Mohon tunggu...
Parsaoran Silalahi
Parsaoran Silalahi Mohon Tunggu... Staff Pengajar -

Salam 3 jari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Satu Tahun Post-Doctoral di Negeri Formosa Taiwan

27 Maret 2019   18:08 Diperbarui: 27 Maret 2019   18:14 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini tepat satu tahun saya berangkat ke Taiwan untuk melaksanakan Study Post Doctoral, dibawah kerjasama antara Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Tunghai University. Saya sangat bersyukur karena masih bisa melakukan study atau penelitian dinegeri orang setelah sebelumnya saya menyelesaikan study S3 saya di negeri Napoleon, Paris, Prancis. 

Sewaktu di Prancis saya juga pernah menuliskan artikel di Kompasiana tentang "jangan pernah berfikir dua kali kuliah di Prancis". Dalam artikel kali ini saya ingin berbagi cerita dan pengalaman saya selama satu tahun ini. 

Saya tidak hanya akan menceritakan apa yang saya lakukan selama di Taiwan, tetapi saya juga akan menceritakan mengapa saya bisa sampai ke Taiwan ini dan cita cita saya selanjutnya. 

Mungkin saja apa yang saya ceritakan ini bisa sama dengan cerita teman-teman yang lain yang sudah pernah kuliah di Taiwan ini tetapi bisa juga ada yang berbeda. Mudah mudahan apa yang saya bagikan dalam artikel ini bisa juga menjadi penyemangat bagi pembaca yang ingin kuliah ataupun penelitian di Taiwan dan juga bisa jadi menjadi sumber inspirasi tentang apa yang bisa baktikan kepada Indonesia, kepada kampus di Indonesia yang memberi kesempatan untuk Post-Doct dan juga kepada kampus yang menerima di Taiwan.

2017 YANG INDAH

Pada tahun ini banyak sekali perubahan yang saya alami dan saya sangat bersyukur bisa melewatinya dengan baik. Pada 28 Februari 2017 saya menyelesaikan S3 dari Prancis dan kembali ke Indonesia. Niat saya kembali ke Indonesia adalah bercita-cita untuk mengajar di UGM karena saat itu ada pembukaan lowongan Dosen Tetap Non PNS. 

Cita-cita ini berubah saat saya ingin mendapatkan Letter of Recomendation dari salah satu mantan kepala Lab saya di Fapet IPB, dimana beliau meminta saya mengurungkan niat ke UGM dan melamar ke IPB saja karena IPB juga akan membuka lowongan yang sama. Pada akhirnya saat saya pulang ke Indonesia, meskipun lowongan ini tidak ada, tetapi saya menjadi dosen kontrak di IPB selama beberapa bulan dan saya juga menjalaninya. 

Di pertengahan tahun 2017  saya mendapatkan Tawaran untuk mengajar di UNIKA ATMAJAYA Jakarta sebagai dosen tetap, meskipun saya menyampaikan ke panitia seleksi bahwa saya masih terikat kontrak dengan IPB hingga 31 desember 2017 tetapi mereka tetap mau menunggu hingga kontrak saya selesai. 

Sayang pada Akhirnya saya memilih tidak lanjut di UNIKA ATMAJAYA karena Mata Kuliah yang harus saya ampu tidak sesuai dengan apa yang sudah saya kerjakan hingga S3. 

Pada saat itu saya masih berfikir sangat Ideal sebagai lulusan S3 baru. Juga pada tahun yang sama ada ujian CPNS, tetapi sayangnya Fakultas Peternakan IPB tidak mendapatkan jatah Dosen dari KEMENRISTEK DIKTI sehingga saya tetap menjadi pegawai kontrak hingga akhir 2017.

AWAL CERITA TAIWAN

Pada tanggal 15 November 2017, Delegasi dari Taiwan promosi kerjasama dengan IPB. Saat itu saya datang ke pertemuan delegasi karena saya dapat informasi dari kolega saya di Taiwan bahwa tim dari kampus merekalah yang datang ke IPB untuk menawarkan kerjasama internasional yang disebut dengan  "New Southbound Policy" oleh pemerintah Taiwan yang di dalamnya terdapat tawaran Post Doctoral. 

Delegasi dari Taiwan datang untuk mempromosikan di bidang Animal Science and Biotechnology dan juga Food Science. Memperhatikan presentasi yang diberikan, saya sangat termotivasi dan berniat mengambil kesempatan ini untuk memulai pengalaman hidup baru lagi. Ibarat gayung bersambut, saat pertemuan antara Dekan Fakultas Peternakan IPB dan dekan Fakultas Pertanian Tunghai University, saya sampaikan niat saya untuk melamar Post-Doctoral. 

Pimpinan delegasi dari Taiwan sangat senang dan meminta saya untuk melengkapi semua berkas yang diperlukan. Karena begitu hangatnya pertemuan tersebut, maka saya diminta oleh Dekan Fapet IPB untuk mengenalkan seluruh fasilitas Laboratorium dan fasilitas Lapangan yang dimiliki kepada delegasi Taiwan. 

Selama saya mendampingi delegasi melihat lihat fasilitas fasilitas kampus, kami sangat banyak bercerita tentang kehidupan kampus IPB dan Tunghai University, sehingga dengan suasana percakapan yang santai saya yakin bahwa saya akan mendapatkan beasiswa Post Doctoral ini.

Gambar 1. Pertemuan Dekan Fakultas Peternakan IPB dan Dekan Fakultas Pertanian Tunghai University

Akhirnya pada pertengahan bulan Desember 2017, apa yang dicita-citakan pun datang dengan pengumuman bahwa Beasiswa yang saya lamar diterima dan saya berhak atas beasisawa Post-Doctoral selama 1 tahun penuh. 

Petualangan baru pun segera dimulai dan kesabaran yang saya lakukan akhirnya membuahkan hasil. Saat itu saya menerima pengumuman dan kemudian disusul dengan Letter of Invitation dari Tunghai University. Langkah berikutnya yang saya lakukan adalah mengurus visa sebagai peneliti ke Taiwan Economic and Trade Office (TETO)  yaitu kantor perwakilan Pemerintah Taiwan di Jakarta. 

Semua proses pembuatan visa saya jalani dengan cepat meskipun staf lokal TETO ini sangat tidak ramah terhadap saya dan juga kepada teman teman yang lain yang juga sedang mendaftar visa TKI ke Taiwan. Selama pengurusan VISA, saya hanya berfikir apakah nantinya saya akan mengalami hal yang sama (ketidak ramahan ) setelah saya tiba di Taiwan. Setelah setahun di Taiwan, pelayanan kantor pemerintah sangat jauh berbeda dengan apa yang saya alami di TETO jakarta. 

Hal ini merupakan salah satu kejelekan pertama yang bisa saya bandingkan antara Indonesia dan Taiwan. Proses pembuatan VISA sebenarnya tidak memakan waktu banyak, hanya sekitar 1 minggu setelah berkas lengkap VISA sudah pasti terbit. 

Adalagi proses pembuatan VISA yang hanya butuh waktu 3 hari tetapi konsekuensinya adalah dengan harga yang lebih mahal. Jalur cepat ini juga termasuk jalur resmi di TETO, meskipun saat yang sama ada juga orang yang menawarkan pengurusan VISA kepada saya dengan jalur cepat dan biaya 2x lebih mahal di kantor tersebut. 

Keberangkatan ke Taiwan

Setelah semua proses administrasi dijalankan, saya harus menunda keberangkatan ke Taiwan karena saya harus menyelesaikan tahun ajaran yang sedang berjalan di IPB. Rencana awal adalah berangkat pada minggu kedua january, tetapi mundur hingga tanggal 27 Maret 2018. Komunikasi yang baik dengan pihak Tunghai University saya bangun sehingga mereka maklum akan tugas yang harus saya kerjakan dan selesaikan di IPB hingga tahun ajaran selesai. 

Sebenarnya, didalam sistem penerimaan beasiswa post doctoral ini, pihak Taiwan menghitung 1 tahun beasiswa adalah dari tanggal 1 january hingga 31 desember pada tahun yang sama. 

Oleh karena itu, jatah saya untuk beasiswa setahun penuh menjadi berkurang karena saya menunda keberangkatan.  Meskipun demikian pada akhirnya saya berangkat juga dan hari ini tepat setahun saya di Taiwan. Alangkah bahagianya hati ini sehingga saya menuliskan artikel ini.

Teman seperjuangan

Dalam periode yang sama, sebenarnya IPB mencalonkan dua kandidat untuk Post-Doctoral ke Taiwan. Salah satunya saya dan satu lagi adalah alumni S3 dari IPB bernama Dr. Muhsinin yang juga seorang Dosen Perguruan Tinggi Negeri dari NTB. Saya mengurus semua berkas kesiapan ke Taiwan memang lebih dahulu dari teman tersebut karena dia sedang proses persiapan ujian doktor nya pada saat itu di IPB. 

Hingga saya berangkat ke Taiwan, beliau belum sempat mengurus syarat administrasi yang diperlukan oleh TETO Jakarta. Saya sangat berharap sebenarnya beliau bisa berbarengan dengan saya berangkat ke Taiwan meskipun kami akan ditempatkan di Perguruan Tinggi yang berbeda di Taiwan. Pada akhirnya, Dr. Muhsinin tidak melanjutkan program Post-Doctoralnya ke Taiwan karena alasan keluarga yang tidak perlu saya jelaskan diartikel ini. 

Pandangan pertama di Taiwan

Kalau bisa dibilang, saya adalah orang yang sangat beruntung karena saya mendapatkan profesor yang sangat baik di Taiwan. Meskipun dia berumur satu tahun lebih muda dari saya, tetapi orangnya sangat dewasa, ramah dan ringan tangan. 

Saya sangat dibantu untuk mencarikan tempat tinggal yang dekat dengan kampus, dan juga memberi dana talangan untuk DP apartemen yang akan saya tempati di Taiwan. Perjalanan saya ke Taiwan mengulang memory saya saat dulu pertama kali saya keluar negeri yaitu Prancis. Saya sangat bahagia, saya tidak menyangka akan sekolah ke luar negeri lagi. Bagi saya ini adalah kesempatan kedua yang diberikan-Nya kepada saya untuk tinggal di negeri orang. 

pasar-malam-5c9b498e95760e2596663a92.jpg
pasar-malam-5c9b498e95760e2596663a92.jpg

Gambar 2. Jalan jalan di Pasar Malam (Fengchia Night Market)

Pesawat yang saya pakai ke Taipei adalah Thai Airways. Penerbangnnya harus transit ke Bangkok dari Jakarta sebelum lanjut ke Taipei (Taoyuan International Airport). Sesampainya di Taipei, kota Taichung dimana universitas tujuan saya berada lumayan jauh, sehingga saya memintta bantuan kepada pengelola  apartemen untuk mencarikan mobil rental yang bisa membawa saya langsung dari bandara ke apartemen tempat saya akan tinggal. 

Hal ini juga menarik bagi saya karena pengelola apartemen saya tinggal bersedia mencarikan mobil rental buat saya dan membayar terlebih dahulu biaya dari mobil rental tersebut. Sesuatu yang belum pernah saya rasakan di Indonesia. Biaya mobil rental ini adalah sekitar Rp. 600ribu (1300 NTD) dan saya rasa harga ini tidak mahal. 

Di Bandara Taoyuan, saya masih belum merasa aneh atau merasa di luar negeri, tetapi setelah saya ke Tourist Information Center baru saya merasakan bahwa saya di Negeri Formosa Taiwan.

Supir mobil rental yang akan saya pakai tidak bisa berbahasa inggris dengan baik sehingga saya ke Tourist Information  Center untuk minta bantuan mereka menelepon supir dan menjumpai saya di Touris Information Center. Petugas nya sangat ramah dan membantu sesuai dengan apa yang saya minta sehingga supir bisa bertemu saya di Tourist Information Center. Tak disangka, mobil yang saya sewa adalah marcedes benz seri E. 

Senangnya hati ini karena dapat fasilitas wahhh... barang barang dibawain dan pintu dibukain untuk masuk ke dalam mobil. Si supir tidak tahu bahwa di Indonesia saya hanya naik sepeda motor dan bukan penikmat fasilitas kelas tinggi dan juga penampilan saya saat itu sangat biasa saja jauh dari tampang orang gedongan. Tetapi yang mau saya sampaikan adalah bahwa supir tersebut tetap bersikap ramah meskipun kelihatannya saya bukan bergaya pejabat atau pengusaha besar. 

Sepanjang perjalanan saya melihat sisi kiri dan kanan jalan tol, saya juga melihat kualitas jalan tol yang ada, saya sangat kagum, jalan tol yang kami lintasi sangat bersih dan rapi. Awalnya dibenak saya adalah betapa kayanya Taiwan ini sehingga jalan tol pun diberikan gratis kepada rakyatnya. 

Tetapi setelah beberapa bulan berlalu saya baru tahu bahwa meskipun di jalan tol tidak terlihat gerbang tol, akan tetapi ada semacam sensor yang mendeteksi mobil yang masuk dan keluar dari jalan tol dan tagihannya akan diambil dari account yang kita punya. Sungguh ini sesuatu yang berbeda dengan indonesia dimana pengendara mobil masih harus mengantri dipintu masuk dan keluar jalan tol untuk sekedar menempelkan e-toll. 

Waktu yang dibutuhkan dari bandara hingga ke apartemen saya adalah sekitar 2.5 jam perjalanan dengan kecepatan mobil sekitar 100km/jam. Perjalanan yang tidak terlalu membosankan karena banyak pemandangan yang unik bagi saya sepanjang jalan. Setelah saya sampai di apartemen, saya disambut oleh pengelola dan pengelola menjelaskan seluruh peraturan yang berlaku dan tanda tangan kontrak sewa apartemen selama 1 tahun, tetapi pembayaran sewa dilakukan setiap bulannya. 

Yang berbeda dengan apartemen yang saya tempati dengan kos kosan yang ada di Indonesia adalah, keamanan yang terjamin. Setiap lantai dan lorong di apartemen saya terdapat cctv, di depan pintu masuk, kita harus menekan kode pintu atau menempelkan kartu untuk bisa membuka pintu masuk. 

Kebetulan apartemen yang saya tempati adalah apartemen untuk mahasiswa internasional dengan harga 6000 NTD/bulan. Yang berbeda lainnya adalah uang kos dibayarkan melalui supermarket (7 eleven) dengan membawa tagihan yang sudah ditempelkan dipintu kamar setiap tanggal 1-5 setiap bulannya. 

Jalan jalan

Saya sebenarnya bukan type orang yang suka jalan jalan, tetapi selama dua bulan keluarga saya mengunjungi saya di Taiwan, kami selalu menikmati  setiap weekend untuk keliling kota Taichung dan juga kota lainnya di Taiwan. 

Semua sistem transportasi sangat mudah di akses disini, baik itu Bus dalam kota dan antar kota, maupun dengan kereta. Semuanya sangat mudah diakses karena sudah ada aplikasi yang siap untuk diunduh. Jikapun belum memiliki aplikasi khusus maka geogle map sangat membantu mobilitas jika ingin jalan jalan di Taiwan. 

Di kota Taichung, 10 km pertama adalah gratis naik bus umum, tetapi setelah 10 km, maka akan ada kena biaya sekitar Rp 1.000/stasiun (2NTD) dan kita bayarkan dengan e-money. Hal ini (gratis) tidak berlaku di kota Taipei ibukota Taiwan dan hal ini pasti tidak bisa kita temukan di Indonesia. 

Bus umum yang saya naiki sangat bagus kualitasnya, bersih dan AC selalu nyala. Terkahir saya naik Bus Transjakarta jika dibandingkan maka bus diTaiwan ini jauh lebih baik. Akan tetapi ada satu hal yang saya tidak suka, yaitu supir bus di Taiwan ini mirip mirip dengan supir ugal ugalan di jakarta yang bawa bus Zombi.

jalan-jalan-5c9b47589715945d2606c232.jpg
jalan-jalan-5c9b47589715945d2606c232.jpg

Gambar 3. jalan jalan ke Rainbow village

Kegiatan bersama mahasiswa Indonesia

beberapa hari setelah saya di Tunghai Univesrity, saya bertemu dengan dua orang mahasiswa Indonesia yaitu Ibu Ika Komuna (mahasiswa S3), seorang dosen dari Sulawesi Selatan dan dan Adi Kusmayadi (mahasiswa S2) lulusan dari POLBAN Bandung.  

Sebelum bertemu, sebelumnya saya sudah kenal dengan Adi karena dia adalah pengurus PPI Taiwan (Perhimpunan Pelajar Indonesia) dan saat ini Adi sedang kampanye untuk pemilihan ketua PPI Taiwan yang baru (semoga sukses ya). 

Jumlah mahasiswa Indonesia di Tunghai University ini lumayan banyak yaitu sekitar 100 orang tetapi mahasiswa S1 lebih mendominasi. Mahasiswa S2 dan S3 hanya sekitar 10 orang dan seperti biasa, karena mahasiswa S1 biasanya umurnya jauh lebih muda, maka pertemuan mahasiswa S1 dengan pascasarjana terpisah. Oleh karena umur juga saya jadinya memilih berkumpul dengan mahasiswa S2 dan S3. 

Kegiatan yang sering kami lakukan adalah makan malam bersama setiap hari jumat malam, dan juga kami sering belanja kebutuhan sehari hari bersama sama. Kami juga sering ke Pusat kota Taichung hanya untuk sekedar jalan jalan dan makan di rumah makan Indonesia.

Dalam beberapa kesempatan juga mahasiswa internasional lainnya diundang dalam acara makan malam bersama dengan mahasiswa indonesia sekalian memperkenalkan makanan Indonesia. Pada tahun 2018 mahasiswa muslim juga membuat acara makan makan dalam rangka Idul Fitri dengan mengundang pejabat dari Tunghai University dan juga mahasiswa internasional lainnya baik yang beragama muslim maupun tidak. 

Saya sangat senang melihat kekompakan yang tinggi antar sesama mahasiswa Indonesia di kampus ini. Hal yang sama tidak dapat saya rasakan selama saya S3 di Prancis, karena satu kampus saya tidak ada mahasiswa Indonesia dan juga kampus saya berada di pinggiran kota Paris sehingga saya lebih banyak bergaul dengan kenalan yang bukan mahasiswa.

makan-makan-5c9b4577cc528374833e0e23-5c9b5a883ba7f74f2c4708a3.jpg
makan-makan-5c9b4577cc528374833e0e23-5c9b5a883ba7f74f2c4708a3.jpg

Gambar 4. Acara masak masak Mahasiswa Indonesia

Kegiatan akademik kampus

Semenjak saya sampai di Tunghai University, saya diminta untuk memperkenalkan Indonesia, IPB, dan diri saya sendiri serta kemampuan yang saya miliki didepan dosen dosen satu departemen dengan saya yaitu Departemen of Animal Science and Biontechnology. Saya juga diminta untuk membantu menganalisa data mahasiswa dan juga data dosen lainnya.

Saya juga diminta untuk menulis artikel ilmiah diluar pekerjaan yang harus saya kerjakan. Akan tetapi hal itu tidak sulit saya lakukan karena sebelumnya juga sudah saya lakukan di IPB. Pada titik ini saya sangat beruntung karena yang ditanyakan kepada saya masih pada level yang masih saya kuasai. 

Karena saya sampai di Taiwan pada pertengahan semester, sehingga saya tidak terlibat dalam pengajaran, tetapi saya diminta untuk memberikan kuliah umum tentang produksi ternak babi di Indonesia. Hal ini saya kerjakan dengan baik karena ini merupakan bidang keahlian saya di Indonesia. Pada semester berikutnya saya diberi tanggung jawab untuk mengajar presentasi karya ilmiah dalam bahasa inggris.

Kegiatan akademik lainnya dimana saya diminta terlibat untuk menjalankannya adalah pelaksanaan Summer Course 2018. Menurut panitia, ini adalah Summer Course yang dilakukan pertama kali di Fakultas Pertanian. Sehingga panitia dari Tunghai University masih agak canggung dalam melaksanakannya. 

Saya juga beruntung karena sebelumnya di IPB saya pernah berpengalaman menjadi panitia summer course dan pengalaman itu juga saya bagikan dengan panitia summer course yang ada di Tunghai University. Summer course 2018 mendapat penghargaan yang baik dari Dekan, dimana peserta sesuai target, dan dalam pelaksanaannya tidak mengalami kendala yang berarti. salah satu masalah yang kami temui dan sangat krusial adalah saat panitia dan pihak catering mengalami miskomunikasi. 

Panitia yang sejak dari awal sudah saya ingatkan untuk menyiapkan makanan yang tidak mengandung babi (dengan memberi kartu halal) atau seharusnya memberikan makanan vegetarian, tetapi nyatanya suatu kali mereka menyiapkan makanan yang mengandung babi, meskipun  ada sebagian mahasiswa pada akhirnya memakan makanan itu karena tidak sadar dan ada juga mahasiswa yang lain sadar setelah memakannya. 

img-20180815-wa0005-5c9b353c3ba7f7766a0489b3.jpg
img-20180815-wa0005-5c9b353c3ba7f7766a0489b3.jpg

Gambar 5. Peserta Summer Course dari IPB

Kegiatan akademik lain yang dilakukan adalah dengan mengundang pembicara dari IPB bogor untuk mempresentasikan keahlian mereka dibidang masing masing. Dua orang pembicara dari dosen IPB adalah Prof. Dr. Muladno dari Fakultas Peternakan dan Dr. Azis Boeing Sitanggang dari Teknologi Ilmu Pangan.  

Kedua pemicara mendapatkan sambutan yang baik dari pihak kampus karena ilmu yang dibagikan memang belum begitu diterapkan di kampus ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan saat perpisahan dan diharapkan bisa datang kembali sebagai dosen tamu dengan waktu yang lebih panjang.

Kegiatan extra kampus

Kegiatan extra kampus yang saya maksud adalah kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan status Post-doctoral saya. Pada bulan November 2018 sebuah Tim dari Kabupaten Nias Selatan datang ke Taiwan atas prakarsa saya dan pemilik yayasan sekolah menengah pertanian di Nias Selatan. Kedatangan tim ini ke Taiwan adalah untuk mendapatkan kesempatan beasiswa S1 ke Taiwan dan juga untuk mendapatkan bimbingan teknis tentang manajemen peternakan di sekolah yang didirikan di Nias Selatan oleh Yayasan Peduli EduKasih. 

Pada kesempatan itu saya juga membawa delegasi ini untuk mengunjungi Museum Natural Science dan juga Museum Seni serta ke daerah Konservasi hewan air di pinggir Laut Taiwan dengan tujuan memberikan inspirasi bagi mereka tentang hal apa yang penting untuk dikembangkan suatu hari kelak di Nias Selatan. 

Saya sangat senang akan pertemuan ini, karena pemilik yayasan merasa sangat beruntung bisa datang dan berkunjung ke kampus saya dan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa dari kampus dan juga mendapatkan banyak inspirasi. 

nias-selatan-5c9b4559cc52832b822840e4.jpg
nias-selatan-5c9b4559cc52832b822840e4.jpg

Dambar 6. Mendampingi delegasi Yayasan Peduli Edukasih dari Nias Selatan

dikti-5c9b46d295760e5d91572832.jpg
dikti-5c9b46d295760e5d91572832.jpg

Gambar. 7. Mendampingi delegasi KEMENRISTEK DIKTI dari berbagai universitas di Indonesia 

elaine-5c9b49363ba7f722d2570e24.jpg
elaine-5c9b49363ba7f722d2570e24.jpg

Gambar 8. Mengunjungi salah satu teman yang bekerja sebagai peneliti angsa

Seminar nasional dan Internasional

Selama satu tahun yang lewat, saya telah mengikuti satu kali semianar nasional dan satu seminar internasional yang dilaksanakan di Taiwan. Dalam dua kesempatan tersebut saya mempresentasikan apa yang telah saya kerjakan selama 7 bulan di Taiwan. 

Meskipun pekerjaan saya belum final hasilnya, namun sudah bisa memberikan gambaran umum hasil akhir yang akan didapat. Ada hal yang menarik yang saya lihat dalam pelaksanaan seminar nasional di taiwan ini. Khususnya dibidang peternakan yang saya ikuti. 

Ditengah tengah acrara seminar, ada slot waktu untuk panitia mengumumkan pemenang penghargaan terbaik dalam kategori kategori di bidang peternakan yang sudah ditetapkan oleh panitia. 

Hal kedua yang menarik adalah dalam buku kumpulan abstrack yang diberikan kepada peserta terdapat laporan keuangan pelaksanaan seminar tersebut. Hal ini tidak lazim saya temukan di Indonesia. Menurut saya transparansi keuangan oleh panitia pelaksana seminar sangat patut dihargai dan ditiru di Indonesia. Seminar ini dilakukan oleh assosiasi ahli ilmu peternakan se-Taiwan dan dilakukan secara rutin setiap tahun pada bulan desember.

ipb-5c9b43afcc52835ab57e4c22.jpg
ipb-5c9b43afcc52835ab57e4c22.jpg

Gambar 9. Bersama Rektor IPB dalam Global Forum 5th GEAR-UP di NCHU, Taiwan

Masa akhir kontrak

Diakhir bulan Desember, dimana seharusnya kontrak saya berakhir, saya ditawarkan untuk melanjutkan posisi saya untuk 6 bulan berikutnya dengan alasan pertama sebelumnya saya memulainya agak terlambat sehingga tidak penuh satu tahun dan alasan kedua karena pekerjaan saya juga memang belum sepenuhnya selesai. 

