Mohon tunggu...
Arwin Hartono
Arwin Hartono Mohon Tunggu... -

Baru Sarjana Ekonomi UNSRI, pecinta sepakbola, inshaAllah ada jalan ^_^

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Media Pun Tebang Pilih

10 Mei 2013   23:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:46 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saya menilai proses tebang pilih dalam menyoroti dan menyelesaikan kasus di negeri ini bukan hanya dilakukan oleh KPK, namun juga media. Bahkan media ini lebih ganas, kerap mempersepsikan sendiri kesimplulan tanpa ada konfirmasi yang jelas dari subjek yang diberitakan. Kita ambil contoh saja dari berita yang melibatkan PKS, waaaah ini berita yang semulanya mengenai proses penyuapan impor daging berubah menjadi drama percintaan dan penyitaan. Media lebih menonjolkan drama perempuan dan drama penyitaan, publik diarahkan untuk menyepakati satu kesimpulan bersama bahwa PKS partai yang dekat dengan perempuan dan partai yang arogan. Sekalipun oknum (AF)yang dekat dengan para perempuan ini telah mengatakan dia bukan kader PKS, tapi media tetap saja mengkait-kaitkan ini memaksakan hubungan antara oknum (AF)ini dengan PKS. Begitu juga proses penyitaan beberapa kendaraan di DPP PKS, media terus menggiring opini publik PKS melawan, tidak taat hukum dan lain-lain lah. Dalam hal ini media menjadi pendengar baik bagi KPK, tapi tidak mendengar PKS. Setiap jam bahkan setiap menit berita ini terus diumbar plus perempuan-perempuan itu, seperti itulah media menyoroti kasus PKS, miris.

Coba kita lihat sisi lain, dimana Andi Malarangeng tersangka Hambalang? Dimana Ibas Yudhoyono? Media seolah lupa dengan kasus mereka. Bahkan lebih miris lagi jumat pagi ada stasius TV swasta yang mengemas acara “pagi bersama Anas Urbaningrum”, tersangka kasus korupsi Hambalang yang dikemas begitu enak, santai penuh canda. Pertanyaannya kenapa seperti itu? Anas juga kan tersangka korupsi bahkan jumlahnya lebih besar. Sekali lagi media sangat timpang dan tebang pilih dalam menyoroti kasus, media telah salah menggiring opini publik. Masyarakat dibuat bingung oleh media, hingga akhirnya masyarakat menghakimi sendiri; orang ini salah, orang ini benar, orang ini hebat, orang ini dizalimi.

Belum lagi menjelang pemilu 2014, media mulai lebih berperan sebagai alat kampanye bagi pemiliknya yang berkecimpung di partai politik. Sebut saja TV one bersama aburizal Bakrie (Golkar) , MNC Group bersama Harry Tanoe(Hanura/Perindo) atau Metro TV bersama Surya Paloh (Nasdem). Bakrie dengan ambisinya menjadi Presiden setiap hari muncul di TV one mencuri start kampanye, ditokohkan, diagungkan seolah-olah hebat, pahlawan. Begitu juga Surya Paloh dan Harry Tanoe dengan kritik-kritik tajam terhadap kelemahan pemerintah, mencari simpati publik. Tidak bisa disalahkan memang, namun media punya fungsi dan peran yang jelas serta kode etiknya. Tidak bisa seenaknya menggunduli satu kasus/partai/pribadi sedangkan satu sisi mengumbar kebaikan atau janjitak pasti yang hanya meng-imingi-imingi masyarakat.

Saya membuat tulisan ini bukan karena saya seorang kader PKS, namun itulah realita lapangan yang ada. Masyarakat awam pun tahu itu, pemberitaan media tidaklah berimbang dan tebang pilh. Media tak hanya mencari keuntungan finansial, tapi juga mencari keuntungan politik. Itulah ironi negeri kita......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun