Mohon tunggu...
Taufikson Abakian Julakian
Taufikson Abakian Julakian Mohon Tunggu... Buruh - Mantan foto model yang terzalimi

Teramat sangat menyayangi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gabus sebagai Mitra di Kolam Arwana

31 Desember 2019   20:55 Diperbarui: 7 Januari 2020   19:25 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara pribadi saya tak menyukai ikan gabus (channa striata). Setidaknya dua dari pancaindra tak tertarik kepadanya. Yaitu, lidah dan mata. Habitat resminya memang sungai, danau dan rawa-rawa.

Namun sering juga ditemui di tempat yang tak indah pemandangannya. Seperti parit berlumpur dan selokan kotor. Dekat pemukiman warga pula. Kan jadi menimbulkan pikiran yang tak keruan di kepala. Sehingga hati yang lemah ini tersugesti bahwa sumber omega 3 itu tak sedap disantap menemani nasi.

Bentuk dan gerakan ikan gabus tak menarik. Warnanya hitam kusam keabu-abuan. Sedikit putih tersembunyi di bagian dada. Sungguh tak pantas masuk katagori ikan hias yang berharga.

Dan pasti karena bentuk kepalanya yang seram, maka teman-teman di Amerika dan Eropa menamainya snakehead. Tau kan artinya snake? Bukan snack! Kalau snack itu favorit semua warga dunia yang masih balita. Termasuk saya yang sudah manula. Snake is ular.

Namun kata orang yang mengerti kesehatan ikan gabus paling bagus. Dagingnya mengandung banyak albumin. Yaitu protein yang teramat penting bagi tubuh manusia. Sangat berguna mempercepat penyembuhan aneka jenis luka.

Sebab itu, gabus jadi menu pilihan yang paling dicari pasca operasi. Fakta lain, menyebutkan bahwa ikan berpostur jelek itu bisa menyembuhkan kanker, stroke, gagal ginjal, dan diabetes mellitus. Itu juga karena albumin yang banyak terdapat di dalam dagingnya.


Gabus sangat mudah berkembang biak. Jumlah anakannya bisa mencapai ribuan. Dalam beberapa bulan pertama anaknya hidup secara bergerombolan di air dangkal. Menyisir di pinggiran di selah rerumputan tebal. Dijaga induknya sampai bisa mandiri mencari makanan sendiri.

Bila malam hari, atau ada bahaya mengancam, gerombolan anak ikan itu lari atau tersedot ke dalam mulut induknya yang mengawasi. Yang segera mengungsi mencari tempat bersembunyi.

Daerah kami adalah tempat berasalnya ikan siluk merah. Ikan hias mahal yang menjadi sumber rezeki nan berkah. Yang lebih dikenal dengan nama arwana. Atau super red arwana. Nama kebarat-baratannya: dragon fish. Nama ilmiahnya: Sclerophages formosus

Dahulu ikan mahal itu didapat dengan cara diburu. Induknya dibunuh untuk diambil anaknya. Kini banyak warga yang telah membudidayakannya di kolam khusus. Ada yang diperlakukan secara istimewa. Cara sederhana berhasil juga. Jarang pernah dikehendaki ada jenis ikan lain bercampur di situ. Apalagi jenis predator yang dianggap mengganggu.

Namun ikan gabus selalu tak sengaja ada. Ikan itu masuk sewaktu air pasang. Bila tanggul kolam acap terendam. Atau di kala hujan deras. Layaknya ikan betok dan lele, gabus juga bisa melata. Bernapas mengandalkan labirinnya. Apalagi di malam hari. Ketika suhu udara berkompromi.

Gabus itu seperti tikus. Setiap ada celah, ikan itu bisa masuk dengan mudah. Bagi penangkar arwana pemula, ikan itu selalu dianggap hama. Saat memberi makan, penangkar jengkel bila gabus merebut jatah pakan.

Lebih khawatir bila memangsa anaknya yang berharga jutaan. Itu terjadi bila tanda-tanda keberadaan anak arwana tak terdeteksi. Demikianlah, ikan gabus  dianggap musuh yang mesti dibasmi.

Kok saya jadi lebih khusus mengulas gabus? Padahal rencananya isi tulisan ini untuk memberikan ketenangan hati kepada penangkar arwana yang khawatir merugi. Bila gabus memangsa anakannya yang berarti mengganggu sumber rezeki.

Begini!
Sesungguhnya gabus tak harus dimusuhi seperti tikus. Justru keberadaan gabus itu bagus. Bahkan boleh dianggap sebagai mitra usaha. Gabus memang predator bagi ikan kecil yang lengah tak berdaya. Apalagi anakan arwana.

Namun penangkar yang sudah berpengalaman pasti mengenali ciri-ciri arwana yang sedang mengerami telur di rongga mulutnya hingga jadi anakan. Belum sempat anakan itu dilepas berkeliaran, oleh pemilik kolam sudah dipanen duluan.

Hampir setiap air yang tergenang terdapat kutu air. Sebagian berstatus sebagai parasit bagi arwana. Di antaranya kutu jarum dan argulus. Dalam bahasa daerah kami, argulus dikenal dengan nama: kutu labi. Kutu itu menempel di sisik dan sirip. Membuat arwana terganggu dan cukup berbahaya.

Sebagai mitra, di sinilah gabus menunaikan tugas dan peranannya. Bak serdadu yang beregu, anakan gabus itu menyisir di pinggir air. Memakan kutu yang berenang bergentayangan.

Selain itu, anak gabus yang gerakannya lambat juga menjadi makanan lezat anakan arwana. Lebih lagi bila sama-sama di akuarium tanpa induk yang menjaganya.

Mungkin bila arwana bisa berpikir seperti manusia, ia akan bersemangat untuk kawin dan punya keturunan. Oleh sebab melihat kehadiran gabus sebagai sumber makanan. Ibarat orang bujangan yang optimis melihat masa depan.
(Taufikson Abakian Julakian)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun