Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Revolusi Pertanian Afrika, Dari Drone sampai Analisis Berbasis Foto

22 Oktober 2019   18:13 Diperbarui: 23 Oktober 2019   15:49 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para petani di Ghana memanfaatkan drone untuk mengelola tanaman mereka (doc.ThePeninsulaQatar/ed.Wahyuni)

Lebih dari setengah pekerja Afrika berkiprah di bidang pertanian; namun infrastruktur yang buruk, peralatan yang tidak memadai, dan kurangnya investasi telah membuat sebagian besar pertanian skala kecil di benua tersebut harus berjuang ekstra keras agar bisa memberi makan populasi yang terus bertambah (CNN, 18 Oktober 2019). Untunglah sekarang serangkaian solusi teknologi muncul dari berbagai penjuru benua itu yang ditujukan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

Pemanfaatan drone

Di Ghana, perusahaan Acquahmeyer menyewakan drone yang dimanfaatkan para petani skala kecil untuk memeriksa kondisi tanaman dan menggunakan pestisida hanya di zona yang memang membutuhkannya, hal itu terbukti menekan polusi dan resiko kesehatan.

"Selama ini hasil pertanian Ghana tidak bisa dipasarkan di Uni Eropa karena adanya residu pestisida pada buah dan sayurannya."Ujar kepala operasi perusahaan Kenneth A Nelson.

Pemakaian drone memungkinkan petani untuk mengidentifikasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman lalu menentukan area pertanaman yang harus disemprot sehingga pemakaian bahan kimia pembasmi hama/penyakit dapat ditekan serendah mungkin.

Pada beberapa kasus pemakaian pestisida menurun sampai 50 persen. Hal itu membuat para petani lebih mudah memenuhi ketentuan ekspor hasil pertanian yang ditentukan oleh uni Eropa.


Acquahmeyer kini bekerjasama dengan 8000 petani di Ghana yang membayar sewa drone senilai USD 5-10 per 0,4 hektar lahan sebanyak kira-kira 6 kali setahun untuk mengamati kondisi tanah-tanaman dan melakukan penyemprotan pestisida. 

Setiap drone butuh biaya perakitan antara USD 5,000 -- 15,000 dan mampu menyemprot lahan seluas 4000 hektar setahun. Perusahaan itu juga melatih warga setempat untuk menjadi pilot dan teknisi reparasi drone dengan tujuan menarik lebih banyak klien sekaligus menciptakan lapangan kerja.

Pertanian kawasan kota

Di Uganda, pengembangan wilayah perkotaan dituding telah melahap kawasan pertanian, padahal kebutuhan akan makanan akibat pertumbuhan populasi sudah sedemikian tinggi. 

Lebih dari 1,6 juta warga tinggal di ibukota Kampala, yang menurut PBB, jumlah penduduk penderita kekurangan gizinya terus meningkat. Beberapa penduduk kota berupaya mengatasi masalah itu dengan menanam sendiri bahan makanan mereka dan menjualnya juga.

Contohnya Diana Nambatya Nsubuga yang punya gelar PhD kesehatan publik, bersama sang suami membuka Kwagala Farm di pekarangan seluas 0,2 hektar di belakang rumah mereka di Kampala pada tahun 2010. 

Sebagian keuntungan penjualan hasil pertanian digunakan Diana untuk mengembangkan usaha dan memulai pelatihan berbiaya terjangkau tentang pertanian perkotaan (urban farming) yang berisi sesi-sesi menanam sayuran dalam ban bekas, pipa, atau atap apartemen plus kelas beternak unggas.

Diana memulai usahanya dengan sekantung benih tomat seharga 50 sen yang setelah sukses memberikan pemasukan dimanfaatkan untuk melakukan diversifikasi jenis sayuran seperti kol,wortel, dan bayam. Pasangan itu juga membeli 10 ekor ayam dan dua sapi. 

Saat membuang kotoran sapi menjadi masalah, mereka menginstal alat pembuat biogas untuk mengkonversi limbah tersebut menjadi listrik untuk penerangan dan memasak. 

Limbah biogas diolah menjadi pupuk organik untuk dijual pada para petani urban lainnya. Kwagala Farm saat ini meraup keuntungan senilai USD 60,000 setahun dan 80 persen di antaranya berasal dari penjualan pupuk itu.

Sementara itu dari 1,800 orang yang dilatih bertani oleh Diana, separuhnya sekarang sudah memiliki pertanian sendiri dan menghasilkan rata-rata USD 5,000 setahun.

Sebuah pendapatan tambahan yang sangat lumayan mengingat, menurut data terakhir International Labour Organization, pendapatan tahunan di Uganda berkisar pada USD 660.

Analisa kondisi pertanian lewat foto

Babban Gona, sebuah perusahaan sosial di Negara Bagian Kaduna (Nigeria Barat Laut) yang bertindak sebagai koperasi petani dengan menawarkan pinjaman petani kecil, kredit, pelatihan dan dukungan lainnya. 

Tahun 2012 saat berdiri, perusahaan ini berhasil merangkul 102 petani dan sekarang ini jumlahnya sudah mencapai 20,000 petani.Cara kerja perusahaan ini terbilang akomodatif.

Petugas lapangan Babban Gona akan memotret ladang petani. Lalu tim perusahaan akan menggunakan sebuah aplikasi untuk mengamati foto-foto, mengevaluasi tingkat perkecambahan dan melihat apakah tanah membutuhkan nutrisi berdasarkan warna daun.

Selanjutnya petugas lapangan akan memberi tahu petani tentang masalah yang mereka temukan dan memberi saran tentang alternatif solusi yang bisa diambil. Berkat prosedur di atas, beberapa petani sukses meningkatkan hasil panen mereka sampai 50 persen.

Babban Gona menyimpan hasil panen dalam wadah tertutup dan menjualnya dalam jumlah besar pada waktu yang tepat untuk memaksimalkan keuntungan petani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun