Mohon tunggu...
Johanes Sutanto
Johanes Sutanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Pemula

Suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Social Climber, Sindrom FoMO Hingga Generasi yang Tersesat

13 Juni 2017   16:59 Diperbarui: 13 Juni 2017   17:08 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Social Climber (Foto: Halo Money)

Masyarakat socmed (social media) di Indonesia sempat dihebohkan dengan dampak sindrom FoMO pada pertengahan tahun 2016 lalu. Kehebohan di Indonesia ini muncul usai beredar artikel menggelitikd ari Mardiyah Chamim dalam investigasinya  bertajuk "Muda,Kaya, dan Berbahaya".

Artikel tersebut berhasil mengungkap fakta para kaum Sindrom FoMO (Fear of Missing Out) yang ada di Jakarta.Mereka ini sebenarnya kere, tetapi tingkahnya perlente. Mereka adalah orang-orang yang menggunakan segala cara supaya bisa diterima oleh orang-orang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi. Istilah modernya, mereka ini social climber.

FoMO sendiri dimengerti sebagai semacam ketakutan yang dirasakan oleh seseorang bahwa orang lain mungkin sedang mengalami suatu hal atau kejadian menyenangkan, namun orang tersebut tidak ikut merasakan hal tersebut ( "Motivational, Emotional,and Behavioral Correlates of Fear of Missing Out oleh paraPeneliti University of Essex, Universityof California, dan Universityof Rochester). Tak ayal, perilaku semacam ini lahir karena masifnya perkembangan teknologi, terutama social media.

Sindrom FoMO itu social anxiety yang lahir dari kemajuan teknologi, informasi, dan teristimewa karena pengaruh keberadaan social media. Kaum ini takut ketinggalan. Anak-anak muda kere ini rela kelaparan biar dianggap eksis. Mereka rela pontang-panting mengejar gaya hidup tinggi, padahal penghasilan sama sekali belum mampu menopang alias besarpasak daripada tiang. Tak sebatas itu, gaya hidup gali lobang tutup lobang pun menjadi solusi. 

Artikel Mardiyah pun menjadi seperti artikel lanjutan dari buzzfeed yang sempat menghebohkan India dan dunia pada 2016 lalu. Artikel itu berjudul "The Urban Poor You Haven't Noticed: Millennials Who're Broke, Hungry, But on Trend".

Diformulasikan dengan apik "kaum miskin urban ini adalah anak umur dua-puluhan yang berusaha lari meninggalkan identitas pengonsumsi nasi kucing danes teh manis, demi disangka pengonsumsi burger dan kola. Dari situ kemudian lari lagi demi dikira penggemar keju dan champagne." Jadi, hal yang paling mencolok dari para social climber ini tentu saja adalah lifestyle. Gaya hidup anak muda kere ini mengekor kelas ekonomi atas.

Mereka ini menjadi generasi yang notabene gampang terpengaruh oleh social media yang lambat-laun melahirkan perasaan takut ketinggalan dengan yang lainnya.

Tak mengherankan, kaum muda kere ini mengejar gaya hidup selangit, tapi tak peduli perut harus melilit kelaparan dan rekening terkuras.

Nah, dari kisah di New Delhi dan Jakarta ini ternyata terungkap fakta menarik yaitu tipe generasi orang tua para social climber yang jarang berdiskusi soal uang, apalagi mengajari soal pengaturan keuangan. Alhasil, situasi ini memungkinkan pengaruh eksternal gampang masuk dan memengaruhi mereka hingga menjadi generasi yang hilang. Mereka pun tersesat.

Mereka kehilangan kendali untuk mengelola keuangan mereka. Memang sangat disayangkan. Padahal dewasa ini, banyak inovasi dan terobosan keuangan bermunculan bak jamur di musim hujan. Kecerdasan finansial (Financial Quotient) pun telah diramu sedemikian rupa hingga mengejawantah dalam platform dengan teknologi termutakhirnya.

Berbagai inovasi platform fintech pun bisa menjadi solusi untuk mengakhiri sindrom FOMO anak urban "kere" ini. Solusi kini berada di genggaman tangan. Lantas apa sih susahnya memilih dari platform-platform yang ada. Dari beragam platform fintech saat ini, penulis ingin menanggapi IPOTPAY yang baru saja diluncurkan di Bursa Efek Indonesia. Dari berbagai sumber pemberitaan, penulis mendapati platform fintech ini tergolong unik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun