Sejarah kepahlawanan Kota Surabaya tidak bisa lepas dari peran para pemuda Surabaya. Hampir disetiap detak sejarah selalu muncul keterlibatan para pemuda. Mulai peristiwa penyobekan bendera merah putih di Hotel Orange (Majapahit), terbunuhnya Mallaby di Jembatan Merah, hingga pertempuran di Tugu Pahlawan. Tak pelak lagi, pemuda atau generasi muda Surabaya mendapat perhatian khusus dari setiap Walikota Surabaya.
PERHATIAN khusus Walikota Surabaya terhadap eksistensi generasi muda, mulai terlihat secara nyata dengan dukungan atas berdirinya organisasi Generasi Muda Arek-Arek Surabaya (GEMAAS), sebagai organisasi pemuda dibawah naungan organisasi sosial Putera Surabaya (PUSURA). Dukungan diberikan oleh Walikotamadya Surabaya Drs. Moehadji Widjaja bersama beberapa wartawan dan para tokoh Surabaya.
Saat itu Cak Nuralim diangkat sebagai ketua GEMAAS yang pertama dan posisi wakil ketua dipercayakan pada H. Anton Abdullah, sementara jabatan Sekretaris dipercayakan pada Cak Hari Sasono DS yang waktu sebagai wartawan majalah “Selecta Group” Jakarta, biro perwakilan Jawa Timur.
Demikian salah satu pendiri GEMAAS, H. Anton Abdullah membuka ceritanya tentang berdirinya GEMAAS. Sebuah organisasi kepemudaan yang pertama di Surabaya. Organisasi ini berdiri dengan visi dan misi sebagai wadah sinergi generasi muda yang ada di Surabaya.
[caption id="attachment_242443" align="alignright" width="269" caption="SALAH satu pendiri GEMAAS, H. Anton Abdullah prihatin atas kondisi persaudaraan kelompok pemuda di Surabaya, yang saat ini gampang diadu domba oknum pengecut. Dia berharap para kelompok pemuda untuk memanfaatkan GEMAAS sebagai wadah sinergi mempertahankan dari provokasi oknum pengecut."]
“Melihat perseteruan antar kelompok pemuda yang hanya untuk memperebutkan eksistensi dan jati diri itu, maka saya bersama Cak Nuralim, Cak Manan, dan Cak Hari mencoba untuk mencarikan solusi. Kami membahasa permasalahan ini di depan waruk milik orang tua Cak Zaidun di Jalan Petojo,” kata mantan pereli nasional ini dengan mata berkaca-kaca.
Ide pendirian GEMAAS itu, dalam ingatannya sudah ada sejak tahun 1976-an. Namun, ide tersebut selalu terbentur pada ketidaksepahaman diantara para pentolan kelompok pemuda. Tak pelak lagi, pertarungan antar anggota kelompok tetap berlangsung di akar rumput, meski para pentolannya sudah sering melakukan pertemuan untuk mencarikan solusi atas perseteruan yang terjadi.
Berdirinya organisasi untuk sinergi kelompok pemuda itu, menurut Anton, mulai mendapatkan titik terang saat Walikotamadya Surabaya Drs. Moehadji Widjaja bersama beberapa wartawan dan para tokoh Surabaya bersedia menjadi mediator. Secara pelahan, para pentolan kelompok pemuda itu mulai sumeleh. Mereka juga bersedia membangun sebuah organisasi pemuda untuk mewadahi semua kepentingan kelompok. Dan, organisasi tersebut sepakat diberi nama Generasi Muda Arek-Arek Surabaya (GEMAAS) dengan logo kobaran api sebagai simbolik semangat, yang mengitari tiga ikon Kota Surabaya yaitu tugu pahlawan, ikan suro dan boyo.
[caption id="attachment_242438" align="aligncenter" width="673" caption="Aktifitas tawuran di Indonesia sudah banyak memakan korban jiwa sia-sia. Pemerintah pusat dan daerah serta aparat keamanan saatnya bersikap tegas terhadap semua bentuk tawuran, dengan mengganjar hukuman pada pimpinan kelompok yang terlibat tawuran."]
“Saat melihat para pemuda di Surabaya sudah beraktifitas secara kompak penuh rasa kekeluargaan, Pak Moehadji memberi kami kepercayaan. Kami dilibatkan dalam penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1981. Kami dimasukkan dalam tim pengamanan penyelenggaraan, karena panitia intinya masyoritas para pekerja film dari Jakarta,” ujarnya dengan tersenyum.
Namun pada lima tahun terakhir ini, Anton Abdullah sebagai salah satu pendiri GEMAAS yang masih hidup merasa sangat prihatin. Sebab kondisi sosial generasi muda di Surabaya nyaris kembali pada tahun 1970-an dan awal 1980-an. Pemuda berkomunitas secara kelompok-kelompok. Tidak jarang mereka juga baku pukul secara massal. Mereka membela rasa fanatisme pada tim sepak bola, kesukuan, komunitas pergaulan, dan komunitas profesi. Sehingga diantara kelompok pemuda itu, berpotensi dimanfaatkan oknum-oknum licik untuk kepentingannya sendiri. Mereka diadu domba bak ayam aduan, sementara oknum liciknya berbagi rupiah di luar arena pertarungan.
“Secara pribadi dan organisasi, saya berharap dalam memperingati HUT Surabaya ke-720 ini, semua kelompok pemuda yang beraktifitas di Surabaya untuk memanfaatkan GEMAAS sebagai tempat bersinergi, berkolaborasi, berbisnis, dan mengikat tali kekeluargaan. Sehingga tidak ada lagi kesempatan para oknum licik melakukan adu domba, sehingga tak membuat takut investor untuk melakukan investasi di Surabaya dan membuka lapangan pekerjaan,” kata Anton Abdullah menutup pembicaraan sembari tangan kananya mengusap butiran air mata yang membasahi pipinya. @