Mohon tunggu...
Ridha Hayatul Husna
Ridha Hayatul Husna Mohon Tunggu... -

Mahasiswi di Universitas Gunadarma. Tertarik pada karya-karya dari seorang penulis bernama Darwis Tere-Liye.

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Ini Dia 33 Hak Anda Sebagai WNI" (Pengembangan dari Tulisan Bapak Thamrin Dahlan)

26 Januari 2014   09:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bangga menjadi bangsa Indonesia, ya tentu saja! Bagaimana tidak, sebagai WNI (Warga Negara Indonesia), kita punya 33 hak. Wow! Amazing! Sebagaimana yang telah dipaparkan dengan jelas oleh Bapak Dahlan dalam karya beliau yang di publish tanggal 4 Maret yang lalu. WNI memiliki 33 hak dan hanya berkewajiban dalam 8 hal. Lihat, perbandingannya 4 : 1. Nah, masalahnya. Apakah kita mengenggam erat kewajiban tersebut atau hanya merungut meminta hak disuguhkan?

Menurut UUD 1945 yang telah diamandemen 4 kali, kita memiliki kewajiban salah satunya ; menghargai hak orang lain. Nah, mari kita kembangkan sedikit. Menghargai hak orang lain? Mudahkan? Tapi kenapa malah sulit diamalkan? Sebuah pepatah bijak mengatakan “Hargai dulu hak mereka, maka mereka akan menghargai hakmu”. Ini merupakan feed-back yang positif. Namun, ego terkadang selalu menang. “Alah ngapain kita yang duluan ngehargain haknya? Bodo amat dah!”. Kita jadi “ogah” untuk bertindak duluan, sehingga saling merugikan. Mereka tidak dihargai haknya begitupun sebaliknya, kita. Sayang sekali, kan?

Ah! Menjalankan kewajiban saja sudah ogah, bagaimana mungkin menuntut hak secara adil dan nyata? Hak ialah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung pada diri kita sendiri.  Salah satu hak WNI yang diatur dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 2 menyatakan ; Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, serta menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Makna dari pasal ini ialah setiap manusia bebas dalam menentukan dan memilih agamanya, berhak memiliki pola pikir yang berbeda namun tetap inovatif, dan berhak menentukan apa yang ia suka atau yang tidak ia sukai. Kita contohkan saja. Seorang penulis yang sedang bergulat dengan ceritanya memiliki alur cerita yang berbeda dengan pembaca. Nah, penulis ini berhak menentukan kemana alur cerita akan tetap dialirkan. Pembaca tidak bisa memaksa bagaimana harus ceritanya berjalan, karena mereka tidak punya hak dalam karangan cerita itu. Namun, sang penulis. Dia raja dari karyanya, dia punya hak untuk memilih alur cerita yang menarik baginya. Ini sudah merupakan hak penulis, tidak dapat diganggu gugat.

Kita sebagai WNI memiliki hak yang istimewa, sungguh. Memilih agama, tanpa paksaan. Menentukan pasangan hidup, tanpa paksaan. Tapi sayangnya, hak kita masih dibelenggu. Jodoh? Sebagian kecil masih saja seperti caranya Nona Siti Nurbaya. Hah! Hak yang terkurung rapat dalam sangkarnya. What a pity! Padahal hak itu merupakan hak dalam diri seorang diri manusia. Menurut Jack Donnely, hak yang dimiliki manusia menandakan ia manusia. Lha, bila hak sudah dirampas, dimana lagi letak sebuah “kemanusiaan” itu?

Hak WNI terkadang memang tidak dipedulikan. Sebagian masyarakat masih belum dapat mencicipi hak mereka yang telah dijanjikan pemerintah. Kasian bukan? Sebagaimana tertulis pada UUD 1945 pasal 28 G ayat 2, setiap WNI bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia. Namun, hak ini malah dibalikkan 1800. WNI yang (maaf) agak kurang pada jabatannya, fisiknya, ataupun hartanya, hak mereka seolah-olah hanya dijadikan kiasan saja. “Ah apa pedulinya kita! Toh mereka tidak ada derajat sedikitpun”. Ego inilah yang menelantarkan hak-hak suci mereka. Padahal derajat dimata manusia tidaklah ada gunanya. Derajat dari Tuhan-lah Yang Mahaindah.

Nah,  sebagai manusia yang memiliki adat dan adab. Maka sebaiknya sebelum menuntut hak dipenuhi ada baiknya kewajiban tidak dilalaikan. Diibaratkan dengan seorang pemuda yang selalu meminta ini dan itu pada Tuhan nya, tapi untuk beribadah dan berbuat baik saja susah. Sebaiknya cepatlah sadar akan kewajiban dan bersabar dalam menanti hak yang telah ditata rapih. Ingatlah kata ini “Tuhan saja tidak pernah melalaikan hak-ku, menelantarkan rezekiku. Maka sungguh baiklah aku menjalankan kewajibanku sebagai hamba yang taat kepada-Nya :)


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun