Gampang Banget Sih Memvonis Orang Lain
Kata Si Kuple zaman emang udah edan. Urusannya sendiri aja gak beres, tapi bawaannya gatel ngurusin orang lain. Terus kalo gak sepaham, orang lain yang disalahin. Dalam hati Si Kuple bilang, "Kenapa jadi pada ngurusin orang lain ya. Urus aja urusan lo sendiri. Gue cuma tukang becak aja divonis, dihakimi yang jelek-jelek". Si Kuple langsung tepik jidatnya sendiri...
Si Kuple sampe gak abis pikir. Kenapa sekarang nanyak orang yang terlalu mudah momvonis orang lain? Menghakimi orang lain? Itu karena kebiasaan atau emang pukirannya begitu.... Auuu ahhh gelapp dalam hati Si Kuple.
Memvonis orang lain.
Emang sih, selagi masih hidup dan ada di bumi, pasti saja ada orang menilai diri kita. Namanya juga hidup di dunia yang sementara, manusia dilepas bebas untuk berbuat dan bersikap sesuka hatinya. Bebas untuk menilai orang lain. Bebas mau ngomong apa aja. Bebas mau share apa aja. Bebas apa aja terserah elo dah...
Benar adanya, setiap orang diberi kebebasan untuk menilai orang lain. Dasarnya pun berbeda-beda. Tanpa perlu dikaji, apakah benar atau tidak? Bahkan sering, kita menilai orang lain cuna karena "dengar" dari orang lain, kata cerita orang lain. Maklum, rakyat republik gosip.
Wajar Si Kuple makin bingung. Orang makin pinter malah gampang menilai oran lain. Apa gak mikir ya?Menilai orang lain, ngurusin orang lain. Menilai orang dari cara berbicara, menilai dari cara berjalan, menilai dari cara berpakaian, menilai dari cara berpikir, menilai dari cara memperlakukan orang lain, bahkan dari cara kita makan. Semuanya bisa dinilai sama orang lain. Dan itu semua bebas-bebas saja.... ciamikk banget hidup kayak gitu.
Apapun yang kita lakukan pasti akan dinilai oleh orang lain. Orang lain selalu menuntut kita sempurna di mata mereka. Anehnya mereka, si orang lain itu, sampai lupa untuk menilai dirinya sendiri. Sibuk ngurusin orang lain, hingga lupa dirinya sendiri. Capekk deh.
Orang lain, mungkin kita juga, sampai lupa bahwa kita hanyalah manusia. Tak luput dari salah dan dosa. Selebihnya, kita hanya bisa ikhtiar dan terus menperbaiki diri. Agar jadi lebih baik, dan lebih baik lagi. Setelah itu, biarkan Allah yang bekerja untuk kita, bukan orang lain.
Lalu mengapa kita sering terlalu cepat menilai orang lain, terlalu mudah menghakimi orang lain?
Kita yang bilang, kita yang nilai sendiri kok:
Saat kita hanya mampu membeli tas seharga 500 ribu rupiah. Tapi saat kawan kita membeli tas seharga 5 juta rupiah, kita bilang kawan kita berlebihan. Padahal ia belanja tak pakai uang kita. Dan ternyata ia sudah berhemat untuk tidak membeli tas seharga 40 juta rupiah yang harusnya sanggup ia beli.
Saat kita hanya mampu menjadi ibu rumah tangga. Tapi saat kawan kita memilih bekerja sebagai karyawan, kita bilang ia menggadaikan masa depan anaknya. Dan ternyata ia bangun lebih pagi dari kita, belajar lebih banyak dari kita, berbicara lebih lembut pada anaknya, dan berdoa lebih khusyuk memohon pada Allah untuk menjaga anak-anaknya.