Mohon tunggu...
Ris Sukarma
Ris Sukarma Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pensiunan PNS

Pensiunan pegawai negeri, sekarang aktif dalam pengembangan teknologi tepat guna pengolahan air minum skala rumah tangga, membuat buku dan fotografi. Ingin berbagi dengan siapa saja dari berbagai profesi dan lintas generasi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Adakah pilihan lain selain air minum dalam kemasan?

21 November 2009   13:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:15 1022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dominasi air minum dalam kemasan makin mengkhawatirkan, apalagi air minum yang merupakan kebutuhan dasar manusia itu dijual dengan harga mahal, yaitu sekitar 2.500 rupiah untuk satu botol berukuran 600 ml, atau sekitar 4 ribu rupiah perliter. Bandingkan harganya dengan air PAM yang 3.000 rupiah per m3 atau hanya 3 rupiah per liter. Memang air PAM di kita belum dapat diminum langsung, tapi apakah perlu semahal itu untuk menghasilkan air layak minum dengan teknologi yang ada? Belum lagi produk-produk air isi ulang yang kualitasnya diragukan. Argumen untuk mengkonsumsi air minum dalam kemasan adalah bahwa ia cukup praktis karena dapat dibawa kemana-mana, jadi tidak merepotkan. Tapi kalau kita masih membeli air kemasan dirumah dimana tersedia air PAM atau air sumur, mestinya ada yang salah dengan cara kita mengkonsumsi air minum. Ah, kenapa tidak dimasak saja dulu air PAM atau air sumur kita, toh kita juga akan mendapatkan air yang sehat. Benar, air PAM dan air sumur dapat direbus dulu sebelum dikonsumsi, tapi perlu biaya lagi untuk membeli minyak tanah atau gas. Lagipula biasanya air rebusan tidak begitu enak dan tidak terasa segar, apalagi kalau air PAM yang mengalir kerumah kita itu kualitasnya meragukan, kotor atau berbau.

Di negara-negara maju di Eropah dan AS air minum dalam kemasan juga tersedia di pasaran, tapi biasanya untuk keperluan minum kalau bepergian. Untuk konsumsi di rumah masing-masing mereka tetap meminum air langsung dari kran. Berapa lama kita harus menunggu sampai air PAM di rumah kita bisa langsung diminum? Tanyakanlah kepada ahlinya. Tapi sebenarnya ada pilihan lain untuk air minum kita selain hanya mengandalkan pada air minum dari kemasan atau air ‘galon’ yang tersedia melimpah, baik di warung makan atau mini market dan bahkan di super market sekalipun. Pilihan itu ada pada pengolahan skala rumah tangga. Banyak tersedia jenis-jenis pengolahan rumah tangga yang sederhana yang bisa kita lakukan di rumah masing-masing. Dari menjemur air dalam botol di panas matahari, yang dikenal sebagai solar disinfection atau disingkat sodis, sampai saringan-saringan rumah tangga yang sederhana. Diantara jenis-jenis saringan rumah tangga, saringan keramik merupakan pilihan yang patut dipertimbangkan, meskipun belum banyak didapatkan di Indonesia. Saat ini penulis sedang mengembangkan saringan keramik dengan teknologi tepat guna. 

Menurut Wikipedia, teknologi tepat guna adalah “teknologi yang cocok dengan kebutuhan masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan. Biasanya dipakai sebagai istilah untuk teknologi yang tidak terlalu mahal, tidak perlu perawatan yang rumit, dan penggunaannya ditujukan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi.” Masalahnya adalah, teknologi tepat guna masih dipandang sebelah mata oleh sebagian dari kita. Dan, sesuai definisi Wikipedia, penggunaannya ditujukan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi. Padahal, menurut pendapat penulis, kalau ada teknologi tepat guna yang murah, tapi dengan produk yang sama, kenapa kita harus membeli produk dengan teknologi canggih yang harganya mahal?

Saringan keramik terbuat dari dua jenis bahan dasar yang tersedia melimpah di negeri kita, yaitu lempung dan sekam padi. Lempung banyak dijumpai di daerah-daerah penghasil genteng dan keramik, seperti di Plered (Jawa Barat) di Yogyakarta, Lombok dan di daerah-daerah lainnya. Sekam padi adalah kulit padi yang biasanya dibuang atau dijadikan bahan pembuat tungku sekam. Sebagai pengganti sekam padi, dapat juga digunakan serbuk gergaji hasil buangan pemotongan kayu. Kedua bahan tersebut dihaluskan sampai berbentuk tepung, kemudian dicampur dengan komposisi tertentu dengan air, dan dipres pada cetakan, sehingga menghasilkan  saringan keramik berbentuk pot. Hasil cetakan kemudian dibakar pada suhu diatas 900 derajat Celsius sehingga menghasilkan pot keramik yang siap untuk digunakan. Untuk menjamin bahwa bakteri yang terkandung pada pada air hilang, maka digunakan lapisan larutan perak nitrat dengan konsentrasi rendah. Percobaan yang dilakukan penulis, penggunaan saringan keramik dengan lapisan perak nitrat bisa menghasilkan air yang memenuhi standar kualitas air minum, dengan penghilangan bakteri koli sampai 99,98%, sehingga air PAM atau air sumur yang ada dirumah bisa langsung disaring dan dikonsumsi tanpa direbus terlebih dahulu. Karena menggunakan bahan baku yang banyak tersedia dan murah, harga saringan keramik menjadi sangat murah.

Penelitian tentang saringan keramik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti diberbagai perguruan tinggi didunia. Demikian pula, pebuatan saringan keramik di Indonesia sudah mulai dirintis oleh beberapa fihak. Penulis sudah melakukannya sendiri dan hasilnya cukup menggembirakan. Penggunaan saringan keramik sebagai pengolahan air minum skala rumah tangga memiliki prospek yang baik di Indonesia, tinggal bagaimana mengemas produknya sehingga menjadi menarik. Dengan menggunakan saringan keramik, ketergantungan kepada air minum dalam kemasan sedikit demi sedikit dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan samasekali, sehingga isi dompet dapat digunakan untuk membeli kebutuhan lainnya.   

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun