Mohon tunggu...
koko anjar
koko anjar Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Seorang penikmat senja dengan segala romantikanya. Menyukai kopi dan pagi sebagai sumber inspirasi dan dapat ditemui di Hitsbanget.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bercita-cita Tinggi Itu Perlu, tapi Berpikir Realistis Itu Wajib

30 April 2017   23:25 Diperbarui: 1 Mei 2017   10:55 3531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
merancang masa depan. source : http://www.ummi-online.com

Dalam sebuah acara seminar motivasi, sering kita mendengar istilah "miskin harta boleh, tapi miskin cita-cita jangan". Sebuah ungkapan yang menggambarkan bahwa bagaimanapun kondisinya, kita tetap harus memiliki cita-cita setinggi langit. Kalaupun gagal, setidaknya nanti kita akan jatuh diantara kemilau bintang yang bertebaran di angkasa. Begitulah kelanjutannya. Akan tetapi ada satu hal yang terlupakan dari ungkapan itu, yaitu berfikir realistis. Realistis tentang apa yang kita cita-citakan serta realistis dengan usaha yang dilakukan.

Memang, penemuan besar berawal dari gagasan yang besar dan cenderung gila. Akan tetapi semua itu hanya bisa terlaksana ketika diimbangi dengan usaha yang tak kalah gila-nya juga. Mengejar cita-cita itu tidak instan. Tidak semudah membuat bubur ataupun mie instan yang hanya dalam hitungan menit sudah menjadi makanan siap saji yang siap untuk dimakan. Tapi mengejar cita-cita itu seperti kita memasak sayur lodeh. Perlu usaha untuk mendapatkan bahan-bahannya, mengupas, meracik, memasak baru kemudian menghidangkannya di meja makan. Butuh proses yang panjang untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dan bukan hanya pemikiran saja yang diperlukan, tapi juga perasaan.

Ketika kita berfikir tentang realita, maka secara otomatis kita akan dituntut untuk menggunakan logika. Seolah sederhana, namun rumit dalam pelaksanaannya. Terutama bagi wanita, yang cenderung lebih banyak memakai perasaan daripada logika dalam menentukan suatu keputusan. Tapi untuk urusan cita-cita, mau tidak mau tetap harus mengedepankan logika. Selagi kita hanya mengejar impian tanpa melihat kemampuan, maka selamanya hal itu akan menjadi sia-sia. Betul memang kita akan bisa mendapat pelajaran dari sebuah kegagalan, tapi mau sampai kapan gagal terus? 

Misalnya saja begini, kamu adalah seorang anak laki-laki dari keluarga kurang mampu. Kamu punya cita-cita menjadi dokter. Sayangnya, nilai kamu pas-pasan. Berbagai usaha pun kamu lakukan untuk memperbaiki nilaimu. Akan tetapi hasilnya tetap saja sama. Nilai kamu masih pas-pasan. Bisa dibilang batas maksimal kemampuan berfikir kamu sudah berhenti di angka itu. Tentu saja karena hasil yang pas-pasan tersebut, kamu jadi susah atau bahkan mungkin tidak mendapatkan beasiswa kuliah di jurusan kedokteran. Kalaupun kamu paksakan, jelas orang tuamu akan kelimpungan mencari uang kesana-kemari untuk biaya kuliahmu nanti. Sudah menjadi hal yang lumrah kalau kuliah di jurusan kedokteran itu biayanya mahal. Selain biaya, dengan kemampuan berfikirmu yang pas-pasan jelas akan sulit untuk bisa lulus dari fakultas kedokteran itu  nantinya. Bisa saja kemungkinan terburuknya kamu drop out di tengah jalan dengan alasan susah menerima pelajaran serta kesulitan biaya. Betapa banyak waktu dan biaya yang akan terbuang selama itu.

Di sisi lain kamu justru mahir di bidang ilmu sosial. Dengan adanya nilai lebih itu harusnya kamu lebih mengerti bahwa jurusan yang kamu ambil seharusnya adalah ilmu sosial, bukan ilmu kedokteran. Disitu kamu nanti akan lebih optimal, yang berefek pada bagusnya nilai-nilai kamu serta berujung pada beasiswa yang akan meringankan biaya kuliahmu. Orang tuamu pun jadinya tidak akan terlalu pusing memikirkan biaya. Meski itu bukan cita-cita kamu, setidaknya nanti kamu akan lulus tepat waktu karena berada di tempat yang tepat dengan kondisi dan kemampuanmu. 

Itulah alasannya kenapa kita harus berfikir realistis dalam mengejar cita-cita. Sebelum kerja keras untuk menggapai impian, ada baiknya kita tanyakan dulu ke hati nurani kita benarkah itu merupakan tujuan hidup atau sekedar memenuhi ego pribadi saja. Kalau hanya sekedar menuruti ego saja, maka bersiaplah jatuh bangun untuk sebuah akhir yang tidak diinginkan. Kita terlahir ke dunia ini pasti punya lebih dari satu potensi. Tinggal bagaimana caranya kita dapat menggali potensi itu untuk kemudian dikembangkan secara maksimal.Satu hal gagal, maka coba hal baru lagi. Begitu seterusnya sampai menemukan yang pas. Juga tetap harus diingat, menjalani proses itu butuh waktu. 

Kita bisa saja beranggapan bahwa pilihan A adalah yang terbaik. Tapi kita tidak pernah tahu kalau Tuhan menyiapkan pilihan B yang ternyata jauh lebih baik. Sesuaikan impian dengan kemampuan yang ada. Kamu tentu ingin kan menjadi the right man on the right place ? Di saat nanti kamu sudah mengeluarkan semua daya dan upaya untuk menggapai impianmu dengan melihat realita yang ada, namun tetap belum berhasil, maka berdamai dengan takdir bukan lagi jadi pilihan, melainkan suatu keharusan

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun