Besok malam saya akan berangkat ke Seoul, Korea Selatan dalam rangka menghadiri kongres Asian College of Psychosomatic Medicine (ACPM) yang ke-18. Ini merupakan kunjungan saya dua tahun berturut-turut ke Seoul setelah tahun lalu menghadiri Asian Central Nervous System meeting.Â
Kali ini  kongres ACPM mengambil tema "Beginning of New Life in The 4th Industrial Revolution".
Ungkapan 'Revolusi Industri Keempat' pertama kali digunakan pada tahun 2016, oleh World Economic Forum. Revolusi Industri Keempat menandakan revolusi industri yang dilandaskan pada revolusi digital.
Revolusi Industri Keempat ditandai dengan munculnya terobosan teknologi di sejumlah bidang, termasuk robotika, kecerdasan buatan, nanoteknologi, komputasi kuantum, bioteknologi dan hal terkait lainnya.Â
Dalam bukunya, The Fourth Industrial Revolution, Profesor Klaus Schwab, pendiri dan ketua eksekutif World Economic Forum, menjelaskan bagaimana revolusi keempat ini pada dasarnya berbeda dari tiga sebelumnya, yang terutama ditandai oleh kemajuan teknologi.Â
Teknologi ini memiliki potensi besar untuk terus menghubungkan miliaran lebih banyak orang ke berbagai situs di dunia internet, secara drastis meningkatkan efisiensi bisnis dan organisasi dan membantu meregenerasi lingkungan alam melalui pengelolaan aset yang lebih baik.
Sayangnya kondisi kemajuan digital dan revolusi digital ini tidak terlepas dari masalah manusia dan masalah yang terkait dengan kejiwaan manusia. Kompleksitas kehidupan di era digital ini dan berbagai tantangan terkait arus informasi yang demikian cepat membuat masalah sendiri bagi manusia yang terlibat di dalamnya dan sering kali menimbulkan masalah kejiwaan khususnya psikosomatik.Â
Tidak mengherankan di era digital ini jumlah kasus gangguan jiwa khususnya yang berkaitan dengan psikosomatik meningkat setiap tahunnya dan makin banyak usia muda yang mengalaminya.Â
Gejala psikosomatik yang lebih menekankan masalah fisik merupakan manifestasi dari kecemasan dan depresi yang telah berlangsung lama sebelum gangguan fisik psikosomatik tersebut muncul. Sayangnya sering kali hal ini tidak dikenali karena pasien cenderung lebih fokus untuk mengatasi masalah fisiknya dan mengesampingkan masalah kejiwaan yang sebenarnya menjadi dasarnya.Â
Arus informasi yang mudah diakses oleh siapa saja yang memiliki akses internet membuat keadaan ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan untuk dokter jiwa seperti saya untuk memanfaatkan teknologi internet terutama media sosial sebagai cara menginformasikan masalah kejiwaan khususnya psikosomatik.Â
Kesempatan presentasi saya kali ini di ACPM membawa topik terkait bagaimana membangun kesadaran masyarakat terkait masalah psikosomatik melalu media sosial. Semoga bisa membawa manfaat untuk para peserta dokter nanti terkait pemanfaatan teknologi informasi khususnya media sosial di era Revolusi Industri Keempat ini. Nantikan laporan saya dari ACPM 2018, Seoul Korea Selatan. Salam Sehat Jiwa