Mohon tunggu...
Humaniora

Membumikan Pancasila Untuk Persatuan dan Kesatuan Bangsa

9 Juni 2015   10:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:09 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seruan Presiden agar peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni menjadi momentum persatuan dan kesatuan relevan serta perlu tindak lanjut. Realitas aktual dan kontekstual mengindikasikan perlunya dirajut kembali kondisi serba keterpecahan ke komitmen bersama membangun Indonesia lebih baik. Pidato Presiden Joko Widodo pada peringatan puncak Hari Lahir Pancasila di Blitar, Senin lalu, jauh dari kesan retorik. Berbeda dari suasana serba resmi beraroma militer peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober, aura kerakyatan kemarin lebih terasa. Dimeriahkan berbagai aksesori pesta rakyat, ajakan Presiden connect.

Muara dan tujuan praksis pemerintahan adalah kebaikan umum (bonum commune), kesejahteraan rakyat banyak. Membumikan berarti menerjemahkan ideologi Pancasila menjadi dasar perilaku keseharian kita. Persatuan dan kesatuan, dua kata kunci yang dikutip Presiden, menjadi barang mewah belakangan ini. Partai politik satu per satu dilanda perpecahan. Ibarat domino, perpecahan juga menular bahkan bagi urusan yang relatif mapan seperti transformasi kekuasaan keraton. Tidak hanya kehidupan parpol yang rentan perpecahan, penegakan hukum dan kehidupan masyarakat tak kalah memprihatinkan. Penyelesaian kasus lumpur Lapindo, yang meluluhlantakkan 16 desa di Jawa Timur yang terkatung-katung, kasus pelanggaran hak asasi yang timbul tenggelam tanpa tindak lanjut, tiga pembatalan praperadilan keputusan KPK dan juga diuji dengan permohonan praperadilan kasus Novel Baswedan, dan harga kebutuhan yang terus naik, sekadar beberapa contoh.

Ditingkahi kasus yang ikut menyita perhatian, taruhlah pembubaran PSSI atau ”gonjang-ganjing” keraton, kondisi negeri ini ibarat pentas gerebeg. Berbeda dengan orkestra yang enak di mata dan nyaman di telinga, dalam gerebeg masing-masing alat musik sibuk sendiri. Tarian Gerebeg Pancasila dalam upacara peringatan Hari Lahir Pancasila kemarin mengisyaratkan nuansa kesatuan dan persatuan sebagai satu nada yang harus diperjuangkan. O tempora o mores, seruan bijaksana filsuf Romawi kuno, Cicero (106-43 SM), selalu aktual dan kontekstual. Tiap zaman membawakan keunikan, perlu kecerdikan sendiri dalam membereskan. Persoalan dan cara membereskan persoalan di era Reformasi pasca-1998 berbeda dengan era sebelumnya.

Untuk membumikan Pancasila agar tidak jadi ideologi tertutup, dibutuhkan tiga komponen: semangat, mentalitas, dan kelembagaan. Berbagai lembaga studi Pancasila yang pernah marak di sejumlah perguruan tinggi dan di luar kampus bisa dihidupkan kembali sejalan dengan ajakan Presiden untuk membumikan ideologi Pancasila. Serta semangat dan mentalitas masyarakat Indonesia harus lebih diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan cara yang penuh komitmen serta konsisten. Maka harapan untuk membumikan Pancasila kembali dapat terwujud sehingga kekuatan dan kesaktian Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tetap kokoh serta menjadi tameng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun