Mohon tunggu...
Rio Ismail
Rio Ismail Mohon Tunggu... lainnya -

Rio Ismail (Suwiryo Ismail), lahir di Gorontalo dan menyelesaikan kuliah di FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi, Manado. Mengawali kiprah sebagai jurnalis di Manado pada awal 1985. Pada saat bersamaan juga menjadi aktivis di organisasi non pemerintah (Ornop) atau NGO di Lembaga Bantuan Hukum (LBH/YLBHI) Manado. Pernah menjadi Direktur LBH Manado, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Utara, anggota Dewan Nasional WALHI, dan Deputi Direktur Eksekutif Nasional WALHI. Pernah bergabung menjadi anggota Solidaritas Perempuan dan duduk di Dewan Pengawas Nasional Solidaritas Perempuan selama dua periode. Beberapa tahun terakhir mendirikan The Ecological Justice dan aktif melakukan advokasi dan pendidikan politik untuk isu lingkungan, hak azasi manusia, gender/feminis, korupsi dan money laundering, dan memantau arus pembiayaan internasional/MDB's yang berdampak pada perusakan lingkungan dan pelanggaran hak azasi. Disamping sebagai praktisi dan konsultan lepas untuk pengembangan strategi komunikasi dengan pendekatan integrated marketing communication (IMC) dan political marketing.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Rizieq Shihab: Polisi Lebih Memilih Kasus Mesum, Abaikan Kasus Intoleransi

14 Juni 2017   09:23 Diperbarui: 15 Juni 2017   10:53 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Rio Ismail

Polisi sepertinya memang tak ingin Rizieq Shihab pulang cepat ke Indonesia. Kasus ini nampak lebih dijadikan alat untuk mengaduk-aduk emosi publik. Juga terkesan memberi kesempatan kepada FPI untuk "membersihkan" nama Rozieq dan memperbaiki citra FPI sendiri ketimbang pengusutan hukum secara tuntas terhadap isu-isu intoleransi yang melibatkan Rizieq dan FPI. Padahal dalam beberapa tahun terakhir banyak yang mempersoalkan isu-isu ini, sampai akhirnya kepolisian membungkamnya dengan menjadikan isu/kasus mesum ("habib meminta foto bugil") sebagai prioritas.

Apakah sikap kepolisian ini terkait dengan sejarah FPI yang "dibidani" militer dan kepolisian pada era Wiranto Panglima ABRI jelang jatuhnya ordebaru? Atau terkait "jasa FPI" dalam mendukung politisi tertentu dalam Pilpres 2014 dan Pilgub DKI 2017? Terkait dengan upaya sejumlah politisi yang ingin menghindarkan FPI dari kemungkinan dibubarkan, seperti halnya HTI kah? Atau, karena polisi memang belum atau tak punya bukti akurat mengenai kasus obrolan mesum, seperti tudingan pengacara Rizieq? Bisa juga ini merupakan "hadiah" atas tidak ributnya kelompok intoleran ini selama ramadhan, bukan? Tak ada yang tahu persis karena penjelasan polisi juga tidak clear dan berubah dari waktu ke waktu.

Rizieq sebetulnya sudah menjadi tersangka untuk sejumlah kasus, termasuk kasus obrolan mesum "habib minta foto bugil". Rizieq bahkan secara terbuka melalui berbagai video yang diunggah di Youtube menyatakan permusuhan atau intoleransi atas dasar rasisme dan sektarianisme. Dia bahkan menyebarkan ajakan kekerasan, ancaman pembunuhan dan persekusi terhadap berbagai pihak, termasuk Ahok. Namun polisi lebih tertarik mengusut kasus obrolan mesum Rizieq dan menutup mata terhadap kasus-kasus intoleransi.

Dalan skema "kasus obrolan mesum", polisi menggebu menjadikan Rizoeq tersangka. Lalu men-DPO-kannya setelah tak pulang-pulang dari Saudi Arabia. Gilirannya polisi berjanji mengirim red notice ke interpol dan mengancam mencabut paspor Rizieq. Tapi entah alasan apa, polisi belakangan memilih opsi menunggu masa visa berakhir. Padahal bisa saja Rizieq meminta perubahan atau perpanjangan visa ke pemerintah Saudi. Kini akhirnya polisi berkelit lagi dengan pernyataan: "sedang menunggu perkembangan."

Polisi lupa bahwa publik dengan cermat bisa mengikuti setiap ekspresi dan penyataan mereka dari waktu ke waktu. Lupa bahwa publik bisa mengingat secara deteil setiap omongan para pejabat atau juru bicara polisi, yang selalu berubah-ubah. Saking berlebihan, sampai-sampai polisi tak sadar bahwa setiap tampil di TV dalam urusan Rizieq dan FPI, ekspresi atau pernyataan pejabat kepolisian nampak makin konyol alias menggelikan.

Sebetulnya opsi pencabutan paspor ---seperti yang dilakukan terhadap Nazaruddin saat melarikan diri ke Columbia---- adalah opsi yang dijanjikan polisi. Namun entah kenapa cara ini tidak dilakukan. Dirjen Imigrasi, Ronny Sompie, yang juga adalah mantan pejabat tinggi di kepolisian, malah menyebutkan semua keputusan mengenai pencabutan paspor Rizieq sangat tergantung pada pihak kepolisian.

Mencabut paspor pasti akan memaksa Rieziq pulang untuk berurusan dengan sejumlah kasus hukum yang menimpanya. Kita tunggu polisi memulihkan keberaniannya untuk mengirimkan red notice ke interpol; meminta pencabutan paspor; dan akhirnya mengusut berbagai kasus intoleran yang melibatkan Rizieq dan FPI.

Ketidakberanian polisi dalam pencabutan paspor Rizieq maupun pengusutan kasus-kasus intoleransi yang melibatkan Rizieq dan FPI justru makin mengkonfirmasikan adanya upaya melindungi Rizieq dan FPI dari proses hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun