Mohon tunggu...
Rasyid Musdin
Rasyid Musdin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (2015)

Apa saja saya tulis, asalkan bisa di tulis. Musik Klasik kesukaanku, bermimpi dan mendaki adalah jiwaku, buku adalah kekasihku, dan membaca buku adalah kewajibanku. Dengan menulis, dunia mengenalku. Dunia mengenalku, maka aku adalah pelaku sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Runtuhnya Kekuasaan ala Ibnu Khaldun

21 Agustus 2017   13:25 Diperbarui: 21 Agustus 2017   13:45 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: http://www.boombastis.com/kerajaan-besar-dunia/42512

Negara sebagai tempat berkumpulnya segala eleman dan lapisan masyarakat sudah tentu memiliki peran yang begitu besar terhadap kelangsungan hidup rakyat yang terdapat didalamnya. Negara jika kita ibaratkan, seperti sebuah rumah yang kokoh dengan pondasi dan pilar-pilar yang kuat. Pondasi yang kuat merupakan dasardari pada sebuah bangunan. Ditambah lagi dengan pilar-pilar tiang penyangga yang kokoh dapat menopang rumah dari segala macam angin dan badai. Apalagi ditambah dengan campuran pasir, koral, dan kerikil yang pas tentu saja menambah daya tahan lama dan tidaknya sebuah bangunan. Namun tidak menutup kemungkinan sebuah rumah dapat runtuh jika orang-orang yang tinggal didalamnya ingin menghancurkan rumah tersebut.

Berbicara tentang runtuhnya sebuah Negara tidak lepas dari peran masyarakat dan pemimpin. Banyaknya kerajaan-kerajaan  dimasa keemasan islam maupun kerajaan yang notabenenya hindu-budha di Indonesia, memberikan gambaran kepada kita bahwa sebuah kekuasaan dapat runtuh begitu saja dan hanya menjadi sejarah dalam peradaban zaman. Seorang pemikir islam Ibnu Khaldun dalam teorinya tentang negara memberikan penggambaran fase-fase tentang runtuhnya sebuah negara dan kekuasaan. 

Fase Pertama,pada faase ini seorang pemimpin  berhasil memenngkan pemilihan dan menentukan siapa saja yang diambil sebagai bawahan dan membantu dalam melancarkan segala macam keputusan demi kepentingan rakyatnya.

Fase kedua, pada fase ini seorang pemimpin mulai bertindak otoriter. Tidak hanya berbuat semena-mena, ia bahkan menyingkirkan musuh-musuhnya dan segala macam hal yang dapat merugikannya dan menggoyahkannya.

Fase ketiga, pada fase ini seorang pemimpin mulai hidup berfoya-foya dan menikmati kekuasaannya.

Fase keempat, seorang pemimpin mulai merasakan kepuasan hati karena hidup berfoya-foya.

Pada fase ini dia seakan tamak dan puas dengan apa yang dibangun oleh pendahulunya. Fase kelima, pada fase ini seorang pemimpin mulai bermasalah dengan rakyat dan kemudian mengalami kehancuran (Muhammad Iqbal dan Amin Husein, 2015). Runtuhnya sebuah kekuasaan sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu Khaldun bahkan pernah terjadi dimasa era orde baru. Kekuasaan yang berlangsung selama 32 tahun tersebut, runtuh akibat demonstrasi yang dilakukan masyarakat dan mahasiswa. Akibatnya adalah terjadi perubahan besar-besaran terhadap ketatanegaraan Indonesia. 

Runtuhnya kekuasaan dalam prespektif Ibnu Khaldun perlu kita perhitungkan. Mengingat Indonesia banyak mengalami goncangan dari dalam yang menghasilkan berbagai macam gerakan-gerakan penentangan baik melalui media bahkan organisasi. Sebagai pemimpn yang baik, hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan perlu dihindarkan agar persoalan yang mengancam negeri ini dapat dikurangi. Sudah sepentasnya pemimpin yang baik juga memperhatikan masyarakatnya, tidak hanya golongan dan pribadi. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun