Mohon tunggu...
Aris P. Zebua
Aris P. Zebua Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seharusnya pendidikan merupakan hadiah bagi semua orang | Blog pribadi: satyaaris.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Semua Telah Terlambat

10 Juni 2017   08:58 Diperbarui: 10 Juni 2017   18:52 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia ingin menjewer telinganya sendiri. Tidakkah itu lucu? Begitulah yang dipikirkan oleh Ari.

Menjewer telinga adalah hukuman yang sering ia terima dari gurunya saat ia bikin keributan di kelas. Ari tidak hanya biang keributan, ia tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumahnya, sering bolos, dan malas belajar. Pernah suatu ketika ia berangkat dari rumah. Ibunya yakin ia ke sekolah. Tidak. Ia malah ke tempat tinggal temannya, sebuah kos-kosan. Seharian mereka hanya mengobrol, bermain catur, atau tidur-tiduran. Mereka tidak kemana-mana sebab takut ketahuan membolos. Siapa tahu tiba-tiba bertemu guru di tengah jalan. Mereka putuskan tetap berada dalam kamar kos yang sempit itu.

Jam menunjukkan pukul 11 malam. Ari duduk di lantai, bersandar di dinding. Ia sibuk memilah-milah barang dagangannya. Ada tisu, masker, cotton bud, dan asesoris handphone. Kau bisa tebak pekerjaannya. Nggak bisa? Ya, Pedagang asongan. Besok pagi, jam 4, ia harus sudah berangkat kerja. Di terminal, dalam bis yang sedang mengetem, di lampu merah. Di mana saja asal itu ramai. Demikianlah keseharian Ari.

Malam itu, ia tiba-tiba mengenang masa lalu saat bersekolah. Mungkin 18 tahun yang lalu. Ia tidak ingat persis. Seperti dalam mimpi, ia melihat dirinya sendiri. Tapi bukan melihat dengan mata. Entah apa istilahnya, ia tidak paham. Sampai-sampai ia salah menyusun masker-masker pada tali rafia, tempat menggantung dagangannya. Ia terpaksa mengulangnya dari awal lagi.

Kok melamun, Bang?” tanya istrinya.

“Oh, nggak apa-apa.”

“Mau aku buatkan kopi?”

“O nggak usah. Ntar nggak bisa tidur. Mungkin aku hanya lelah saja.”

Hari ini pembeli sepi. Tepatnya barangnya tidak laku terjual. Bahkan ia rela sampai jam 9 malam baru pulang.

Istrinya tidak berbicara apa-apa lagi.

Sebenarnya ia hanya terkenang masa lalunya. Tapi malu mengakuinya. Andai ia dulu belajar dengan sungguh-sungguh, mungkin nasibnya tidak seperti ini, pikirnya. Sekarang hidupnya tidak bisa dibilang pas-pasan. Malah kekurangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun