Mohon tunggu...
Raditya Andreas
Raditya Andreas Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Pengunjung Kedai

19 Maret 2017   16:12 Diperbarui: 19 Maret 2017   16:18 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kedai kecil itu dinamakan “Rumah Kopi” tempat biasa orang-orang berteduh mencari kehangatan ketika hujan. Rumah Kopi, buka hampir setiap hari kecuali Selasa. Adapun tatanan tempat duduk di sana sangat rapi, suasana nyaman, serta kebersihan yang terjaga dan terawat. Pelayannya ramah-ramah, tidak seperti kebanyakan kedai di tempat lain yang garang ketika pengunjung hanya sekedar bertanya perihal harga.

“Hampir, hampir tidak ada satupun gol tercetak,” kata seorang pemuda yang mengenakan jerseysalah satu klub sepakbola ternama di Liga Spanyol, Barcelona.

“Wah, payah kali Barca tak bisa kalahkan Madrid di pertandingan semalam,” sindir pemuda lain. Ia tidak mengenakan jerseyklub sepakbola, tapi sudah kutebak bahwa ia penggemar tim rival pemuda Barca itu.

Saling sindir dan pembelaan mulai terjadi di antara mereka berdua dan begitu seterusnya.

Aku duduk di ujung, dekat jendela, sudut yang cukup strategis sehingga tidak heran jika aku banyak tahu sumber riuh para pengunjung kedai ini. Tempat ini sengaja didesain untuk duduk berpasangan, tapi aku hanya seorang diri sehingga bangku di depanku hanya aku pakai untuk meletakan tas ransel sebelum aku berhadapan dengan laptop. Dan jika kedai mulai ramai, aku mempersilakan siapa saja yang mau meminjam bangku tersebut.

Pukul delapan malam, kedai ini masih belum meriah hingga dua jam mendatang. Saat ini hanya riuh lelucon tentang sepakbola yang diprakarsai oleh kedua penggemar tadi. Kini jumlah mereka bertambah dua orang sehingga keriuhan pun semakin menjalar ke semua sudut kedai. Aku berhadapan dengan laptop, masih terpaku pada lembar Word yang kosong. Aku belum bisa menciptakan tulisan apapun pasca kepergian Ima, kekasihku.

“Aku tidak menyangka ada orang yang mau duduk di dekat jendela,” kata seseorang, kedengarannya suara perempuan. Aku tidak mengenal suara itu, bahkan sama sekali tidak. Kalau saja suara itu bukan isyarat yang tertuju padaku rasanya tidak mungkin karena di kedai ini, jendela yang paling ujung hanya ada di dekat tempat di mana aku berada.

Aku menoleh ke kiri.

“Hai, senang bertemu denganmu,” sapa perempuan manis berambut panjang. Aku terpaku sejenak, lalu aku harus segera sadar.

“Yaa...ehmm...ada apa?” jawabku gelisah, seperti grogi tapi bukan itu istilah yang meggambarkanku saat ini.

“Boleh saya duduk?” dia tersenyum, sangat manis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun