Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Big Data" yang Bisa Menjadi Tidak Berguna

22 September 2017   10:52 Diperbarui: 22 September 2017   11:20 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
DKIW Pyramid (http://www.digitaleng.news)

Era Digital, banyak yang baru yang sebelumnya tidak terpikirkan menjadi kenyataan. Zaman dulu sebelum komputer tersedia umum, mungkin untuk membuat pembukuan perusahaan sebesar Unilever akan membutuhkan lebih dari dua ratusan orang. Sekarang mungkin hanya butuh 20 orang, setelah menggunakan sistem informasi yang terhubung dari mulai perencanaan produksi sampai dengan penjualan.

Istilah Big data mulai ramai diperbincangkan akhir-akhir ini. Bank Indonesia juga akan menggunakan Big data untuk merancang kebijakan moneter. Supaya lebih akurat.

Big data memiliki arti sekumpulan data yang begitu besar dan kompleks sehingga perangkat lunak sistem pengolahan data tradisional tidaklah memadai untuk mengolahnya. Tantangan Big data adalah pada cara memanen, menyimpan, analisa data, mencari, membagi, visualisasi, memilah, mengupdate dan privasi informasi. Terjemahan bebas Wikipedia Big Data.

Tantangan untuk memanen data di era internet saya pikir sudah jauh berkurang. Tetapi untuk memastikan bahwa privasi pribadi tetap terjaga itu yang menjadi tantangan. Hampir semua situs menggunakan cookiesatau sebuah program yang mencatat tingkah laku orang yang mengunjungi sebuah situs. Apa saja yang dicatat? Saya kurang tahu.

Situs luar negeri biasanya saya perhatikan selalu memberitahukan kepada pengguna bahwa situs menggunakan cookies. Hal ini saya duga berkenaan dengan privasi orang yang mengunjungi situsnya.

Dari penggunaan cookies, saya melihat banyak sekali kemungkinan data yang bisa dipanen. Misalnya artikel yang dibaca, asal pengunjung situs, berapa lama berinteraksi di dalam situs dan mungkin bisa lebih banyak lagi apalagi untuk situs yang sifatnya interaktif.

Kesemua data yang dipanen tersebut hanyalah data yang tidak ada gunanya. Mengapa? Karena tanpa pengolahan untuk menjadi informasi. Data bagaikan benang kusut yang sulit untuk dikatakan berguna. Setelah benang kusut diurai dan digulung rapih maka bisa digunakan lagi untuk merajut.

DKIW Pyramid (http://www.digitaleng.news)
DKIW Pyramid (http://www.digitaleng.news)
Gambar Piramida Data Information Knowledge Wisdom (DIKW) di atas mungkin bisa lebih menjelaskan makna yang saya maksud. Data harus diolah menjadi informasi yang artinya data yang memiliki arti. Bukan hanya sekadar angka yang tidak bermakna.

Setelah menjadi informasi harus ada orang yang bisa menginterpretasikan data tersebut menjadi sebuah pengetahuan yang relevan dengan usaha atau organisasi. Misalnya Grab memiliki data tentang pergerakan penumpangnya. Setelah diolah  ditemukan beberapa pola pergerakan penumpang (informasi).

Informasi pola pergerakan penumpang ini harus dianalisa mana yang bisa menjadi pengetahuan yang berguna.  Oh ternyata pada siang hari banyak penumpang yang bergerak dari area B ke mall C untuk makan siang (sebuah pengetahuan)

Wisdomatau kebijaksanaan di piramida DIKW menurut saya adalah bagaimana kita memanfaatkan pengetahuan yang kita miliki untuk bisa menjadi lebih baik.  Dalam perumpamaan di atas berarti Grab harusnya bisa menggunakan pengetahuan tentang pergerakan penumpang dari daerah B ke Mall C untuk mengarahkan pengemudi ke daerah B pada siang hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun