Mohon tunggu...
Dwi Rini Endra Sari
Dwi Rini Endra Sari Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta...smp-kuliah di Jogja kembali lagi ke Jakarta untuk mengabdi kepda negara di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Literasi, Kunci Kecerdasan dan Budaya Suatu Bangsa

14 September 2017   17:02 Diperbarui: 15 September 2017   10:00 2286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini kita dihadapkan dengan realita sosial, yaitu adanya perubahan budaya dan sikap masyarakat.. Salah satunya, kita disuguhkan dengan budaya literasi yang masih minim di tengah masyarakat karena tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini masyarakat, khusunya di kalangan pelajar, memiliki penurunan minat baca yang baik.

Berdasarkan data Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara tersebut, seperti yang dilansir www.republika.com.

Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar, sedangkan berdasarkan data statistik UNESCO 2012 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.

Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti. "PISA menyebutkan, tak ada satu siswa pun di Indonesia yang meraih nilai literasi ditingkat kelima, hanya 0,4 persen siswa yang memiliki kemampuan literasi tingkat empat. Selebihnya di bawah tingkat tiga, bahkan di bawah tingkat satu.

 Kenapa Literasi Bisa Rendah?

 Perkembangan teknologi dan informasi, membuat sebagian masyarakat telah mengalami "kelesuan"literasi. Seperti yang kita lihat pada realita masyarakat, para generasi millennial sudah menjadikan medsos sebagai "soulmatenya"sebagai imbas dari perkembangan teknologi dan informasi. Mereka sering memposting status, gambar, dan video.

Kondisi ini membuat mereka mengalami titik kelesuan dalam minat baca. Memang tidak salah dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi. Justru melalui medsos dapat membantu kita dalam menyebarluaskan informasi secara cepat dan dapat menjangkau masyarakat luas, tetapi alangkah sempurnanya jika itu dibarengi oleh literatur untuk membuka cakrawala kita untuk dijadikan  sebagai data dukung untuk menyebarkan informasi.

Miris, jika mendengar jika ada oknum yang mempergunakan medsos secara tidak dapat dipertanggungjawab, justru menjadikan medsos sebagai bahan povokasi.

Kondisi sekarang  sangat berbeda jika dibandingkan pada generasi kelahiran 70 --an dan an-80 an, sebagian masyarakat, terutama tingkat pelajar dan mahasiswa selalu menyempatkan waktu mereka ke perpustakaan dan meminjam buku bacaan di tempat penyewaan bacaan.

Seperti contohnya, di Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Di kotaini , terdapat 'Shopping" (julukan masyarakat Jogja, tempat menjual belikan buku bekas dengan harga yang murah) yang berada di tengah kota Jogja, setiap harinya tempatitu sangat ramai dikunjungi. Tetapi saat ini, tempat tersebut tidak seramai tempo dulu.

Kondisi minat literasi yang tinggi pun terjadi di tingkat SD, SMP, dan SMA.  Pada saat itu, setiap guru kurikulum bahasa Indonesia dan satra Indonesia, tidak jarang mereka mendapatkan tugas untuk membaca novel, karya sastra, prosa, dan beberapa buku bacaan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun