Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fake Productivity: Ternyata Kita Tidak Produktif Seperti yang Kita Kira

7 Mei 2024   08:16 Diperbarui: 7 Mei 2024   20:55 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi produktif (Sumber: freepik)

Dalam dunia yang terus bergerak cepat seringkali kita terjebak ke dalam siklus kesibukan yang tidak produktif. Meskipun terlihat sibuk dari luar, namun sebenarnya tidak menghasilkan banyak hal yang berarti atau sering dikenal dengan istilah fake productivity.

Fake productivity atau produktivitas palsu adalah fenomena di mana seseorang sibuk dengan tugas-tugas namun tidak produktif atau hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas hasilnya.

Sibuk sering dikorelasikan dengan waktu. Menganggap diri kita sibuk atau tidak ada waktu, padahal mungkin yang kita lakukan itu belum tentu penting. Apakah kesibukan yang kita alami sebenarnya mewakili produktivitas yang sesungguhnya?

Produktif vs Sibuk

Kebanyakan orang mengasosiasikan kesibukan dengan produktivitas, sehingga terjebak dalam siklus melakukan aktivitas secara terus-menerus tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut benar-benar memberikan hasil yang diinginkan.


Ilustrasi karyawan yang bekerja hingga larut malam. Foto: pexels.com/cottonbro studio
Ilustrasi karyawan yang bekerja hingga larut malam. Foto: pexels.com/cottonbro studio

Kalau sibuk korelasinya adalah waktu maka produktif korelasinya adalah output atau hasil relevan yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu. Inilah yang menjadi kata kunci antara produktif dengan sibuk yaitu output atau hasil yang relevan.

Misalkan si A menghasilkan output 10 untuk jangka waktu 10 jam. Sedangkan B menghasilkan output 5 dalam waktu 1 jam. Bila dilihat lebih produktif siapa, maka lebih produktif B karena dapat menghasilkan output 5 hanya dalam waktu 1 jam.

Namun mana yang terlihat sibuk, jelas si A yang jauh lebih sibuk karena membutuhkan waktu lebih lama hingga 10 jam untuk menghasilkan output 10. Disinilah terjadinya fake productivity, terlihat sibuk tapi tidak produktif. 

Tentunya perusahaan lebih memilih B yang kerja 1 jam dapat menghasilkan output 5 dibanding A yang kerja 10 jam tapi cuma menghasilkan output 10 atau rata-rata dalam 1 jam hanya menghasilkan output 1.

Adanya persepsi di masyarakat kita yang menganggap bahwa jika sibuk dan tidak ada waktu berarti telah melakukan sesuatu hal yang produktif. Sehingga kita akan mencari dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak relevan agar membuat kita terlihat sibuk seperti membalas chat dan semua email, mengikuti semua rapat, merapikan font huruf atau paragraf laporan kerja berulang kali, menghabiskan waktu berjam-jam mengedit file presentasi dan lain-lain.

Ditambah lagi budaya kerja yang lebih menekankan lamanya jam kerja yang dianggap produktif, adanya anggapan bahwa karyawan yang hobi lembur adalah karyawan teladan. Pada akhirnya mendorong kita untuk selalu terlihat sibuk dan rasa tidak ingin kalah dari orang lain tanpa mempertimbangkan efektivitas sebenarnya dari tindakan kita.

Bahkan terkadang ada juga yang merasa perlu untuk selalu terlihat sibuk di depan orang lain, entah rekan kerja, atasan atau bahkan teman dan keluarga demi memenuhi ekspektasi sosial atau supaya terlihat keren.

Bagaimana Agar Menjadi Produktif

Fake productivity adalah sesuatu yang sangat tidak efisien dan efektif, tapi bukan berarti kita sulit untuk menjadi produktif. Gunakan waktu dengan bijaksana. Kita tidak perlu menghabiskan waktu sampai 5 jam hanya untuk menyelesaikan tugas yang cuma berkontribusi 1% terhadap hasil akhir.

Hitung upaya dan tindakan mana yang akan memberi dampak paling besar pada tujuan yang ingin kita capai. Mulailah untuk memilah-pilah tugas pekerjaan apa yang lebih produktif, memakan waktu lebih sedikit yang berdampak besar terhadap performa kerja kita.

Evaluasi secara berkala pola kerja kita secara obyektif, tinjau kembali rutinitas dan kebiasaan kita untuk memastikan kita tidak terjebak pada pola fake productivity. Mungkin kita merasa sudah produktif karena sudah 3 jam lamanya berada di meja kerja namun ternyata 2,5 jamnya dihabiskan hanya untuk membalas chat atau membuka notifikasi pada handphone.

Oleh karena itu rubahlah dan hilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita dan gantikan dengan kebiasaan baik yang memberi dampak positif bagi kinerja kerja kita.

****

Menjadi produktif bukan seberapa lama kita bekerja dalam rentang waktu yang panjang, namun seberapa efektif kita bekerja dengan kualitas yang tinggi dan seberapa baik kita dapat melakukannya. Sesibuk apapun bekerja jangan melupakan prioritas utama kita yaitu diri kita sendiri dan juga orang-orang yang kita sayangi.

Kita harus tahu bahwa waktu kita sangat berharga. Gunakanlah untuk hal-hal yang berdampak besar terhadap kehidupan kita. Kalau hanya sengaja menghabiskan waktu agar terlihat sibuk, what's the poin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun