Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Gadaikan Kebahagiaan Rumah Tangga Demi Apapun!

29 Desember 2016   19:54 Diperbarui: 30 Desember 2016   20:36 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rumah tangga. ummi-online

Hindari Diri Terjerat Rutinitas Hidup

Seisi rumah sibuk. Suami harus bangun subuh, buru buru mandi, sarapan dan langsung berangkat ke tempat pekerjaan karena kuatir macet dan terlambat. Istri tak kurang sibuknya, harus mempersiapkan sarapan pagi untuk suami dan anak anak karena anak anak harus sarapan dulu di rumah agar tidak perlu jajan di kantin sekolah.  

Begitu sibuknya sehingga tidak sempat menemani suami sarapan pagi. Bahkan suami tidak keberatan membuat kopi untuk dirinya sendiri, karena memahami istri sedang sibuk urusan dapur dan anak anak. Sementara anak anak mandi dan bersiap siap untuk sarapan, suami sudah pamitan sambil berteriak dari tangga rumah.

Malamnya ketika suami pulang menemukan istri lagi sibuk di dapur, membereskan piring bekas makanan anak anak sekaligus membersihkan rumah.

"Pa, makan malam sudah saya siapkan di meja, silakan makan mas, ntar supnya keburu dingin. Saya masih beres-beresin dapur nih,"

Awal Petaka Sudah Dimulai

Tanpa disadari, kondisi ini sesungguhnya sudah menggiring seluruh anggota keluarga memasuki kehidupan kekeluargaan yang berbahaya. Karena kehilangan waktu untuk saling berkomunikasi. Sesungguhnya, ini adalah awal keretakan dalam rumah tangga yang dapat berakhir menjadi petaka.

Tinggal serumah, tapi di antara suami dan istri serta anak sudah terbangun dinding penyekat yang tidak kasat mata. Karena tidak lagi memiliki ruang pribadi di mana seluruh anggota keluarga dapat makan bersama, saling bercerita dan saling tertawa. Momentum yang paling berpotensi menjadikan tempat tinggal sebagai "home sweet home" tidak dimanfaatkan. Bahkan terabaikan, karena masing masing terbelenggu dengan kesibukan diri.

Suami merasa tidak bersalah karena semua yang dilakukannya mulai dari bangun subuh, ke tempat pekerjaan, dan pulang malam hari semuanya adalah untuk membangun rumah tangga yang lebih baik bagi keluarganya. Istri juga merasa sudah berkorban banyak. Meninggalkan kebiasaan bersolek demi suami dan anak-anak tercinta, bahkan sudah lama absen dari kegiatan PKK.

Sementara anak-anak sibuk dengan buku-buku pelajaran dan gamenya dan merasa sudah cukup bila segala sesuatu kebutuhannya terpenuhi. Lama kelamaan antar anggota keluarga sudah merasa asing untuk saling berbicara secara terbuka. Anak-anak sibuk dengan games, istri sibuk di dapur dan membereskan rumah dan suami juga sibuk dengan pekerjaan. Tak ubahnya dengan orang yang tinggal dalam satu kos kosan karena masing masing sibuk sendiri sendiri

Jangan Biarkan Rutinitas Merampas Momen Indah Kehidupan Kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun