'berfikir'..adalah kalimat favorit yang banyak sekali disebut secata berulang ulang utamanya dalam filsafat dan juga dalam agama
Apa sebenarnya hakekat 'berfikir' ? ..mungkin terlalu luas untuk dijelaskan disini mengingat penjelasannya begitu multi tafsir, baik filsafat maupun kitab suci dapat memberi penjelasan yang berbeda, tetapi manusia sebagai makhluk yang berfikir kita semua mengakuinya apalagi misal,apabila diperbandingkan dengan hewan maka identitas sebagai makhluk yang berfikir itu akan lebih kentara
Dalam semua buku pengantar filsafat kita akan memperoleh penjelasan bahwa berfikir adalah syarat mutlak untuk mencari kebenaran sekaligus untuk memahami dunia filsafat, sedang kitab suci Al qur'an misal, berulangkali menekankan dan mengingatkan 'tidakkah kamu berfikir' (?) ..yang intinya menekankan agar manusia menggunakan fikirannya untuk berfikir
Kalau filsafat dan agama sama sama menuntun manusia ke arah berfikir lalu,.. mengapa hasilnya bisa berbeda?.. kita tahu bahwa dari dunia filsafat bisa lahir manusia manusia yang justru memberontak terhadap agama suatu yang mereka klaim sebagai hasil 'berfikir',hal yang berlawanan dengan pandangan agama yang menilai hal demikian justru sebagai perwujudan dari orang orang yang 'tidak berfikir'
Rupanya sebagaimana kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang memiliki tujuan berbeda serta menempuh jalur yang berbeda beda maka demikian pula dengan manusia yang berfikir,hasil berfikirnya bisa jadi akan ditentukan oleh tujuan yang ia cari
Orang yang tujuannya sekedar mencari kebenaran yang dapat dibuktikan dengan pengalaman dunia panca indera misal maka berfikirnya akan di arahkan kesana dan hanya akan berputar seputar hal itu dan parameter kebenaran yang akan ia pegang tentu saja adalah parameter yang bersandar pada pengalaman dunia inderawiÂ
Sedang orang yang menyadari bahwa kemampuan dunia panca indera manusia adalah sangat terbatas dan karenanya meyakini ada realitas lain dan sekaligus kebenaran lain diluar kekuatan penangkapan dunia panca inderanya maka kesadaran demikian tentu saja adalah hasil berfikir dan bukan hasil ber ilusi.dan arah berfikir nyapun tidak hanya tertuju ke dunia alam materi tetapi juga ke alam non materi
Jadi karena ada banyak materi untuk bahan berfikir baik yang bersifat material maupun non material maka hasil berfikir dapat berbeda beda, orang yang berfikirnya terarah hanya ke dunia materi akan memproklamirkan bentuk kebenaran yang mensyaratkan pembuktian dunia inderawi, sebagai misai faham materialisme yang penganutnya disebut 'kaum materialist'
Sedang orang yang arah berfikirnya multi dimensi-terarah baik ke dunia materi maupun dunia non materi tentu saja akan melahirkan pemahaman akan bentuk kebenaran yang lebih luas ketimbang bentuk kebenaran yang diklaim kaum materialist
Jadi berfikir dapat melahirkan pemahaman terhadap bentuk kebenaran yang berbeda beda dan itu sebenarnya ditentukan oleh faktor kualitas berfikir itu sendiri, apakah seseorang yang berfikir itu misal memilih membatasi diri di sebatas wilayah yang dapat dialami dunia inderawi atau memilih yang lebih luas dan lebih mendalam dari itu ?
Yang jelas kita bisa mafhum dan tak perlu heran apabila lalu kemudian lahir vonis-tuduhan dari fihak tertentu terhadap fihak tertentu-kaum beragama utamanya,yang menuduh klaim kebenaran atau keyakinan mereka sebagai hasil 'ber ilusi' karena hal itu terjadi akibat perbedaan wilayah berfikir yang mereka jelajahi dan tentu saja perbedaan kualitas dalam berfikir itu sendiri