Tanpa berfikir panjang saya lansung menerima tawaran ini karena saya juga tidak terikat dengan kontrak lain. Status saya di IPB juga tidak lagi sebagai pegawai kontrak karena sejak saya berangkat ke Taiwan honor saya juga dhentikan. 

Saya juga berfikir bahwa perpanjangan kontrak selama 6 bulan di Taiwan tidak akan mengganggu jalannya perkuliahan di Lab asal saya di IPB karena tahun sebelumnya juga sudah bisa ditangani meskipun saya tidak ada. 

Dengan berbagai pertimbangan itu maka diajukanlah perpanjangan kontrak ke kementrian pendidikan Taiwan untuk lanjut di Tunghai University hingga bulan july yang akan datang. Pihak Tunghai University juga merasa beruntung karena saya bisa menginisiasi beberapa kegiatan lain di kampus dan juga saya bisa menjadi penyambung komunikasi anatara Taiwan dan beberapa pihak di Indonesia.

Dilema selama study post-doctoral

Hidup memang tidak selalu enak, kadang di satu titik kita anggap bahwa kita sangat beruntung, kadang dititik lain kita anggap hidup kita penuh dengan cobaan. Hal yang sama juga saya alami berkali kali, tetapi pada masa study post doctoral ini saya mengalami masa dilema berat sekali saja. Inilah yang terjadi dimasa masa akhir study post doctoral saya, dimana saat saya sudah memutuskan untuk melanjutkan Post-Doctoral selama enam bulan dan telah menandatangani kontrak 6 bulan di Tunghai University, beberapa saat kemudian ada informasi dari IPB bahwa ada pengangkatan Dosen Tetap Non PNS. 

Setiap peserta yang bisa mendaftar harus memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan harus berada di IPB saat ujian seleksi dan juga harus memiliki beban mengajar sebanyak 4 sks selama satu semester dan tidak boleh tinggal di luar negeri lebih dari tiga bulan. 

Di saat seperti ini, otak saya dipaksa bekerja keras apakah saya harus pulang ke Bogor untuk mengikuti ujian, ataukah tidak pulang ke bogor dengan menyelesaikan kontrak 6 bulan yang sudah saya tanda tangani sebelumnya. Jika saya tidak pulang ke bogor, maka posisi saya sebagai pegawai kontrak tidak akan bisa dilanjutkan lagi karena akan diisi dosen tetap yang lain. 

Hidup memang tentang memilih, tidak bisa memiliki semuanya yang kita mau. Pada titik akhir dimana tidak ada lagi celah untuk mempertahankan keduanya, maka saya memutuskan untuk menyelesaikan kontrak saya di Tunghai University dengan baik dan sesuai dengan yang sudah saya tanda tangani sebelumnya. Saya tidak kecewa, meskipun saya saya berangkat bawa nama IPB tetapi pulang tidak bisa lagi ke IPB. Mudah mudahan bisa tetap menjadi orang yang beruntung. Kata pepatah "orang beruntung lebih baik daripada orang pintar".

Rencana kedepan

Melihat perkembangan yang begitu pesat, dan juga melihat ada kesempatan yang tersumbat tetapi ada juga yang terbuka, saya tetap optimis akan masa depan yang akan saya lalui. Tawaran menjadi dosen di universitas swasta sudah ada, lowongan beasiswa post doctoral lainnya masih terbuka, rencana menjadi konsultan peternakan sedikit terbuka dan mungkin peluang di organisasi non goverment (NGO) juga bisa dicoba. 

Semua peluang yang saya sebutkan diatas akan saya pilih pada saat masanya tiba. Berbagai kegiatan non komersial juga saya lakukan beberapa kali dengan balik ke Indonesia melakukan pelatihan dan juga mengelola blog ilmu ternak babi. Mudah mudahan dengan pendidikan dan pengalaman yang saya lalui bisa menjadi modal saya manapaki hidup kedepan yang lebih baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun