Mohon tunggu...
Rena
Rena Mohon Tunggu... Freelancer - nama asli

pecinta proses dan perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Konsekuensi Jatuh Cinta Generasi Milenial

20 Mei 2017   02:09 Diperbarui: 20 Mei 2017   21:13 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kenyataan yang tidak bisa disangkal : Saya ini generasi milenial. Sebagian orang pasti tahu mengenai term ini, namun mungkin jarang mengenali maknanya secara mendalam. Bagi saya, generasi milenial tidak lain merupakan sebuah term yang di jadikan pengkategorian target consumer bagi para perusahaan pembuat iklan. Namun, lebih dari itu, saya yakin setiap generasi akan memiliki kebanggaannya tersendiri. Lantas apa yang jadi kebanggaan generasi ini?

Kecerdasan yang cenderung instan. Mengapa demikian? Karena instan menjadi kata sakti, yang sebenarnya berakar dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, dan oleh karenanya membuat generasi saya ini memiliki banyak kemampuan yang mencengangkan dengan instan. Senang sekali rasanya bukan? Ketika ilmu-ilmu baru bisa didapat dengan menonton youtube semalam suntuk. Atau teori-teori lawas bisa di pelajari dari google yang selalu lebih berpengetahuan dari kalangan akademisi.

Namun bukan ilmu pengetahuan generasi milenial yang akan saya bahas saat ini, melainkan saya sendiri sebagai generasi milenial. Utamanya, soal cinta, yang mana selalu jadi bahasan menarik kalangan muda.

Saya tidak bisa menyangkal predikat generasi milenial. Karena buktinya sangat otentik : akta kelahiran yang menjadi dokumen sah negara. Oleh karena itu, sekuat apapun saya menyangkal, saya akan menjadi korban generalisasi yang kental. Jadi, sebaiknya saya akui saja.

Pada kenyataannya, saya gemar menonton youtube, dan nongkrong di café. Saya juga menjadi bagian dari generasi “aku belanja maka aku ada” karena belum merasa ada , dan kurang dihargai apabila belanja tanpa posting brand yang saya beli, di sosial media. Dan, seperti yang lainnya, saya juga jatuh cinta. Namun apa cinta juga masuk kategori yang digeneralisasi oleh kepentingan pasar (generasi milenial). Jika iya, lantas kisah cinta seperti apa? Jika tidak, masa sih?

Jatuh cinta, dialami oleh siapapun. Oleh karena itu, ini sifatnya selalu personal. Tidak pernah luar biasa dimata umum, namun bisa jadi sangat luar biasa bagi masing-masing individu. Saya, pernah menulis dan mengakui bahwa salah satu dari sekian banyak hal yang saya tidak suka adalah jatuh cinta. Jawabanya simple sekali, karena saya merasa terinspirasi oleh keyakinan kaum Yunani Kuno dan keyakinan orang-orang Prancis di abad pertengahan.

“Cinta adalah sebuah kegilaan yang merusak hubungan sosial” (Yunani Kuno)

“Cinta adalah kerusakan akal” (Prancis abad pertengahan)

Pertanyaannya adalah apakah seluruh generasi millennial memiliki perspektif seperti itu?

Saya tidak ingin menjawab, karena saya tidak tahu.

Saat ini saya sedang jatuh cinta. Dan ini sebenarnya tidak luar biasa secara umum, namun sangat luar biasa secara personal. Masalahnya adalah pembatasan berdasarkan keyakinan saya mengenai cinta yang merupakan sebuah kegilaan, dan kerusakan akal, yang mana akan menciptakan konsekuensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun