Mohon tunggu...
Dimas Satyo Adiprakoso
Dimas Satyo Adiprakoso Mohon Tunggu... Lainnya - Full Time Digital Marketing

Social Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka Dalam Kata

18 Agustus 2017   02:35 Diperbarui: 18 Agustus 2017   02:39 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merdeka ! Merdeka ! Merdeka !

Satu kata yang diucapkan dengan penuh semangat disaat tanggal 17 Agustus di setiap tahunnya oleh para pemimpin instansi pemerintahan, organisasi maupun pendidikan di halaman gedung masing-masing ketika menyampaikan pidato upacara memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia. 

Bukan hanya bagi mereka yang bekerja di instansi saja yang terus dikomando pimpinan untuk mengucapkan kata merdeka dengan lantang, para generasi muda bangsa ini pun dengan sendirinya memiliki inisiatif untuk mengungkapkan dan mengekspresikan kata-kata memperingati kemerdekaan bangsa ini berupa tulisan dan foto yang bertebaran di media sosial masing-masing. Sungguh satu hal yang patut disyukuri bahwa hingga saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang memperingati hari kemerdekaan bangsanya sendiri di tengah polemik politik yang berkecamuk, problematika kemiskinan yang belum teratasi, permasalahan moral yang kian tak terbendung dan terpaan imbas akulturasi yang semakin kencang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "Merdeka" memiliki arti "bebas dari perhambaan, penjajahan dsb". Mengingat dari arti kata tersebut, apakah kita benar-benar sudah merdeka ? Merdeka dalam berbagai sektor ? Mandiri dalam berbagai sektor ? Ataukah kita mengucapkan kata merdeka hanya sebagai sebuah kata dan bukan sebagai sebuah makna ?.

Butuh kita renungkan kembali, apakah selama 72 tahun ini kita benar-benar sudah merdeka dari berbagai macam praktik perhambaan dan penjajahan ?. Praktik tersebut tidak hanya terjadi saat para penjajah datang silih berganti menguasai tanah moyang kita. Di zaman serba modern pun masih banyak praktik-praktik penjajahan melalui sektor perekonomian seperti pertanian, peternakan, pertambangan, industri manufaktur dan transportasi. Mungkin beberapa contoh bahwa bangsa kita masih terjajah seperti di sektor pertambangan. Tak ada habisnya surat kabar memberikan berita tentang pihak luar yang ingin membuka, mempertahankan bahkan memperpanjang kontrak penggalianya. Tak sedikit pula jumlah impor kita terhadap barang pangan padahal negeri kita ini terkenal subur dan mahsyur dalam menghasilkan hasil bumi.

Dari semua hal yang terjadi, kita selalu bertanya-tanya, apa sebenarnya akar permasalahannya ?. Sedikit menoleh kebelakang, bangsa ini berdiri bukan tanpa tujuan. Bangsa ini berdiri selama 72 tahun dengan memiliki tujuan dan nilai-nilai luhur yang terus dipertahankan dalam pembukaan UUD 1945 terutama pada alinea ke 4 yang berbunyi :

"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Terdapat kalimat "mencerdaskan kehidupan bangsa"yang mana memiliki arti yang sangat luas dan dalam, bukan hanya mencerdaskan, memberi ilmu kepada generasi muda, namun lebih tepatnya menyiapkan generasi yang berkualitas dan tangguh demi mewujudkan Indonesia yang benar-benar merdeka, merdeka dalam berbagai sektor, mampu menguasi dan mengolah tanah leluhurnya untuk keadilan sosial bersama. Bukan hanya menjadi buruh atau penonton di negeri sendiri. Lantas dari manakah kita bisa membenahi dan mewujudkan tujuan mulia tersebut ?

Nelson Mandela (Presiden Afrika Selatan -- Pejuang Anti Apartheid) pernah berkata "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat anda gunakan untuk mengubah dunia". Sehingga pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan bagi kemajuan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa. Dalam pratiknya dari awal bangsa ini berdiri hingga sekarang, sudah berkali-kali kebijakan pendidikan kita berganti, dirubah sesuai kepentingan para pemimpin.

ORDE LAMA

Di era awal kemerdekaan, Bung Karno menetapkan sebuah sistem pendidikan yang berfokus pada pendidikan karakter dan peningkatan mutu sumber daya manusia. Yang mana lebih ditekankan pada nilai-nilai pancasila ketimbang mewarisi asas hukum pendidikan warisan Belanda serta pengenalan pengetahuan akademik untuk jenjang SD.  Kurikulum yang diusung oleh Bung Karno pun lebih mengaitkan pelajaran dengan kondisi faktual dilapangan. Setidaknya ada 3 produk kurikulum di era Bung Karno yakni kurikulum 1947, 1952 dan 1964. Tak lama kemudian pergolakan berdarah di negeri inipun terjadi, mau tidak mau era Soekarno pun berakhir begitu pun juga sistem pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun