Mohon tunggu...
tedi syofyan
tedi syofyan Mohon Tunggu... -

bekerja di Pemadam kebakaran dan mahasiswa fisip Umrah tanjungpinang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bouksit Masalah Utama di Tanjungpinang

17 Juni 2013   12:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:54 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi Kepri tidak serta merta membawa keberkahan bagi masyarakat Kepri khususnya di Kota Tanjungpinang. Berbagai persoalan yang diawali kekeliruan pemanfaatan dan pengelolaan SDA oleh Negara, telah menimbulkan berbagai dampak dan persoalan di masyarakat baik sosial, ekonomi maupun ekologi. Konflik SDA dan bencana ekologi merupakan realitas dan pemandangan yang kerap dijumpai. Berbagai sektor kehidupan rakyat, seperti areal pangan dan zona genting yang merupakan wilayah perlindungan dan keselamatan rakyat, semakin tereduksi berbagai kepentingan investasi dan pembangunan.

Persoalan-persoalan tersebut sangat mengancam keselamatan pangan dan kelangsungan hidup rakyat yang terus terjadi, dengan adanya ekploitasi dalam pemotongan lahan dapat meminggirkan hak rakyat atas kedaulatan SDA-nya. Dengan berkembangnya perusahaan pertambangan, termasuklah di daerah Tanjungpinang, hampir seluruh kawasan tersebut dijadikan lokasi penambangan, sehingga menimbulkan konflik dalam masyarakat terkait kegiatan penambangan tersebut.

Salah satu yang menjadi lokasi penambangan tersebut ialah Senggarang yang dikelola oleh PT. Perjuangan, Sei Timun dan Sei Carang yang dikelola oleh PT. Syahnur, Dompak dan KM. 9 yang dikelola oleh PT. Antam Resourcindo, Tanjung Moco dan Sei Timun dikelola oleh PT. Alam Indah Purnama Panjang, Kelam Pagi dan Air Raja dikelola oleh PT. Kereta Kencana Bangun Perkasa, Sei Timun dan Air Raja dikelola oleh PT. Pippo Jaya.

Dengan adanya kegiatan penambangan tersebut menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan nelayan, rusaknya ekosistem laut dan sungai, debu yang menyebar kemana-mana, serta lahan yang di gunakan oleh perusahaan tersebut menimbulkan konflik masyarakat kota Tanjungpinang. Namun demikian ada juga masyarakat yang merasa nyaman dengan adanya usaha pertambangan tersebut, karena mereka mendapatkan lowongan pekerjaan, adanya dana konpensasi yang diterima, bahkan naiknya nilai lahan.

Pengusaha bauksit di Kepri tidak pernah memperhitungkan persoalan kerusakan lingkungan ke depan. Pengusaha bauksit di Kepri hanya mencari keuntungannya saja, namun tidak memperhatikan akibat dari kerusakan yang ditimbulkan sangat luas.Bauksit dieksploitasi dengan begitu luas sekali tanpa pengawasan. Ini sangat membahayakan lingkungan, bahkan jika hal ini terus menerus dibiarkan maka akan berakibat pada generasi yang akan datang.

Perizinan yang diberikan oleh pemerintah setempat juga seharusnya dipertanyakan. Mengapa hal itu dapat terjadi, padahal masalah pertambangan itu harus mendapat izin dari pusat, bukan hanya sekadar mendapat izin dari pemerintah kota yang ada di daerah, jika ini terjadi sumber-sumber daya alam di daerah dikeruk untuk kepentingan orang per orang saja.

Pemerintah harus memperhatikan masalah kerusakan lingkungan dengan lebih baik lagi, mengingat Indonesia termasuk salah satu negara terbesar penyumbang pembuangan emisi. Belum lama ini aksi agar perusahaan pertambangan bauksit di Pulau Bintan diminta untuk ditutup karena sudah merusak lingkungan pernah dilakukan masyarakat Tanjungpinang melalui berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) namun tidak pernah digubris pemerintah provinsi maupun kota di Pulau Bintan, bahkan aksi penambangan semakin menjadi-jadi.

Selama ini, kita tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah ekspor tambang bauksit yang telah dikeruk oleh pengusaha tambang dan diekspor ke luar negeri. Dari jumlah tersebut kita juga tidak tahu apa keuntungannya bagi pemerintah. selain telah merusak tatanan lingkungan kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan, penambangan bauksit selama ini hanya menguntungkan dan memperkaya pihak-pihak tertentu saja.

Semua perusahaan penambangan bauksit di Tanjungpinang menyalahi aturan perizinan dan karenanya layak untuk ditutup. Selain Undang-undang No 4/2009 tentang pertambangan, juga melanggar peraturan daerah (perda) No 2/2007 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang menyebutkan tidak ada ruang untuk pertambangan bauksit di wilayah Kota Tanjungpinang. Meski ditutup, bukan berarti si pengusaha bisa seenaknya meninggalkan begitu saja lahan yang sudah dieksplorasi. Pengusaha tersebut terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya yang harus ditunaikan, antara lain royalti berupa penerimaan negara bukan pajak yang disetor ke negara dan kembali ke daerah berupa dana bagi hasil dari sektor pertambangan umum,kemudian Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) dan sumbangan pihak ketiga. Semua dana yang disetorkan berdasarkan atas tonase dari jumlah biji bauksit yang di ekspor ke negara tujuan.

Masalah aktivitas tambang bouksit yang terjadi di kota tanjungpinang dapat memotivasi Pemprov KEPRI untuk segara menuntaskan persoalan pertambangan bauksit ini. Kalau perlu ditutup. Kita juga tidak ingin anak cucu kita nanti sengsara akibat ulah penambangan bauksit yang sudah malampaui batas ini. Semoga ada jalan terbaik bagi pemerintah dalam menyikapi kegiatan pertambangan ini. Adanya pro dan kontra tersebut hendaknya pemerintah mencari formula yang tepat agar tidak semua masyarakat merasa dirugikan. Gemerincing uang bauksit jangan sampai membawa sengsara ekonomi masyarakat yang memang sudah sulit.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun