Mohon tunggu...
Aam Permana S
Aam Permana S Mohon Tunggu... Freelancer - ihtiar tetap eksis

Mengalir, semuanya mengalir saja; patanjala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghidupkan Jalur KA Mati, Menyingkirkan Mereka yang Tak Beruntung

18 September 2018   10:36 Diperbarui: 18 September 2018   18:34 2713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemukiman warga di bantaran rel kereta api. foto: tribunnews/jeprima

WARGA Kampung Leuwidaun Desa Jayawaras Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang bermukim di jalur rel Kereta Api (KA) Cibatu-Cikajang, kini resah.

Mereka resah, lantaran jalur KA yang mereka manfaatkan untuk tempat tinggal selama beberapa tahun lamanya, akan dihidupkan kembali oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Sebelumnya, dalam sebuah kesempatan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memang berencana menghidupkan kembali jalur kerata api yang mati, termasuk di antaranya, barangkali KA Cibatu-Cikajang yang panjangnya mencapai 47 km.

Pengaktifan kembali jalur yang disebut-sebut merupakan jalur tertinggi di Indonesia itu, di antaranya untuk meningkatkan perekonomian dan pariwisata di daerah, khususnya Kabupaten Garut.

"Saya dengar, jalur kereta api yang tak aktif memang akan diaktifkan lagi oleh Pak Gubernur. Yah, kalau memang rencana itu direalisasikan pemerintah, saya pasrah. Saya akan meninggalkan tempat ini, karena di sini hanya menyewa," kata Ate Saefudin dan Ayat Sudrajat, dua warga Kampung Leuwidaun kepada penulis.

Bangunan di sisi kanan kiri rel/dokpri
Bangunan di sisi kanan kiri rel/dokpri
Namun beda dengan Ate dan Ayat, sejumlah warga lainnya mengaku tidak akan meninggalkan rumahnya begitu saja.

Mereka mengaku akan meminta pemerintah mengganti dulu biaya yang sudah dikeluarkannya untuk membangun rumah tinggalnya. Kalau sudah ada penggantian, baru mereka akan meninggalkan rumahnya.

"Tolong dimengerti saja. Kami membangun di sini, harus menggunakan uang yang tidak sedikit. Karena itu, ganti dulu nanti uang kami," kata Rahmat warga lainnya.

Lalu, akan ke mana mereka pergi nanti? Baik Ate, Ayat maupun Rahmat geleng-geleng kepala menerima pertanyaan seperti itu.

"Saya tidak tahu, Kang," kata ketiganya.

Mereka menjelaskan, alasan membangun rumah di lahan milik PT KAI salahsatunya karena tidak memiliki uang untuk membeli lahan yang memadai.

Sementara mendirikan di lahan milik PT KAI mereka hanya menyewa dengan uang sewa yang relatif tidak memberatkan, yakni Rp 500 ribu per tahun.

Karena itu, ketika dihadapkan pada pilihan harus meninggalkan rumahnya sekarang, mereka bingung bukan kepalang. Mereka, benar, harus menata ulang rencana kehidupannya.

Rel ditelan bangunan/dokpri
Rel ditelan bangunan/dokpri
Seratus unit lebih

Jalur rel KA Cibatu-Cikajang merupakan salah satu jalur KA yang ada di wilayah Jawa Barat, dan lama tak berfungsi.

Selain jalur tersebut, ada juga jalur Kota Banjar-Kalipucang, Pangandaran, serta jalur Rancaekek-Tanjungsari, Sumedang.

Khusus di kawasan Kampung Leuwidaun yang merupakan bagian dari jalur KA Cibatu-Cikajang, sekarang sudah berubah jadi rumah penduduk. Rumah yang berdirinya pun bukan satu-dua unit, tapi lebih dari 100 unit, dengan berbagai ukuran dan bentuk.

Ate menjelaskan, ketika rel itu tidak berfungsi sejak tahun 1983, tak banyak warga yang berminat membangun rumah di sepanjang rel.

Namun seiring berjalannya waktu, warga banyak yang mulai tertarik mendirikan rumah, dengan menggunakan sistem sewa. Walhasil, jumlah rumah di sepanjang rel itu sekarang lebih dari seratus unit.

Menurut Ate, salahsatu yang menyebabkan warga banyak yang mendirikan bangunan di kampung itu khususnya di sekitar jembatan Cimanuk, karena prosesnya mudah dan akses ke pusat kota cukup dekat. Selain itu, karena sewanya murah.

"Sewa lahannya kepada PT KAI, Rp 500.000 per tahun untuk durasi puluhan tahun," kata Ate.

Berdasarkan pengamatan penulis, sebagian rel kareta api itu sekarang masih utuh, berikut bantalannya. Rel bajanya pun tampak masih kokoh.

Namun akibat bangunan tadi, sebagian lagi, rel dan bantalannya itu, ternyata banyak yang sudah tertutup bangunan semen, sebagai akses jalan masuk ke permukiman.

Hal itu terjadi, dipastikan karena warga tidak memperhatikan rel kareta api tersebut.

Selain itu, karena tidak ada pengawasan ketat dari PT KAI saat warga minta izin membangun rumah di sekitar rel.

Namun, masih berdasarkan pantauan penulis, kondisi serupa juga terlihat di sekitar rel KA Rancaekek-Tanjungsari yang berakhir di SS, di dekat alun-alun Tanjungsari, Sumedang.

Di atas lahan di bagian kanan dan kiri relnya kini sudah berdiri rumah -- yang bisa jadi akan menjadi pekerjaan rumah berat bagi pemerintah, bila rencana menghidupkan rel KA benar-benar direalisasikan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun