Mohon tunggu...
Samuel Partogi Simanjuntak
Samuel Partogi Simanjuntak Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa di SMA Unggul Del - Peminatan Ilmu-ilmu Sosial

Self-concept. From elementary school until now, counseling classes have always guided me in forming my self-concept. In high school, my self-concept was formed from every activity that channeled my potential. My leadership skills were trained from simple to complex activities. I decided to become a dorm room coordinator who led all the room members. I was also often appointed as a leader in various group projects, committee coordinators, leading consignments, club coordinators, leading student research teams and leading various external student school activities. Leading these activities can shape my leadership spirit and equip me to survive university life later. Social research and entrepreneurship are my chosen extracurriculars. My passion for research is why I chose social research. Here I was guided to be able to write works, be sensitive to the social environment, think critically and scientifically. A skillful person who cares about the environment is formed here. In the entrepreneurship club, I was required to be able to design business ideas, segment the tastes of the school community, financial analysis, SWOT, and business risks. The ability to think systematically and recognize opportunities is formed with this. To strengthen my nationalism and patriotism, I also took national insight classes as an effort to recognize and study my nation's identity. I also played an active role in socio-cultural activities by joining a bible study community, school volunteer membership to distribute food and clothing to institutions in need, and committee work for arts and cultural events organized by the student council. Honing the art of speaking, time management, teamwork, and educating younger siblings is reflected in my participation in the school orientation period committee, PRABU or Program Adaptasi Budaya Unggul. These various activities shape my character who cares about the environment, religious, loves culture, is generous and has noble character.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Karya Juara 1 Artikel Feature Jurnalistik FLS2N 2024 Tingkat Kabupaten Toba | "Menilik Butiran Mutiara di Pesisir Danau Toba"

19 Mei 2024   20:26 Diperbarui: 26 Mei 2024   15:25 1756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Panorama Danau Toba dari Atas Meat (Sumber: Arsip Penulis)

"Karya Juara 1 Artikel Feature Jurnalistik FLS2N 2024 Tingkat Kabupaten Toba | Menilik Butiran Mutiara di Pesisir Danau Toba"

Karya: Samuel Partogi Simanjutak

Asal: SMAS Unggul Del

Tunggu, jangan terkejut! Memang cukup mustahil melihat butiran mutiara di pesisir air tawar. Ya, ini hal yang abnormal. Mana mungkin mutiara dari kerang yang habitatnya di air asin dan biasanya dirangkai menjadi perhiasan bertaburan di pesisir Danau Toba. Lagipula, jika mutiara yang ini diminta memilih antara unjuk kilau atau unjuk talenta, dengan lantang mutiara ini akan menyahut untuk unjuk talenta.

Cerita ini datang dari “butiran mutiara” alias anak-anak memesona dengan segudang talenta yang tinggal di salah satu desa di pesisir Danau Toba, Desa Meat. Bagaimana tidak, anak-anak di sini dapat diadu kebolehannya meskipun tinggal di daerah terpencil. Uniknya lagi, tangan emas mereka ini dipergunakan untuk memperkenalkan budaya batak di berbagai acara lokal dan kompetisi nasional hingga perhelatan internasional, seperti Poweboat F1H2O World Champion, Meat Arts Festival, Seribu Tenda Meat, dan lainnya.


Desa Meat terletak di Kec. Tampahan, Kab. Toba, Prov. Sumatera Utara. Kehidupan desa kecil ini berdampingan dengan ketenaran panorama Danau Toba. Keelokan danau tekto-vulkanik terbesar di Indonesia dengan panjang 100 km dan lebar 30 km ini menjadikan Desa Meat salah satu destinasi primadona para turis karena menyimpan kepingan surga. Betul saja, perjalanan menuju desa ini cukup sulit. Saya harus melewati jalan curam dan licin karena cangkang para mutiara ini berada tepat di balik Dolok Tolong  (dalam bahasa Batak berarti bukit), salah satu ikon alami Toba. Beruntungnya, mata saya dimanjakan keindahan bentangan alam Danau Toba dengan terpaan angin sejuk sembaring menaiki motor.

Di kanan, terlihat turis bak lautan memenuhi pesisir pantai menikmati deru angin dan gulungan gelombang air danau terpecah di bibir pantai. Di kiri, terlihat paparan sawah-ladang dan layangan menghiasi langit serta jejeran kombinasi Ruma Bolon (rumah adat Batak Toba). Lalu-lalang masyarakat dengan kesibukan masing-masing menghidupkan gelora Desa Meat.

Sekitar 26 menit diperjalanan dengan jarak tempuh 12 km dari Kota Balige, tibalah saya di desa para mutiara tersebut. Saya langsung menemui salah satu narasumber yang bernama Wulan Sihombing. Ia adalah salah satu senior pada komunitas yang menaungi Sanggar Tari Meat, tempat kunjungan pertama saya.

Foto Saya, Wulan (Narasumber), Plakat RKI, dan PT Inalum (Persero) di depan Bangunan Sanggar Tari Meat (Sumber: Arsip Penulis)
Foto Saya, Wulan (Narasumber), Plakat RKI, dan PT Inalum (Persero) di depan Bangunan Sanggar Tari Meat (Sumber: Arsip Penulis)

Bersama Wulan dan anak-anak lainnya, saya bergegas menuju Sanggar Tari Meat yang berada tepat di pesisir Danau Toba. Tempat ini sudah berdiri sejak 2018. Awalnya, komunitas tari ini dibentuk atas inisiatif para pemuda di sana, tetapi belum ada sarana dan prasarana pendukung apa pun. Bahkan, mereka masih berlatih di atas butiran pasir di pesisir pantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun