Mohon tunggu...
Putri Nadia
Putri Nadia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mari menggenggam dunia dengan menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cita-Citaku atau Ambisi Orang Tuaku?

29 Agustus 2013   10:16 Diperbarui: 4 April 2017   17:58 12588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13777460741833365011

Pernah tidak berada dalam situasi ketika pilihan kalian tak sejalan dengan kemauan orang tua? Lalu, apa yang kalian rasakan? Sebagian besar dari kalian pasti mengerti bagaimana bimbangnya saat itu. Bahkan, telah biasa menghadapi kondisi tersebut.

Orang tua memang punya andil besar dalam hidup kita. Sebab, setiap orang tua tentu menginginkan hal yang terbaik buat anaknya. Mereka kebanyakan beranggapan bahwa kita tidak cukup pandai memilih yang mana yang terbaik. Sehingga, mereka perlu turun tangan dalam memilih hal-hal yang terkadang tak sesuai dengan hobi bahkan kegemaran kita sebagai remaja.

Apalagi ketika berbicara perbedaan zaman dan trend antara orang tua dan anak. Kebanyakan orang tua menganggap saat mereka masih muda sama kondisinya saat anak-anak mereka beranjak remaja. Padahal, bisa saja sangat berbanding 180 derajat.Maka tidak heran kalau terkadang para anak mengoceh dalam hati "Lain dulu, lain sekarang".

Memang kodrat orang tua ya seperti itu, ingin yang terbaik untuk anaknya.  Karena memang orang tualah yang memiliki jasa paling besar buat kita, dari kecil merekalah yang memandu kita. Merangkak, lalu cara berjalan, bicara bahkan mendapatkan rasa kenyamanan karena setiap saat diberi kasih sayang. Akan tetapi, dalam kasus tertentu yang orang tua anggap "terbaik"  terkadang bukanlah yang "terbaik" menurut sang anak.

Tak sedikit pula, akhirnya orang tua memaksakan kehendaknya kepada sang anak. Suka ataupun tidak, sang anak harus mengikuti kata orang tua. Seakan-akan menjadikan ambisi masa mudanya yang dulu tak kesampean sebagai hal yang harus anaknya capai.  "Kamu tidak boleh ngebantah! Harus nurut apa kata orang tua" Nah, kalau sudah seperti itu? Kita sebagai anak yang patuh hanya bisa diam dan melakukan keinginan Beliau. Bukan dengan senang hati lagi, tapi sudah di balut rasa terpaksa hingga menjadi beban.

Wajar tidak, jika ada dari teman saya berpendapat saat orang tuanya mulai sibuk memilihkan ini dan itu, "Emang bapak/mama yang ngejalaninnya? saya yang tau kemampuan saya!". Walau demikian, itu hanya bisa di pendam, untuk batas-batas kesopanan orang timur pada umumnya.

Lain lagi, ketika teman saya dari kota besar berpendapat, "lawan dong bapak/ibu kamu dengan berargumentasi. Kasih alasan yang masuk akal. terlebih dengan kemampuan kamu sendiri". Katanya

"eh boro-bro mau jelasin, bicara beberapa patah kata saja, dianggap ngelawan. Ya terpaksa diam, dan kemudian nurut saja kemauan orang tua?"

Harusnya, para orang tua mengerti posisi anaknya. Mereka bukanlah secara menyeluruh fotocopy-an dari orang tua mereka sendiri. Para anak juga memiliki hobi, keinginan, cita-cita yang lain yang pada umumnya bisa berbanding terbalik dengan hobi orang tua itu sendiri. contohnya saja, saya memiliki teman yang orang tuanya merupakan guru mata pelajaran hitung-hitungan. Tapi, sang anak lebih menyukai sastra dan kurang bisa mengikuti pelajaran yang berbau hitungan. Nah? Sangat jelas perbedaannya bukan?

Dalam hal apa saja orang tua terkadang bersikeras seperti itu? Silahkan dilihat di lingkungan sekitar kehidupan sehari-hari atau dari berbagai berita dari media. Diantaranya, tentang pilihan "sekolah" atau "jurusan" bahkan ada yang sampai dengan level "memilihkan jodoh".  Wah bisa repotkan jika pilihan orang tua sama sekali bukanlah idaman kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun