Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mencetak Generasi yang Berpikir Kritis

13 Desember 2019   02:20 Diperbarui: 17 Desember 2019   04:13 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
latihan berpikir kritis (photo: www.mindmeister.com)

Sekolah saya dulu hanya di dekat rumah, cuma beda RT saja, RW nya  masih sama. SD Negeri yang hanya punya tiga kelas tetapi dapat menampung murid kelas 1 sampai dengan kelas 6.

Sekolah dekat rumah enak, pergi dan pulang tinggal lari-lari saja melewati rumah-rumah tetangga. Tidak perlu menunggu jemputan.  Rata-rata teman sekolahnya pun masih tetangga sekitar situ. Hanya ada beberapa yang tinggal agak jauh.

Sekolah itu mungkin sekolah terkecil di kota tempat tinggal saya, karena cuma punya tiga kelas, satu ruang guru merangkap ruang kepala sekolah, dan satu toilet. Di halaman sekolah ada rumah kecil dari kayu tempat tinggal penjaga sekolah yang merangkap tempat jualan jajanan anak sekolah.

Tiap hari ada jadwal piket kelas dimana siswa harus menyiapkan kelas sebelum pelajaran dimulai. Mulai dari menyapu dan mengepel lantai, menyiapkan meja guru, menyiapkan kapur tulis dan penghapus papan, membersihkan papan tulis, serta melengkapi daftar absensi kelas.

Petugas piket terdiri dari beberapa orang siswa yang dibagi dari jumlah total siswa dengan jumlah hari sekolah, yaitu enam hari. Saat kegiatan Pramuka, kami juga menyiapkan makan sendiri dengan cara memasak berkelompok.

Mungkin dulu kami mengira semua itu harus kami kerjakan, karena sekolah kami sekolah yang 'miskin'. Selain cuma punya tiga kelas, sekolah kami juga 'rusak'. 

Bahkan kami pernah mengungsi dan disebar ke beberapa sekolah terdekat lain karena atap sekolah kami runtuh sehingga semua kelas tidak bisa dipakai. Belum lagi bangku-bangkunya yang 'reot'. Pernah sedang belajar, eh bangkunya rusak.

Sekarang, kalau dipikir-pikir, tugas piket itu termasuk pelajaran bekerja sama dalam kelompok dan belajar bertanggung jawab dengan tugas masing-masing. 

Mengungsi ke sekolah lain karena atap sekolah jebol, membuat kami harus menjaga sikap dan belajar membawa diri dengan baik ditempat kami 'bertamu'. Ibu dan Bapak guru selalu mengingatkan untuk menjaga nama baik sekolah disaat menumpang itu. 

Menjelang ujian kelulusan, guru-guru sendiri yang menawarkan les tambahan, dan seingat saya cuma ada les matematika. Itu pun tidak diwajibkan, hanya yang mau saja dengan bayaran terpisah dari uang sekolah wajib. Dan memang pelajaran yang lainnya hanya hapalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun