Mohon tunggu...
Puja Mandela
Puja Mandela Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di apahabar.com

Pria biasa, lulusan pesantren kilat, penggemar singkong goreng, tempe goreng, bakso,fans garis miring The Beatles, Iwan Fals, Queen, musik rock 60s, 70s.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menafsirkan Kembali "Fundamentalisme Khandaq" dan Media

27 Februari 2017   08:25 Diperbarui: 27 Februari 2017   18:00 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: inilah. com "][/caption]

Saya menyebut Fundamentalisme Khandaq yang diangkat sebagai tema besar di Majelis Ilmu Kenduri Cinta pada 14 Februari 2017 merupakan gagasan, metode, dan cara berpikir agar kita tidak salah paham dalam menyikapi berbagai pemberitaan di media. Tak hanya berita dari media sosial, tetapi juga berita-berita dari media mainstream maupun media non mainstream di Indonesia.

Dalam bahasa Arab khandaq berarti parit, sementara fundamentalisme adalah suatu hal yang bersifat mendasar. Dalam konteks agama Islam, fundamentalisme merupakan perkara pokok agar umat Islam mengetahui benar dan salah, mana yang haq dan mana yang bathil.

Saat kota Madinah akan diserang oleh orang-orang Quraisy, seorang sahabat asal Persia, Salman Al Farisi, mengusulkan kepada Rasulullah agar segera menggali parit di sekeliling kota Madinah. Strategi ini memang tak terduga dan terbukti efektif. Pada akhirnya, strategi ini sukses melindungi umat Islam dari serangan musuh yang sudah mengepung Madinah, meskipun saat itu Ali bin Abi Thalib harus berjibaku mengalahkan Amr bin Abd Wad al-Amiri dalam duel satu lawan satu.

Kita memang memiliki jarak yang sangat serius dari apa yang kita lihat di media dengan fakta yang terjadi sebenarnya. Hal inilah yang menyebabkan sebagian masyarakat kita masih salah paham dalam menilai "mandai" hanya karena, misalnya, sejumlah media mainstream kita memberitakan bahwa makanan tradisional Banjar itu termasuk makanan yang berpotensi mengganggu kesehatan tubuh manusia. Jika berita ini terus menerus diviralkan oleh media massa, tentu sebagian besar masyarakat kita akan percaya bahwa mandai adalah makanan berbahaya, sebab cara berpikir mereka menyimpulkan bahwa setiap pemberitaan yang bersumber dari media mainstream sudah pasti kebenarannya.

Sebaliknya, mandai bisa disulap sedemikian rupa, bahkan menjadi makanan berlevel internasional jika media massa kita membuat berita-berita bernada positif tentang mandai. Apalagi jika pemimpin perusahaan media tersebut adalah penggemar mandai. Ini belum ditambah dengan dukungan dari para pengusaha mandai yang ingin mandai menjadi makanan nomor satu di dunia. Untuk mewujudkan hal ini, tentu apapun mereka lakukan termasuk melakukan praktik "ngapusi berjamaah".

Mereka akan membuat judul berita provokatif yang kesannya semua orang di dunia ini adalah penggemar mandai. Makanan yang terbuat dari kulit cempedak itu juga akan disebut sebagai makanan yang berasal dari surga. Orang yang tak memahami bagaimana media massa bekerja bisa saja tak paham soal ini. Seseorang yang grasa-grusu akan langsung membagikan sebuah postingan ke beranda Facebook tanpa membaca isi postingan tersebut karena hanya membaca judulnya saja.

Di koran dan media online, seorang pemuda yang membakar kantor polisi akan langsung dituding sebagai manusia berpaham radikal. Seluruh media akan membuat headline yang fokusnya hanya tentang peristiwa pembakaran tersebut lalu menghubungkannya dengan ISIS atau jaringan terorisme lainnya. Jika si pemuda kebetulan menjabat sebagai pemimpin organisasi massa, media massa akan menggiring opini bahwa si pemuda adalah pemecah belah bangsa yang berpotensi merusak kebhinekaan kita.

Namun, mereka tidak akan pernah mencari akar masalahnya. Mereka tidak akan pernah mencari tahu kalau sang pemuda ternyata kecewa berat dengan sikap aparat kepolisian yang membiarkan pelaku pemerkosa dan pembunuh saudara perempuannya bebas berkeliaran, bahkan sang pelaku ternyata punya hubungan kekerabatan dengan oknum pejabat kepolisian.

Hari ini media kita terlalu sibuk menyoroti perkembangan paham radikal tanpa mencari tahu darimana dan bagaimana paham radikal itu muncul. Sang pemuda pelaku pembakaran kantor polisi tentu tidak akan melakukan hal yang konyol apabila hukum benar-benar ditegakkan dan si pemerkosa adiknya segera ditahan dan dijebloskan ke penjara.

Oleh karena itu, sikap membuat khandaq dari media memang begitu mendesak dalam kondisi yang kita alami hari ini. Kita harus membuat jarak yang serius dari media apapun, baik media mainstream maupun non mainstream. Tetapi kita juga tidak boleh langsung menuding bahwa setiap pemberitaan yang bersumber dari media mainstream pasti salah dan berita yang bersumber dari media non mainstream pasti benar. Begitu pun sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun