Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Solusi Kreatif Pertanian dari Ardath & 2 Jendral Indonesia, Inovasi, Kreatif dan Bayar Harga

22 Mei 2019   19:59 Diperbarui: 22 Mei 2019   20:05 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika melihat secara nasional berdasarkan data BPS April 2019 oleh Bapak Suhariyanto seperti yang dilansir oleh JPNN.com (3/5/2019), didapatkan bahwa tingkat NTUP (nilai tukar usaha rumah tangga pertanian) cukup stabil. Hal itu disebabkan karena IT atau indeks harga yang diterima petani terhadap hasil produksi pertaniannya jauh lebih tinggi daripada IB atau indeks harga yang dibayarkan petani untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

Kemudian lebih spesifik lagi melihat kondisi di tanah Karo,pada data BPS di Januari 2019 lalu, NTP-nya secara umumnya memang menaik. Tapi khusus untuk produk hortikultura mengalami penurunan yang signifikan, yakni sebesar 2,5 persen.   

pasar buah Berastagi (dokpri)
pasar buah Berastagi (dokpri)
Itu artinya tanah Karo yang merupakan pusat dari produk Hortikulura tersebut, yakni sayur, buah-buahan dan tanaman hias ketiga komoditas tersebut, tentu berimbas terhadap lesunya ekonomi petani itu sendiri.  

Dan fenomena yang sama terjadi di tempatku di Sibolangit. Dengan tanah yang bahkan cukup jauh dari pusat vulkanik Gunung Sinabung, justru melihat di sisi kiri dan kanan banyak tanah yang kurang produktif. Ataupun bisa dibilang asal garap, kurang fokus dan hasil yang diterima pun kurang maksimal.

Foto sendiri saat Wawancara di detik.com
Foto sendiri saat Wawancara di detik.com
Hari ini sangat beruntung mendengarkan pernyataan dari Bapak Jendral (Purn) Budi Waseso. Saat detik.com boleh memancarai beliau dan apa yang sudah dikerjakannya dan Bulog selama ini. Dalam tajuk 'Blak-Blakan Budi Waseso : Sikat Kartel Pangan!' yang diterbitkan hari ini, Rabu (22/5/2019).

Karena akhirnya menemukan solusi yang pas bagi mandeknya kondisi perekonomian para petani kita. Gak usah jauh-jauh khususnya di daerah dimana aku tinggal, yakni para petani yang ada di Sibolangit dimana aku tinggal.

Mencoba mewawancarai beberapa orang Sibolangit untuk melihat fenomena dan fakta-fakta ini. Mulai dari para penjual langsung yang ada di Pasar Sibolangit maupun pasar yang ada di Berastagi, Tanah Karo Simalem. Baik itu produk bunga, buah-buahan maupun sayur-sayuran yang ada. Menemukan adanya kelesuan para pembeli. Khususnya produksi bunga-bunga yang ada.

Ibu Sembiring Pakai Topi (Situasi membersihkan kemiri)
Ibu Sembiring Pakai Topi (Situasi membersihkan kemiri)
Hal itu dikonfirmasi ibu Sembiring, saat mencoba melihat produksi gudangnya yang dominan mengumpukan hasil pertanian, seperti kemiri, coklat maupun pinang dari masyarakat yang menjual kepadanya. Bahwa kemiri yang mereka dapatkan dari warga sekitar paling banyak menjual kemiri mereka 100 kilo. Sehingga sang suami dari Ibu Sembiring tersebut-pun harus pergi ke gunung atau ke Tiga Binanga tempat para petani yang memang fokus menjual hasil pertaniannya hingga berton-ton.

Sampai di Sibolangit, oleh warga sekitar akhirnya malah menjadi buruh untuk membersihkan buah kemiri tersebut. Dengan upah yang dibayarkan ke mereka sekitar Rp.1.000 per kg. Bisa satu harian mereka di gudang tersebut, padahal jika mereka serius menggarap tanah mereka, hasil di dapatkan justru bisa melebihi itu.

Bapak Dian dan Aku di lokasi jual bunga (dokpri)
Bapak Dian dan Aku di lokasi jual bunga (dokpri)
Kemudian juga hal yang sama terjadi kepada para penjual bunga. Ketemu dengan Bapak Dian, sudah tua tapi tetap setia di dalam menggarap lahan-lahan bunga yang meskipun bukan miliknya. Kudapatkan cerita darinya, bahwa dalam sebulan-pun hasil dari penjualan bunganya belum tentu bisa menutup operasional gajinya.

Lahan Bunga Pak Dian (Dokpri)
Lahan Bunga Pak Dian (Dokpri)
Sebab memang masyarakat sudah pada pintar untuk mengembangbiakkan bunga-bunga tersebut. Sehingga merasa tidak perlu lagi membeli dari pusat-pusat bunga yang ada di sana. Jika melihat bunga paling murah sekitar Rp.5.000-an dan paling mahal berkisar Rp.600 ribuan.

Ibu Tarigan Penjual Bunga di Pasar Buah Berastagi (dokpri)
Ibu Tarigan Penjual Bunga di Pasar Buah Berastagi (dokpri)
Hal yang sama juga terjadi saat di pasar Buah Berastagi. Para penjual bunga disana mengalami kelesuan pasar. Bisa dalam satu hari hanya mendapatkan hasil penjualan bunganya paling banyak seratus ribu, tapi terkadang tidak akan ada pembeli,jika para pengunjung sepi berkunjung ke sana.  

Apa yang terjadi di Sibolangit dan Berastagi mungkin juga terjadi pada para petani yang ada di beberapa daerah di Indonesia lainnya juga yakni mengalami kelesuan. Hal ini justru menjadi tantangan besar bagi Pemerintah di dalam meningkatkan kesejahteraan para petani kita.

Jika melihat trand-nya memang jumlah para petani menyusut, hal itu ditunjukkan oleh Data BPS. Yakni jumlah pekerja di sektor pertanian di tahun 2018 berkisar 35,7 juta orang atau 28,79 persen. Padahal di tahun 2017 jumlahnya 35,9 juta atau 29,68 persen. Terjadi penurunan sebesar 0,89 persen.

Meskipun jumlah petani menurun tapi pada kenyataannya banyak anak-anak muda di Indonesia justru berminat di bidang pertanian.  Hal itu dibuktikan dengan banyaknya para calon mahasiswa yang mengambil jurusan pertanian setiap tahunnya yang meningkat sangat tajam.

Bapak Momon Sumarsono (antara news.com)
Bapak Momon Sumarsono (antara news.com)
Bapak Momon Sumarsono, Kepala BPPSDM Kementan menyatakan di tahun 2017 saja peminatnya sekitar 7 ribu orang sementara yang diterima hanya seribu.Di tahun 2018 peminatnya mencapai 13 ribu orang yang diterima hanya 1.300 orang saja.  

Kembali kepada kondisi pertanian di Sibolngit, diriku memang belum bisa berbuat banyak. Sebab masih belajar dan mencoba menggali dan menggali lagi potensi-potensi apa yang di sana. Tapi langkah pertama yang bisa dilakukan adalah terpikir untuk mengembangkan sistem hidroponik di tanah Karo Simalem ini. Sebab meskipun rata-rata penduduk disini punya lahan-lahan yang luas dan subur,  sistem hidroponik akan mampu mendongkrak perekonomian di sini.

Mulai belajar bahkan sudah memesan paket kecil hidroponik dari Aplikasi Pak Tani. Menongkrongi youtube ataupun instagram dari orang-orang yang sudah sukses menjalaninya. Dan akhirnya ketemu dengan  sosok pemuda ini.Yang jika kusearch lebih lanjut, ternyata dia adalah mantan mahasiswa pertanian juga.

Bang Ardath BKI bersama istri (screenchot IG, dokpri)
Bang Ardath BKI bersama istri (screenchot IG, dokpri)
Yakni sosok Bang Ardath BKI yang berdomisili di Bandung. Melihat bagaimana dia dan istrinya mulai dari nol hingga seperti sekarang bisa memproduksi sayur-sayuran segar. Punya visi untuk mengembangkan sistem hidroponik di Papua dan untuk pengumpulan dana ke sana, ia pun menjual buku yang ditulisnya yang berjudul 'Hidroponik Rumahan dengan modal dibawah Rp.600 ribuan'.

Pernah mengalami kegagalan dan akhirnya bisa menemukan solusi terhadap kegagalannya tersebut. Yakni serangan lalat daun membuat sayur-sayurannya kuning dan akarnya kecoklatan.

Beliau tidak pelit berbagi ilmu dengan para pelajar (screenshot IG @ardathBKI)
Beliau tidak pelit berbagi ilmu dengan para pelajar (screenshot IG @ardathBKI)
Sebab ketika kita boleh jujur, banyak hal-hal yang enaknya saja ditampilkan, tapi masa-masa sulit dan kegagalan jarang ditampilkan. Itu artinya jika memang ingin mengembangkan pertanian sistem hidroponik, bisa dipastikan semuanya tidak berjalan dengan mulus.

Ketemu 2 Sosok Jendral 'Petani' dan Inspirasinya

Dua sosok jendral Polisi ini ternyata pernah sama-sama memegang Kabareskrim Polri Indonesia. Yakni Bapak Susno Duadji dan Bapak Budi Waseso atau Buwas, yang sekarang menjadi Kepala Bulog Indonesia. Meskipun mereka seorang Jendral tapi kecintaanya terhadap kemajuan pertanian Indonesia jangan diragukan.

screenshot IG beliau
screenshot IG beliau
Bapak Susno, usai menanggalkan jabatannya di kepolisian, beliau ternyata kini sedang berkonsentrasi meningkatkan pertanian di Sumatera Selatan, tepatnya di Pagar Alam. Kesederhanaan beliau menunjukkan bahwa hidup seorang petani itu bisa makmur asal dikelola dengan baik dan benar.

Melihat beliau mencangkul bahkan memetik kopi serta mengajarkan beberapa trik apa yang telah dikerjakannya, sungguh memberikan inspirasi yang baik bagi banyak anak-anak muda. Bayangkan seorang jendral tapi tidak segan memegang cangkul dan kembali bertani. Beliau mungkin berpikir Indonesia adalah negara agraria, seharusnya Indonesia bisa menunjukkan swa sembada di bidang pertanian.

Tapi yang tak kalah terinspirasi lagi dari sosok Bapak Buwas. Seperti yang saya kemukakan di awal, bagaimana perannya di Bulog dan membawa Bulog ke suatu sistem yang bisa meningkatkan derajat ekonomi para petani. Dimana bulog bukan hanya sebagai gudangnya stok pangan di Indonesia, tapi bagaimana mere branding bulog menjadi sentral penghasil produk-produk pertanian yang unggul dan inovatif.

Bapak Buwas Konferensi Pers tentang kopi jendral (merdeka.com)
Bapak Buwas Konferensi Pers tentang kopi jendral (merdeka.com)
Seperti salah satu kisahnya bagaimana dia menghadapi dilema para petani ganja di Aceh sewaktu akan mengakhiri jabatannya di BNN waktu lalu. Dimana ganja adalah produk yang paling laku untuk dijual, tidak serta merta hanya bisa melarang mereka untuk tidak menanam ganja, tanpa ada solusi.

Akhirnya beliau menyarankan para petani tersebut menanam kopi. Para petani tersebut setuju dan menanam. Tapi setelah panen, mereka datangi lagi Pak Buwas, bagaimana hasil kopi kami? Beliau-pun dengan sedikit geleng-geleng kepala, memutuskan membeli semua hasil kopi para petani tersebut. Bapak Buwas-pun bingung, kopinya mau diapain ada ratusan kuintal?

Jika menggunakan cara-cara biasa untuk memasarkan kopinya, tentu tidak akan laku. Sebab masing-masing kafe ataupun penggiat kopi sudah punya jalur kopi  masing-masing. Akhirnya Satu ketika ketemu dengan sosok jago kopi dari Italia yang kebetulan datang ke Indonesia. Dia menyarankan untuk mengola kopi tersebut dengan idenya.

Pak Buwas di Detik.com
Pak Buwas di Detik.com
Setelah produk dan kemasan kopinya jadi, kebetulan ada lomba kopi tingkat Internasional, kopi Jendral milik Buwas adalah kopi nomor dua paling enak di seluruh dunia. Dan akhirnya kopi beliau-pun dicari-cari bahkan dipesan oleh orang-orang luar.

Bekatul jadi produk dedak penuh gizi (dokpri)
Bekatul jadi produk dedak penuh gizi (dokpri)
Inovasi berikutnya, selama beliau di Bulog, bagaimana ia mengemas beras-beras hasil produksi para petani kita, dikelola dengan sistem canggih dan modern, menghasilkan banyak varian dan produk beras kelas premium maupun super premium. Bahkan varian beras lokalpun dibranded seperti Beras Suntang, Anak Dara, yang berasal dari petani Minang.

Kemudian dedak beras oleh Buwas dijadikan bukan panganan untuk hewan, tapi dikonsumsi oleh manusia, yakni Bekatul. Sebab menurut hasil penelitian, justru dedak beras tersebut lebih mengandung banyak vitamin dibandingkan beras itu sendiri. Dan jika diuji dan membandingkan meminum satu cangkir bekatul dengan sepiring nasi, jauh lebih tahan lama laparnya saat mengkonsumsi bekatul.

produk premium Bulog (dokpri)
produk premium Bulog (dokpri)
Dan masih banyak lagi produk-produk pertanian yang oleh Bapak Buwas dijadikan menjadi kualitas premium. Yang artinya, jika harga pasaran beras 1 kg nya berkisar Rp. 10 ribuan, oleh Bulog yang menjadikannya kualitas premium, maka harga pembelian bulog dari petani-pun bukan lagi berkisar Rp.10 ribuan, melainkan membeli dengan harga yang lebih tinggi lagi.

Terakhir apa yang mau saya sampaikan. Bahwa jelas disamping mesin atau alat produksi pertanian memang kita butuhkan artinya perlu sentuhan modernitas, butuh inovasi lebih terhadap hasil pertanian yang dijual oleh para petani kita. Yakni menjadikan produk tersebut memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dari semula.

Dan itu semua hanya bisa dihasilkan oleh manusia-manusia Indonesia yang sehat orangnya, cerdas, tidak pernah mengenal kata menyerah serta berani bayar harga. Segala cara mungkin bisa kita coba, tapi jangan lupa untuk mengevaluasi dan selalu berpikir bagaimana Pertanian Indonesia bisa semakin lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun