Beberapa hari yang lali beberapa anak muda yang sering mengikuti jejak langkahmu menyuarakan “sugeng ambal warsa mbah”.Alangkah senang dan bahagianya anak-anak muda ini melihat engkau bertambah usia. Entah alasan apa yang membuat mereka merasa senang dengan bertambahnnya usianya engkau. Seolah anak muda ini juga merasakan bagaimana menularnya kedewasaan pikiran, hati dan sikap yang selalu engkau ajarkan pada kami anak muda ini.
Ya, saya sendiri adalah salah satu anak muda yang merasakan kesenangan, kebahagian dan kegirangan dengan bertambah usia mu. Memang selama ini saya, baru mengenalmu dan mencoba mendalami segala pemikiran mu sejak berada di kota Malang. Sebelumnya tak ku mengenal mu wahai Mbah. Entah kenapa saya merasa begitu telat untuk mengenal mu dan merasa dekat dengan mu. Bagaimana tidak, selama ini saya hanya sebagai pengkonsumsi hasil karya media-media yang sebenarnya hanya bertujuan industri. Hingga akhirnya kedewasaan dan kediriaan ku begitu telat, bahkan cenderung membunuh kemanusiaanku.
Hingga akirnya aku saat ini seolah terjebak dengan kesedihan, bahwa Tuhan dari hari- kehari semakin merindukan mu untuk kembali. Bagiku bertambah usia memiliki dua sisi mata uang yang tidak dapat dilepaskan. Di satu sisi senang, karena dengan bertambahnya usai maka seseorang akan semakin bertambah ilmu dan semakin bertambahnya aura positif yang diberikan. Namun disisi lain, Tuhan sangat merindukanmu untuk kembali padaNya. Memang siapapun dan apapun yang ada dalam kehidupan ini akan kembali pada pemilikiNya. Begitu pesan yang engkau serukan dan engkau taburkan pada setiap orang yang engaku temui. Tapi, disini aku merasa belum banyak mengenal dan memahami bagaimana engkau hidup. Engkau yang selalu mengajarkan untuk selalu menggunakan cara-cara hidup layaknya kekasih Tuhan. Kemudian menuju kemurnian Tuhan untuk kembali padanya, sama sekali belum banyak ku lakukan dan ku gerakkan dalam setiap nafas hidupku.
Bagiku kau adalah tokoh yang mengakar. Setiap penjelasan yang engkau berikan, selalu mendasar. Hal-hal mendasar yang sering banyak orang lupakan dan acuhkan, selalu engkau tanamkan. Bahkan engkau selalu menjelaskan untuk selalu menjadi seperti akar. Akar yang selalu menjadi tumpuan pohon, menjadi pencari sumber kehidupan dan menjadi yang mendalam dalam pemahaman. Namun aku heran, kenapa engkau di atas negeri yang engkau cintai ini. Namamu seolah dilenyapkan, jasa seolah dihilangkan, dan suaramu seolah dibungkamkan. Bagaimana tidak seperti itu, karena hanya beberapa media-media kecil yang yang selalu menemani langkahmu dan selalu mencatat setiap jejak langkahmu.
Bagiku juga kau adalah tokoh Pancasila sejati. Meskipun engkau tidak andil dalam pembuatan dan perumusan Pancasila, tapi seolah pemahaman dan pengetahuan mu akan Pancasila seolah melebih tokoh terdahulu. Engaku menjelaskan pada setiap orang, entah itu dari golongan terpelajar ataupun bukan orang terpelajar. Semua engkau rangkul dan genggam menjadi seutuhnya Pancasila.
Bagiku pula engkau memang tidak pantas untuk menjadi seorang ustad. Iya, apa yang engkau sampaikan dalam setiap kesempatan bahwa engkau bukanlah guru, bukanlah ustad, ataupun yang dianggap orang lebih tinggi. Tapi aku selalu merasakan bahwa engkau memang melebihi itu semua. Engkau yang selalu menggunakan ilmu kehidupan Kekasih Tuhan semakin menunjukkan bahwa engkau memang tak seperti yang dilihat orang.
Ya dalam setiap pertambahan usia mu ini Si Mbah, semoga hati para pemuda dan pikiran para pemuda selalu seperti engkau. Engkau yang mencintai ilmu pengetahuan, mencintai alam, mencintai manusia, dan selalu merindukan untuk bertemu atau bercumbu dengan kekasih Tuhan yang kemudian menuju kemurniaan Tuhan.