Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejauhmana Keluasan Berfikir Anda?

7 Juni 2017   10:23 Diperbarui: 7 Juni 2017   12:58 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

'berfikir'..adalah kalimat favorit yang banyak sekali disebut secata berulang ulang utamanya dalam filsafat dan juga dalam agama

Apa sebenarnya hakekat 'berfikir' ? ..mungkin terlalu luas untuk dijelaskan disini mengingat penjelasannya begitu multi tafsir, baik filsafat maupun kitab suci dapat memberi penjelasan yang berbeda, tetapi manusia sebagai makhluk yang berfikir kita semua mengakuinya apalagi misal,apabila diperbandingkan dengan hewan maka identitas sebagai makhluk yang berfikir itu akan lebih kentara

Dalam semua buku pengantar filsafat kita akan memperoleh penjelasan bahwa berfikir adalah syarat mutlak untuk mencari kebenaran sekaligus untuk memahami dunia filsafat, sedang kitab suci Al qur'an misal, berulangkali menekankan dan mengingatkan 'tidakkah kamu berfikir' (?) ..yang intinya menekankan agar manusia menggunakan fikirannya untuk berfikir

Kalau filsafat dan agama sama sama menuntun manusia ke arah berfikir lalu,.. mengapa hasilnya bisa berbeda?.. kita tahu bahwa dari dunia filsafat bisa lahir manusia manusia yang justru memberontak terhadap agama suatu yang mereka klaim sebagai hasil 'berfikir',hal yang berlawanan dengan pandangan agama yang menilai hal demikian justru sebagai perwujudan dari orang orang yang 'tidak berfikir'

Rupanya sebagaimana kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang memiliki tujuan berbeda serta menempuh jalur yang berbeda beda maka demikian pula dengan manusia yang berfikir,hasil berfikirnya bisa jadi akan ditentukan oleh tujuan yang ia cari

Orang yang tujuannya sekedar mencari kebenaran yang dapat dibuktikan dengan pengalaman dunia panca indera misal maka berfikirnya akan di arahkan kesana dan hanya akan berputar seputar hal itu dan parameter kebenaran yang akan ia pegang tentu saja adalah parameter yang bersandar pada pengalaman dunia inderawi 

Sedang orang yang menyadari bahwa kemampuan dunia panca indera manusia adalah sangat terbatas dan karenanya meyakini ada realitas lain dan sekaligus kebenaran lain diluar kekuatan penangkapan dunia panca inderanya maka kesadaran demikian tentu saja adalah hasil berfikir dan bukan hasil ber ilusi.dan arah berfikir nyapun tidak hanya tertuju ke dunia alam materi tetapi juga ke alam non materi

Jadi karena ada banyak materi untuk bahan berfikir baik yang bersifat material maupun non material maka hasil berfikir dapat berbeda beda, orang yang berfikirnya terarah hanya ke dunia materi akan memproklamirkan bentuk kebenaran yang mensyaratkan pembuktian dunia inderawi, sebagai misai faham materialisme yang penganutnya disebut 'kaum materialist'

Sedang orang yang arah berfikirnya multi dimensi-terarah baik ke dunia materi maupun dunia non materi tentu saja akan melahirkan pemahaman akan bentuk kebenaran yang lebih luas ketimbang bentuk kebenaran yang diklaim kaum materialist

Jadi berfikir dapat melahirkan pemahaman terhadap bentuk kebenaran yang berbeda beda dan itu sebenarnya ditentukan oleh faktor kualitas berfikir itu sendiri, apakah seseorang yang berfikir itu misal memilih membatasi diri di sebatas wilayah yang dapat dialami dunia inderawi atau memilih yang lebih luas dan lebih mendalam dari itu ?

Yang jelas kita bisa mafhum dan tak perlu heran apabila lalu kemudian lahir vonis-tuduhan dari fihak tertentu terhadap fihak tertentu-kaum beragama utamanya,yang menuduh klaim kebenaran atau keyakinan mereka sebagai hasil 'ber ilusi' karena hal itu terjadi akibat perbedaan wilayah berfikir yang mereka jelajahi dan tentu saja perbedaan kualitas dalam berfikir itu sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun