Mohon tunggu...
sampe purba
sampe purba Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Insan NKRI

Insan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ambon Manise, Here I come (Again)"

25 November 2018   19:33 Diperbarui: 25 November 2018   20:01 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"This Plane will land with  maximum brake", demikian Sang Kapten Pilot mengumumkan menjelang mendarat di Bandara Pattimura, Ambon. Rupanya Ambon sedang berbenah memperpanjang landasan pacu untuk meningkatkan kapasitas bandara seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pergerakan masyarakat dan turisme di wilayah Timur. Pesawat mendarat mulus, sesuai janji sang Kapten Pilot yang menenangkan penumpang dari ruang kokpit, walau hanya sebagian landasan yang digunakan.

Ambon adalah kota romantis -- demikian kesan saya -- ketika pertama sekali menginjakkan kaki di kota ini tahun 1996 yang lalu. Menatap teluk Ambon di senja hari dari bukit Patung Martha Tiahahu - pahlawan wanita belia berusia 17 tahun yang cekatan memainkan tombak, melontarkan batu, hingga tinju melawan Belanda dalam pertempuran di keganasan gelombang laut -- adalah spot terbaik menikmati bias rona matahari senja ditimpa bayangan rumah rumah tebing pebukitan serta perahu yang kembali ke pelabuhan. Tidak kalah dari panorama Hong Kong Victoria Peak, seperti terlihat dalam filem filem Kung Fu Jet Li atau Jacky Chan. Kehidupan malamnya lebih meriah lagi. Setiap caf menyajikan live music dengan penyanyi penyanyi handal. Rasanya di Ambon ini, semua orang adalah penyanyi bersuara emas, hanya beda beda tipis dengan Broery, Bob, atau Rosa. Teman saya secara bercanda bilang, orang Ambon sejak dari kandungan Mama so pintar manyanyi. (Agak beda dengan orang Batak, yang sebagian memulai karier bernyanyinya dari pakter tuak).

Akhir Tahun 2003 saya datang lagi, karena tugas terkait bagi hasil migas di Pulau Seram yang meminta pemekaran wilayah. Suasananya beda. Mencekam. Saya tanya Pak Gubernur Penguasa Darurat Sipil waktu itu bapak Sinyo Sarundajang, apa kiatnya untuk dapat diterima masyarakat yang terbelah oleh peperangan sipil berbau agama yang diimpor provokasi manusia manusia liar dari  luar Ambon. Beliau bilang, sentuhlah Ambon dengan hatinya. Niscaya luluh. Perdamaian abadi yang diarsiteki Bapak Jusuf Kalla dengan perjanjian Malino, akhirnya secara perlahan merajut kembali persaudaraan yang sempat terkoyak itu. Untuk napak tilas, tahun lalu saya ke Malino, dataran tinggi sejuk yang dikelilingi hutan cemara di Kabupaten Gowa di timur Makasar. Tapi tidaklah lengkap kalau belum mengunjungi Ambon kembali.

Kemarin, selepas kunjungan dinas ke Tual -- percepatan program BBM Satu Harga yang diimplementasikan KESDM dengan ujung tombak BPHMIGAS dan Pertamina, sebagai bagian dari progam Nawacita Presiden Jokowi di bidang energi, saya ada kesempatan mampir di Ambon.   Sekalian merekam dari tangan pertama,  kebutuhan nyata  masyarakat serta memastikan ketersediaan bahan bakar minyak, kelistrikan dan sarana pendukung sebagai bagian dari masukan kepada Pimpinan Kementerian ESDM. Menteri ESDM Ignasius Jonan selalu mendorong agar staf pimpinannya turun ke bawah, melihat langsung apa kebutuhan di lapangan. Ambil tindakan. To me, this Minister is really a man of action. Tidak perlu banyak teori. Wayame, Ambon adalah sentra transit Terminal BBM di wilayah Timur yang melayani pulau pulau ke kawasan utara Halmahera, Jayapura hingga jauh ke selatan Yamdena, Saumlaki dan sekitar Merauke. Pilar  gerbang perbatasan Selatan dan Timur Republik Indonesia.

Setelah 15 tahun dari kunjungan terakhir, di mana Maluku Ambon melewati masa sulit dan sejarah suram kerusuhan sosial bermotif SARA, yang mengorbankan darah dan bumi hangus rumah rumah penduduk  - yang sesungguhnya diikat persaudaraan pela gandong yang harmonis - tetapi  terprovokasi oleh aktor-aktor luar berhati maut, pembajak ayat ayat cinta Ilahi, saya berkesempatan merasakan denyut  Ambon yang sekarang. Saya penasaran melihat dengan mata kepala sendiri buah manis perjanjian Malino. Darah NKRI saya bergejolak.

Tempat pertama yang saya tuju adalah Gong Perdamaian Dunia, yang didirikan pasca kerusuhan Ambon di tengah alun-alun kota. Saya beruntung sore itu, serombongan anak-anak SD dipimpin dua orang gurunya berwisata ke sana. Mengambil foto dengan latar gong besar bergambar bendera segala bangsa. Saya ambil seruling. Saya mainkan lagu lagu Nasionalisme. Eh... anak-anak itu langsung berkerumun. Bernyanyi riang menghentakkan kaki. Juga gurunya. "Sorak sorak bergembira, Indonesia Merdeka itulah pusaka kita sampai selama lamanya". Satu anak meminta lagu Jawa. Akh, rupanya orang tua remaja putri kecil ini berasal dari sana. Kami mainkan dua tiga lagu. Saya upload di youtube  spontanitas kegembiraan anak anak ini, sambil tak lupa meminta nomor WA bu guru.

Sekelompok mahasiswa asal Maluku Utara, berjualan bazar untuk event budaya di pelataran patung Pattimura. Mereka galau kalau budaya luar, mengganggu harmoni dan tatanan yang ada. Saya sampaikan kepada mereka, bahwa kita hidup di masyarakat global, harus mampu bersaing dan bersanding. Tidak perlu menutup diri. Kita masuk di era revolusi Industri 4.0. Rupanya mereka terkesan. Meminta saya untuk datang nanti di event malam budaya sekitar Desember ini. Aku tidak janji. Dalam percakapan ringan yang saya videokan, mereka mengapresiasi Pemerintah, serta berharap perhatian yang lebih banyak lagi di bidang infrastruktur ke Indonesia Timur. Mata saya tertawan satu anak gadis yang malu-malu. Rupanya dia aktivis juga, dari akademi kebidanan. Sayangnya, pas interview banyak gugupnya.

Menembus jantung pulau Ambon, saya bermaksud ke Benteng Amsterdam. Benteng peninggalan Portugis yang diambil alih Belanda. Benteng itu strategis, mengawasi pulau Seram, Haruku dan Saparua. Pasca traktat London 1816, wilayah ex Inggeris di Nusantara diserahkan ke Belanda. Saparua adalah asal pahlawan Pattimura, yang menghunus pedangnya melawan  kesemena-menaan pengenaan pajak tanah dan pembatasan pelayaran perahu rakyat. Melihat Belanda yang penuh kemunafikan, malam itu Pattimura mengumpulkan para Raja, Patih dan Kapitan, mengobarkan perang melawan penjajah. Rakyat bersatu, tidak membedakan agama. Bahkan Pattimurapun belum sempat menutup Alkitabnya. Pattimura adalah ex tentara berpendidikan Inggeris yang saleh, melankolis tetapi tegas dan pintar mengorganisasi massa.

Di dekat Benteng Asterdam, terdapat satu gereja tua dan masjid tua. Tahun pendiriannya relatif sama. Di abad keenam belas. Gereja itu sekarang, dipelihara sebagai kawasan cagar budaya. Tidak digunakan lagi. Jemaatnya direlokasi ke sekitar Bandara. Saya bertemu pak Arsad -- pensiunan guru yang mengaku mahir bahasa Inggeris, Belanda dan Italiano, dan saat ini mengasuh beberapa anak untuk khatam Quran. Beliau pengurus masjid tua itu, Masjid Wapaue,  dengan ramah menyambut saya, membawa ke dalam dan menceritakan sejarah masjid. Konstruksinya mirip Masjid Menara Kudus, tetapi beratap rumbia. Beliau mengenang keakraban antar penduduk, sebelum ada kerusuhan. Beliau juga heran, kok bisa begitu. Pak Arsad sangat mengapresiasi Pemerintah yang menyediakan pendidikan dan keamanan. Alhamdulillah, Puji Tuhan Haleluya Saudaraku, demikian beliau memeluk saya dengan hangat.

Di pantai Hunimua, saya bertemu ibu ibu dan bapak penjaja gorengan, jagung rebus dan kelapa muda. Si ibu yang sadar kebersihan, menyodorkan plastik untuk menampung pelepah jagung. Rata-rata omzet mereka di hari biasa Rp. 200 ribuan. Anak anaknya semua bersekolah. Rumah mereka mendapatkan listrik. Fasilitas kesehatan BPJS tersedia, serta BBM cukup. Wajah mereka  bersahaja, namun penuh ucapan syukur.

Sekelompok anak muda juga datang pelesiran. Menenteng gitar pula. Spontan saya ajak nyanyi Maluku Tanah Pusaka. Kami nikmati alunan suara gitar berkolaborasi dengan seruling tua saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun