh yang salah saat seseorang masih anak-anak, misalnya ketika orang tua sering membandingkan anaknya dengan anak-anak yang lain. Objek yang dijadikan perbandingan bisa berupa fisik, kecerdasan, status sosial, dan lain sebagainya. Perbandingan secara berulang itulah yang kemudian menumbuhkan rasa inferioritas dalam diri seorang anak lalu terbawa hingga anak tersebut beranjak dewasa.

Meski demikian,Alfret Adler juga mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki perasaan rendah diri, namun normalnya perasaan tersebut bukanlah penyakit, melainkan sesuatu yang merangsang pengidapnya untuk melakukan pembaharuan terhadap diri sendiri. 

Perasaan inferior atau rendah diri bersifat patogen apabila perasaan tersebut membebani seseorang, dalam arti bukan menjadi suatu perangsang menuju arah yang positif tetapi menjadi penyebab depresi bagi orang tersebut. Hal inilah yang perlu dihindari oleh setiap orang agar mereka senantiasa sadar bahwa semua manusia di dunia ini memiliki potensi namun dalam jenis yang berbeda. 

Misalnya, ada orang yang amat jago di bidang sastra namun di sisi lain kurang mumpuni di bidang musik begitu pula sebaliknya, tidak ada yang salah. Sebab jika mengacu pada teori kecerdasan majemuk, dalam teori tersebut diterangkan bahwa ada sembilan tipe kecerdasan yang berbeda-beda yang menjadikan setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda pula.

Inferioritas Kompleks tidak hanya menyerang satu individu saja melainkan sebuah mentalitas yang menjangkiti negara-negara bekas kolonialisasi Barat salah satunya Indonesia. Jika dilihat menggunakan kacamata kolonialisme, perasaan rendah diri erat kaitannya dengan peristiwa penjajahan. Pada masa penjajahan, terdapat hierarki masyarakat nusantara yang terdiri atas tiga kelompok etnik. 

Hierarki yang dimaksud yaitu yang pertama, ada kelas atas yang terdiri dari orang-orang Eropa, kedua,  kelas menengah yang meliputi orang-orang timur asing seperti Arab, Cina, dan India, kemudian yang ketiga atau kelas bawah terdiri atas orang-orang pribumi Indonesia. Kemudian dalam sisi peranannya, golongan pertama memiliki posisi yang diminan di pemerintahan, ekonomi, dan perdagangan. Kemudian golongan kedua berperan penting dalam sektor perdagangan dan bisnis. 

Sementara masyarakat kelas bawah, sangat rentan dan sering mengalami diskriminasi dan eksploitasi, hal ini juga diakibatkan oleh keterbatasan akses pendidikan dan pekerjaan karena fasilitas pendidikan pada saat itu benar-benar sangat dibatasi untuk mereka. Keberadaan hierarki ini, kemudian menghadirkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan pendidikan yang dampaknya masih terasa hingga sekarang. Akibatnya terjadilah kekurangan daya saing untuk memajukan bangsa Indonesia itu sendiri.

Miftakhuddin dalam buku yang berjudul Kolonialisme: Eksploitasi dan Pembangunan Menuju Hegemoni  memberikan gambaran mengenai istilah "Timur" yang digolongkan sebagai negara terjajah, sedangkan Barat diasosiasikan sebagai negara penjajah/kolonis. Pandangan ini kemudian menghadirkan perspektif bahwa Barat dianggap sebagai representasi peradaban dan pusat kekuatan. Sementara, Timur merupakan negara-negara yang diasumsikan bersifat tradisional, negara yang kaya akan pengaruh Barat, dan pengadopsi budaya Barat.

Selain itu, perspektif yang ada di tengah masyarakat Indonesia adalah menganggap bahwa orang asing terutama kulit putih memiliki derajat yang lebih tinggi, sehingga mereka diperlakukan seperti artis. Realitas inilah yang menjadi indikator bahwa sampai sekarang warga negara asing terutama yang secara geografis terletak di bagian Barat acapkali dianggap sebagai superior. Indikator lain dapat ditemukan melalui reaksi bangga secara berlebihan ketika menemukan warga negara asing dan berbicara dengan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun