Twitwar dan perang komentar marak terjadi di lini masa media sosial. Serangan demi serangan dengan narasi permusuhan bermunculan. Ada yang sekedar dukungan agar tagar memuncaki tranding topik. Ada pula yang juga simbuk memberi argumen diseling provokasi dengan mengutip media online.
Bagi sebagian orang, perang di medsos dianganggap sebagai perang beneran. Perang sebagai wujud jihad memerangi ketidak adilan. Ada yang mengutip ayat-ayat untuk memperkuat argumennya. Ada juga yang menyamakan kondisi sekarang dengan perang badar di Zaman Rosulullah. Jika sebatas opini tentu boleh saja.
Berbicara mengenai perang badar. Setiap kaum muslim pasti mengenal perang badar. Perang pertama pada zaman Rosulullah yang terjadi di bulan Ramadhan. Pertempuran hebat yang dianggap sebagai kemenangan terbesar dari kaum muslimin.
Sekilas Perang Badar
Kemenangan di perang badar memang tidak dapat dianggap remeh. Di mana kalahnya jumlah pasukan dan persenjataan, tidak menghalangi raihan kemenangan bagi kaum muslimin.
Ada sekitar 1.000 orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, dan 300 kuda yang disiapkan oleh kaum Qurish. Sedangkan kaum muslimin melibatkan sekitar 313 orang, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, dan 2 ekor kuda. Jelas peperangan yang sangat timpang antara kedua pasukan.
Tidak heran gaung dari kemenangan di perang badar masih terdengar sampai sekarang. Perjuangan dari perang tersebut menjadi buah tutur yang manis yang dapat memicu sisi heroisme dari kaum muslimin.
Dampak Psikologis Perang Badar
Namun di sisi lain, perang badar meninggalkan jejak kebencian dan dendam yang mendalam, terutama bagi kaum Quraisy. Faktor yang menyulut kebencian kaum musyrik Quraisy bukan hanya sekedar kehilangan banyak figur pemimpin serta kerabat mereka, namun juga kerugian harta yang tidak sedikit.
Tokoh layaknya Abu Sufyan sampai bernazar tidak akan menyentuh istrinya hingga dendamnya bisa terbalaskan. Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan--- yang ayah dan saudaranya mati di perang Badar---menaruh dendam yang menyala-nyala kepada Hamzah bin Abdul Muthalib, panglima perang kaum Muslimin di perang Badar. Maka wajar jika perang badar menjadi pemicu rentetan perang lain setelahnya, di zaman Rosulullah SAW.
Pejanjian Hudaibiyah