Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Tahun Jokowi: Mengeroyok Koruptor

18 Oktober 2016   16:32 Diperbarui: 18 Oktober 2016   16:40 2590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Maling bangsa ini berbagai rupa. Ada di kepolisian, ada di kementrian, bahkan di lembaga kehakiman sekalipun maling berkeliaran,  dan bersalin rupa sehingga tidak terduga. Tidak kaget ketika petinggi di MK pun masuk bui karena maling. Kali ini gerakan untuk mengerutkan nyali maling makin masif, yang diistilahkan banyak pihak sebagai recehan, ada kolaborasi dari polisi dengan menyasar pungli SIM, ada tersangka korupsi di daerah kecil seperti Kebumen dan Kota Madiun.

Mengeroyok Koruptor alias Maling Berdasi

Bertahun lalu, sejak anjing mengigit maling hingga kini anjing digigit gadis bening, korupsi maling ini hanya wacana, katakan tidak pada korupsi, toh juga malah bintang utamane masuk bui. Atau bentuk waskat, panitia ini itu, lembaga ini itu, masih saja merajalela. Mengapa susah dan malah seperti mendapat angin surgai?

Kerja masing-masing, bahkan bisa polisi menangkap, dilepaskan jaksa dan hakim, atau KPK menetapkan dibebaskan hakim, atau jaksa menetapkan, nanti tawar menawar di pengadilan dan bebas. Malah bisa terjadi pelaku maling ini meludahi penegak hukum yang menangkapnya, karena adanya “pembela” dalam hal ini bukan pengacara, namun soal pembelaan bahwa korupsi masih dinilai sebagai apes, tindakan konspirasi, atau bahkan ada yang menilai rezeki dari Tuhan yang tidak bisa ditolak.

Harapan baik, kala ada kerjasama, kolaborasi, dan kerja bareng bukan hanya seremoni dan di depan media saja. Baru kali ini polisi bebersih diri dengan menangkapi “kanker” yang jadi calo dan pungli di dalam diri mereka. Harapan masih perlu pemmbuktian selanjutnya, di mana apakah operator lapangan itu hanya kerja mereka (level mereka), tanpa setoran? Ini masih perlu waktu, namun bahwa receh bagi sekelompok pejabat ini   menjadi penting karena selama ini didiamkan saja, seolah melenggang di depan mata.

Kebumen dan diikuti Kota Madiun, merupakan cerminan maling ada di mana-mana, baik kaya atau miskin daerah itu, yang jelas pejabat kalap tamak silau melihat uang, kali ini jangan main-main. Mau dikatakan soal cemban saja presiden turun atau penjara penuh bukan soal nilai x rupiahnya, namun soal uang yang diembat. Jangan komentar mengapa Kebumen dan Madiun, BLBI, Century dkk belum beranjak, jangan terjebak dengan opini petinggi yang makin merana tidak bisa maling lagi. Rakyat berbangga bahwa bisa menyaksikan yang setiap saat maling dengan leluasa itu kini makin sempit kesempatannya.

Masih panjang perjuangan mengikis tabiat maling ini. Selama ini abai dan pembiaran, adanya tindak itu demi aman secara politik. Kini makin masif dan mendekat ke pusat kegiatan maling itu, bahkan yang kecil dan remeh. Jika ini bisa dibenahi, peningkatan pelayanan membaik, pengawasan melekat bisa digalakkan bukan maling menjaga pencoleng, namun atasan mengawasi gaya hidup bawahan dan atasan juga memberikan keteladanan kesederhanaan. Bagaimana tidak marak maling ketika gaya hidup mewah menjadi wabah. Pejabat teras pesta pora dengan para gundik, anak buah harus tutup mulut, mata  harus terpejam, bagaimana itu bisa? Uang dan jelas keteladanan kebobrokan terjadi.

Mana ada gaji delapan juta punya rumah sakit, pusat hiburan, mobil lebih dari sepuluh tanpa rekan tahu apalagi atasan? Jika tidak ada yang tahu memang sungguh terlalu. Ada yang salah di sana. Lebih parah jika tahu sama tahu alias maling bersama-sama.  Tahu rekannya maling diam saja karena emndapat bagian. Sangat kecil kemungkinan tidak ada yang tahu atau kerja sendirian. Selama ini belum ada penegakakan hukum yang merembet dan menyeret ke atas.

Pemberantasan pungli ini titik awal bukan segalanya, keberanian membuka borok masing-masing lembaga departemen akan membawa bangsa ini menjadi besar. Berbeda ketika masih menutup-nutupi, lembaganya pasti benar, dan tidak ada kesalahan apapun, ingat saat soal SIM dulu menyeret jenderal aktif, bagaimana Polri bersitegang dengan KPK. Gesekan soal korp bisa dihilangkan sehingga ada penyembuhan. Penyakit kronik ini terjadi karena merasa sehat, tidak ada masalah, karena lebih banyak maling dari yang lurus. Jelas sejak seleksi di lembaga dan kementerian penuh dengan suap dan pungli, tidak heran di dalam mereka pesta pora.

Pejabat harus sadar diri, tahu batas, mana sudah melanggar sumpah dna belum, bagaimana pejabat baik bupati-walikota, gubernur, atau wakilnya, masih bekerja sebagaimana pekerjaan sebelum menjadi pejabat. Pejabat hanya samben,bagaimana negara bisa sejahtera, ketika dikelola setegah hati dan setengah pemikiran saja.

Pendidikan, revolusi mental, mengubah pola pikir dan tabiat sangat mendesak untuk diperbaiki. Reformasi saja tidak cukup, karena masifnya godaan untuk berpesta pora atas anggaran, sumber daya alam, dan apapun yang ada diembat. Ini soal tabiat yang seolah benar.

Salam

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun