Mohon tunggu...
Roziqin Matlap
Roziqin Matlap Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Hukum

suka dengan hal-hal yang berbau hukum, politik, agama, sosial

Selanjutnya

Tutup

Money

Kelapa Sawit: Potensi Indonesia yang Mendunia

1 Oktober 2013   15:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:08 8293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy



Di tengah pesimisme bangsa Indonesia terhadap keunggulan bangsa di hadapan bangsa-bangsa lain, Indonesia ternyata memiliki potensi unggulan yang dapat dibanggakan dalam hal perkebunan, yaitu kelapa sawit. Potensi ini dapat dijadikan peluang besar untuk perdagangan dan investasi, baik investor domestik maupun investor internasional. Namun demikian, potensi besar ini memiliki ancaman dan sejumlah masalah yang harus diselesaikan bersama.

Potensi Kelapa Sawit

Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit mentah (Crude palm oil, CPO) terbesar di dunia. Pada 2012, luas lahan perkebunan diperkirakan sebesar 9 juta hektar, dengan produksi CPO 24 juta ton per tahun, dengan komposisi 5 juta ton dikonsumsi di dalam negeri, sementara 80% sisanya di ekspor.

Industri kelapa sawit sangat pantas dikembangkan karena menciptakan sekitar 4 juta kesempatan kerja (pro-job), serta mendukung pembangunan daerah dan pengentasan kemiskinan, terutama di daerah pedesaan Luar Jawa (pro poor). Selain itu, mayoritas perkebunan kelapa sawit ditanam di kawasan hutan left-over/bekas HPH (pro-environment), seta nilai ekspor CPO dan produk CPO berkontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan ekspor, yaitu sekitar USD 20 miliar (sekitar 10% dari pendapatan ekspor total), terbesar kedua setelah minyak dan gas (pro-growth).

CPO digunakan untuk bahan baku industri pangan sebesar 80-85% dan industry nonpangan sebesar 15-20%. Pertumbuhan konsumsi minyak sawit dalam negeri adalah sekitar 5,5%/tahun.

Industri kelapa sawit memiliki prospek yang baik karena memiliki daya saing sebagai industri minyak nabati.Sawit adalah salah satu sumber yang paling kompetitif di dunia untuk biofuels, dan aplikasi teknis dan yang paling penting adalah sebagai sumber makanan.

Pengembangan produk kelapa sawit diperoleh dari produk utama, yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit, dan produk sampingan yang berasal dari limbah. Beberapa produk yang dihasilkan dari pengembangan minyak sawit diantaranya adalah minyak goreng, produk-produk oleokimia, seperti fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap, stearic acid, methyl ester, dan stearin. Perkembangan industri oleokimia dasar merangsang pertumbuhan industri barang konsumen seperti deterjen, sabun dan kosmetika.

Sedangkan produk-produk yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah diantaranya adalah pupuk organik, kompos dan kalium serta serat yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit, arang aktif dari tempurung buah, pulp kertas yang berasal dari batang dan tandan sawit, perabot dan papan partikel dari batang, dan pakan ternak dari batang dan pelepah, serta pupuk organik dari limbah cair dari proses produksi minyak sawit.

Diperkirakan pada 2030 akan dibutuhkan lebih banyak produksi makanan untuk memberi makan penduduk dunia yang semakin meningkat. Berdasarkan perhitungan konservatif, pada tahun itu dunia akan mengkonsumsi 48 juta MT lebih minyak untuk penggunaan makanan, sehingga dibutuhkan peningkatan sebesar 30 juta MT yang harus dipenuhi dalam 20 tahun. Indonesia seharusnya dapat berperan besar dalam menangkap peluang ini.

Status Pengelolaan

Berdasarkan status pengusahaan, lahan perkebunan kelapa sawit dibagi menjadi tiga, yakni perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Lahan paling besar digarap oleh perusahaan swasta, yakni sekitar 52 %, perkebunan rakyat sekitar 38%, dan sisanya dimiliki oleh perusahaan negara.

Penyebaran areal yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit umumnya terdapat di provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Irian Jaya, Sumatera Utara, Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.

Kebijakan utama pemerintah Indonesia dalam mengembangkan kelapa sawit adalah mengembangkan industri hilir. Kebijakan ini dilakukan dengan mengembangkan klaster industri di Zona Ekonomi Khusus (ZEK) yang diatur dengan UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang saat ini difokuskan di KEK Sei Mangke-Sumut, Maloy-Kaltim, dan Dumai-Riau.

Kebijakan tersebut mengatur pengenaan tarif yang lebih rendah pada produk hasil olahan dari kelapa sawit, CPO dan turunannya. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah serta daya saing industri hilir sawit di dalam negeri. Berdasarkan hal tersebut, penerimaan bea keluar atas CPO dan turunannya diperkirakan mengalami penurunan.

Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan pengembangan pasar. Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan inti-plasma dengan penguatan kelembagaan melalui pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan. Pemilikan saham ini dilakukan melalui cicilan pembelian saham dari hasil potongan penjualan hasil atau dari hasil outsourcing dana oleh organisasi petani.

Ancaman Utama

Pada saat ini areal berpotensi tinggi untuk pengembangan kelapa sawit sudah terbatas ketersediaannya, dan areal yang masih cukup tersedia dan berpeluang untuk dikembangkan adalah yang berpotensi sedang – rendah. Areal berpotensi rendah – sedang tersebut memiliki faktor pembatas untuk pengembangan kelapa sawit yang meliputi:

a)Faktor iklim yaitu jumlah bulan kering yang berkisar 2-3 bulan/tahun yang menggambarkan penyebaran curah hujan yang tidak merata dalam setahun.

b)Topografi areal yang berbukit-bergunung dengan kelerengan 25% - 40% (areal dengan kemiringan lereng di atas 40% tidak disarankan untuk pengembangan tanaman kelapa sawit).

c)Kedalaman efektif tanah yang dangkal, terutama pada daerah dengan jenis tanah yang memiliki kandungan batuan yang tinggi dan kondisi drainase kurang baik.

d)Lahan gambut.

e)Drainase yang jelek pada dataran pasang surut, dataran aluvium, dan lahan gambut.

f)Potensi tanah sulfat masam pada daerah dataran pasang surut.

Dukungan Regulasi

Saat ini banyak ditemui hukum dan kebijakan tidak harmonis dan tidak sinkron. Disharmonis regulasi (perkebunan, kehutanan, lingkungan, tata ruang, otonomi daerah) menghasilkan tumpang tindih otoritas sehingga pemerintah sulit untuk melakukan perlindungan, perencanaan, pengelolaan, pengawasan, penegakan hukum dan pemulihan.

Permasalahan

Meski kelapa sawit punya potensi besar untuk dikembangkan, namun terdapat beberapa permasalahan yang perlu diwaspadai dari beberapa aspek berikut.

1.Ideologi

Potensi kelapa sawit yang menggiurkan dapat mendorong para pengusaha untuk melakukan eksploitasi besar-besaran lahan dan sumber daya yang ada. Kapitalisme dan free market menjadi pilihan jalan untuk meraup keuntungan, dengan mengabaikan kepentingan yang lebih besar seperti perlindungan buruh, kelestarian hutan, dll.

Untuk mengatasi ini, maka perlu ada kesadaran dari para pengusaha bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang ada sebenarnya milik bangsa Indonesia, dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa Indonesia. Untuk itu, perusahaan harus melakukan program corporate social responsibilities kepada masyarakat sekitar perusahaan sebagai wujud tanggung jawab sosial.

2.Politik

Saat ini, kebijakan fiskal (perpajakan dan retribusi) dan perizinan investasi guna pengembangan agribisnis kelapa sawit masih berubah-ubah sesuai kebijakan pejabat yang ada. Di daerah kondisinya lebih parah, karena kebijakan fiskal dan perizinan menjadi sarana yang bisa diperjualbelikan dengan harga yang fantastis guna mendukung penyediaan dana bagi pejabat yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah. Hal ini pada akhirnya menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Untuk mengatasi masalah ini, maka perlu ada blue brint pengembangan kepala sawit sehingga ada kebijakan yang pasti dalam pengembangan kelapa sawit.

3.Ekonomi

Dari aspek ekonomi, beberapa masalah yang patut menjadi perhatian adalah kebijakan pemerintah berupa penetapan bea keluar CPO secara progresif; penguasaan lahan sawit oleh pihak asing; penurunan harga kelapa sawit dan kenaikan biaya produksi; dan kesenjangan pendapatan antara petani kecil dengan perkebunan kelapa sawit.

Untuk mengatasi permasalahan ini, maka pemerintah harus mengubah segala kebijakan yang tidak mendukung ekspor kelapa sawit Indonesia. Khusus untuk industri yang terletak di ZEK dapat difasilitasi dengan insentif KEK berupa: insentif pajak pendapatan dan pajak penghasilan untuk pengiriman barang di ZEK; pajak lahan untuk periode tertentu dan fasilitasi prosedur pembebasan lahan; tambahan pembebasan pajak pertambahan nilai, cukai, dan barang mewah; pengurangan tarif; insentif pajak lokal dan fasilitasi izin akuisisi. Pemerintah juga perlu mengubah iklim investasi agar tidak merugikan kepentingan nasional. Selain itu, perlu peningkatan produktivitas lahan yang ada dan peningkatan pengetahuan petani kelapa sawit untuk mengurangi kesenjangan pendapatan antara petani kecil dengan perkebunan kelapa sawit.

Dalam upaya revitalisasi perkebunan, pemerintah perlu menyediakan kemudahan pada hal-hal yang berkaitan dengan: (1) investasi dan pembiayaan, seperti penyediaan kredit investasi dan subsidi bunga oleh pemerintah untuk peremajaan, rehabilitasi dan perluasan kebun kelapa sawit, (2) manajemen pertanahan dan tata ruang, seperti penetapan dan pemanfaatan lahan produktif untuk pembangunan kebun kelapa sawit di kawasan perbatasan Kalimantan, (3) pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, seperti pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam partisipatif, (4) pengembangan infrastruktur, (5) pengembangan SDM dan pemberdayaan petani, (6) pemberian insentif, pendanaan riset dan pengembangan teknologi, (7) penyusunan kebijakan perdagangan yang mengedepankan kepentingan bangsa, (8) promosi dan pemasaran hasil, dan (9) pemberian insentif perpajakan dan retribusi.

4.Sosial Budaya

Masalah yang ada dari aspek sosial budaya adalah besarnya laju deforstasi hutan di Indonesia yang sebagian besar akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit; maraknya benih kelapa sawit palsu; pengubahan lahan gambut menjadi lahan kelapa sawit yang memberikan kontribusi kepada emisi yang sangat luas dari gas rumah kaca dan memberikan kontribusi kepada masalah mutu udara musiman; rusaknya keanekaragaman hayati, praktik korupsi dalam perizinan; serta tidak harmonis dan tidak sinkronnya hukum dan kebijakan yang ada.

Untuk mengatai hal ini, perlu ada reformasi kebijakan terutama dengan evaluasi prosedur perizinan yang ada, kewajiban adanya legal audit dan audit lingkungan, serta penegakan hukum.

Selain itu, perlu pendeketan kepada negara industri untuk mendukung pencapaian komitmen pengurangan emisi mereka dengan memperoleh ‘kredit karbon’ (Certified Emissions Reductions atau CER) melalui bantuan untuk negara berkembang dalam mencapai pembangunan berkelanjutan; mendukung program REDD+; penerapan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan prinsip-prinsip organisasi kelapa sawit berkelanjutan (Roundtable of Sustainable Palm Oil- RSPO) secara ketat; serta peningkatan koordinasi di antara stake holder terkait.

5.Pertahanan Keamanan

Konflik tanah merupakan masalah utama di sektor minyak kelapa sawit. Di Indonesia, Sawit Watch sudah mendokumentasikan lebih dari 500 sengketa tanah sedangkan WALHI mencatat 200 kasus konflik di Kalimantan Barat. Untuk mengatasi hal ini maka perlu pendekatan persuasif kepada pemilik lahan, pengakuan hak adat yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar, pembenahan sistem perizinan lahan, penegakan hukum, serta pelaksanaan corporate social responsibilities kepada masyarakat. Perlu dipahami bahwa akar konflik seringkali karena faktor kesejahteraan masyarakat.

M. Fadhil Hasan, Sawit, Salah Satu Sumber Paling Kompetitif Di Dunia Untuk Biofuels, www.tabloiddiplomasi.org, 27 July 2013

Agung Wijono, Kajian Dampak Lingkungan dan Optimasi Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Sebagai Sumber Energi Terbarukan yang Berkelanjutan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta: 2012

M. Fadhil Hasan, Sawit, Salah Satu Sumber Paling Kompetitif Di Dunia Untuk Biofuels, www.tabloiddiplomasi.org, 27 July 2013

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29 No 2 Tahun 2007.

M. Fadhil Hasan, Sawit, Salah Satu Sumber Paling Kompetitif Di Dunia Untuk Biofuels, www.tabloiddiplomasi.org, 27 July 2013

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit, Edisi Kedua, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007, halaman 17

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit, Edisi Kedua, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007, halaman 16

M. Fadhil Hasan, Sawit, Salah Satu Sumber Paling Kompetitif Di Dunia Untuk Biofuels, www.tabloiddiplomasi.org, 27 July 2013

Santi Rosita Devi, Gerakan Lingkungan Anti Sawit Greenpeace Pada Tahun 2008-2010, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia: Depok, 2013, halaman 53.

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit, Edisi Kedua, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007, halaman 16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun