Mohon tunggu...
Rinto F. Simorangkir
Rinto F. Simorangkir Mohon Tunggu... Guru - Seorang Pendidik dan lagi Ambil S2 di Kota Yogya dan berharap bisa sampai S3, suami dan ayah bagi ketiga anak saya (Ziel, Nuel, Briel), suka baca buku, menulis, traveling dan berbagi cerita dan tulisan

Belajar lewat menulis dan berbagi lewat tulisan..Berharao bisa menginspirasi dan memberikan dampak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Toleransi yang Terkoyak?

3 Januari 2019   19:21 Diperbarui: 3 Januari 2019   19:36 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita tidak usah panik dengan orang-orang yang melakukan kejahatan. Sebab yang pasti kejahatan tidak akan pernah menang melawan suatu kebenaran. Dan kebenaran, suatu saat pasti akan terungkap. Meskipun adanya perbuatan seperti seolah ingin memupuk kebencian di antara kita sesama manusia. Seperti adanya orang-orang tertentu atau oknum yang ingin menuai kebencian yang sedang ditanamnya.

Kejadian merusak makam terhitung sudah terjadi tiga kali. Seperti yang diberitakan oleh Tirto.id (3/1/2019), pertama ketika hari ke dua natal, yakni di tanggal 26 Desember-nya. Pelaku menuju satu TPU Giriloyo. Pelaku merusak 12 kuburan. 11 diantaranya adalah makam orang kristen, sedang 1-nya lagi ternyata makam muslim.

Kejadian kedua ketika di penghujung akhir tahun 2018, si pelaku menuju TPU Kiringan. Dengan merusak 6 makam kristen dan 2 makam muslim. Ketahuan baru di pagi harinya, awal tahun baru 2019. Dan aksi ketiga menuju TPU Malangan, dengan merusak hanya 1 makam saja.

Ketiganya pengerusakan makam tersebut, dilakukan di Magelang, Jawa Tengah. Dan kita juga belum lupa terhadap pemotongan salib bagian atasnya, sehingga akhirnya membentuk huruf T.

Kejadiannya terjadi di Yogyakarta, tak jauh dari kota Magelang tentunya. Terhadap satu jenasah yang hendak dimakamkan dengan cara kristiani, sebab sang keluarga adalah memang orang kristen yang lumayan dihormati di kampungnya. Kejadiannya juga terjadi di pertengahan bulan Desember.

Atas peristiwa yang terjadi di Yogyakarta tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono X harus meminta maaf atas pertistiwa yang terjadi di daerah yang menjadi kekuasaannya. Dan meminta supaya pemberitaan tersebut tidak usah lagi digoreng kesana-sini, sebab menurut beliau perisitiwa tersebut, rakyat atau penduduk sama sekali tidak pernah berpikir ke arah situ. Media-lah yang seakan-akan membuat peristiwa tersebut menjadi viral dan seakan terjadi peristiwa intoleransi di Yogyakarta.

Melihat rentetan peristiwa tersebut, benarkah kita kian intoleran? Jawabannya tentu tidak. Sebab hal itu hanyalah ulah oknum tertentu, yang ingin menyulut api kebencian di antara kita. Apalagi kita yang akan memasuki tahun politik, tentu ada pihak-pihak yang diuntungkan dari rentetan peristiwa tersebut.

Sebab jika si pelaku yang melakukan pengrusakan kuburan tersebut tertangkap, pastilah orang yang sama atau memiliki jaringan yang sama. Dan hal itu akan segera terungkap jelas, apa motivasi dari si pelaku melakukan perbuatan yang demikian. Semoga kepolisian segera bisa menemukan siapa dalang ataupun oknum yang melakukan itu semua. Tentunya juga kita tidak terpancing dengan situasi dan kondisi yang ada.

Kita biarkam saja, pasti hal itu akan segera berlalu. Dan tidak benar jika toleransi kita kian terkoyak. Sebab di beberapa wilayah lain yang ada di seluruh tanah air, peristiwa tersebut tidak terjadi. Alias hanya di beberapa titik yang ada di Jawa Tengah seperti yang ada di Magelang. Lainnya tentu tidak ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun