Sejak saat itu, saya baru sadar bahwa apa yang kami alami selama tujuh tahun masih belum seberapa dibandingkan dengan Syafei yang harus rela tidur di gerobak selama enam tahun jauh dari anak dan istri.
Dulu memang kami hidup menderita,tapi kami bersyukur walaupun tempat kumuh di tengah pasar, masih jauh lebih baik ketimbang tidur dalam gerobak di tepi selokan.
Tak terbanyakan, bagaimana Syafei melalui hari harinya dalam sepi sendiri, apalagi bila hujan lebat dan gerobaknya hanya ditutupi secarik plastik, yang tidak memadai. Namun, setulus apapun hati kita ingin membantu, tentu kita tidak mungkin dapat memikul beban hidup orang lain.
Jadi bilamana ada yang merasa diri sebagai orang paling malang di dunia ini, simaklah kisah Pak Syafei ini. Dan bagi yang kebetulan jalan ke Jakarta, silakan temui pak Syafei di Jalan Tongkol no. 1 A, Rawamangun, Jakarta.Â
Silakan membandingkan perjalanan hidup laki laki bernama M. Syafei ini dengan perjalanan hidup kita masing masing. Masihkah kita merasa hidup kita menderita?
Tjiptadinata Effendi