Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Selubung Mahar Pembelian Pengantin

4 Januari 2018   12:05 Diperbarui: 5 Januari 2018   18:50 1943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Setelah mempublikasi artikel saya kemarin yang berjudul "Persetujuan, Syarat Mutlak Hubungan Seksual Mutual", saya mendapat tanggapan dari adik saya, komentator andalan saya "Ini susah buat pemikiran orang Indonesia, setelah menikah orang menganggap istri jadi milik suami."

Mendengar tanggapannya, seketika itu juga muncul kilasan pengalaman saya 5 tahun lalu saat masih bekerja sebagai dokter PTT di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Seorang pasien perempuan datang ke UGD dengan kepala berdarah. Ini adalah kali ketiga dia datang, dua kedatangan sebelumnya dia mengalami memar dan tidak membutuhkan jahitan. Kali ini, kulit kepalanya robek kira-kira 5 cm di sekitar pelipis. 

Dia baru saja dilempar setrika oleh suaminya, saat menghindar kepalanya membentur kipas angin lalu pinggir meja. Kunjungan sebelumnya, dia dipukuli dengan batang kayu. Ia datang sendirian.

Sambil menjahit lukanya, saya bertanya kepadanya "Mau sampai kapan seperti ini?" Dia terdiam beberapa saat lalu menjawab dengan jawaban yang tidak pernah saya sangka dan tidak akan saya lupakan "Saya sudah lunas (dibayar maharnya), Dok."

Setelahnya saya berbincang dengan para perawat yang orang Papua asli dan mereka mengatakan bahwa yang dikatakan pasien tadi bukanlah pemikiran yang absurd. Dengan logat Papua yang kental mereka menjelaskan:

"Kita di sini begitu sudah Dok. Asal sudah lunas dibayar ya sudah keluarga perempuan tidak boleh urus lagi. Terserah suaminya mau apakan dia."

Adat pernikahan warga Papua ternyata sangat rumit, menurut ukuran saya, khususnya dalam perkara mas kawin. Nilai dan bentuk mas kawin didiskusikan secara serius oleh kedua belah pihak sampai terjadi kesepakatan, mempertimbangkan kondisi fisik, tingkat pendidikan dll dari calon mempelai wanita. 

Mas kawin di pernikahan warga Papua bisa berupa binatang, senjata, perhiasan atau benda berharga lainnya. Tetapi juaranya yang katanya paling mahal adalah Kain Timor. Selembar Kain Timor ini harganya bisa mencapai ratusan juta. 

Saya belum pernah melihat bentuk Kain Timor tetapi menurut kabar yang beredar, bentuknya sama sekali tidak mencerminkan barang senilai ratusan juta, biasanya sudah lusuh karena merupakan kain yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Kesepakatan soal mas kawin ini banyak menimbulkan permasalahan. Bila tidak mencapai kesepakatan, pernikahan bisa batal. Bila sudah sepakat tetapi keluarga mempelai pria tidak sanggup melunasi, mempelai jadi kawin lari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun