Mohon tunggu...
Paryono Yono
Paryono Yono Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk berbagi

Blog pribadi https://dolentera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan Damai Perjanjian Hudaibiyah Pasca Pilpres

28 Mei 2019   11:45 Diperbarui: 29 Mei 2019   03:19 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar detik.com

Twitwar dan perang komentar marak terjadi di lini masa media sosial. Serangan demi serangan dengan narasi permusuhan bermunculan. Ada yang sekedar dukungan agar tagar memuncaki tranding topik. Ada pula yang juga simbuk memberi argumen diseling provokasi dengan mengutip media online.

Bagi sebagian orang, perang di medsos dianganggap sebagai perang beneran. Perang sebagai wujud jihad memerangi ketidak adilan. Ada yang mengutip ayat-ayat untuk memperkuat argumennya. Ada juga yang menyamakan kondisi sekarang dengan perang badar di Zaman Rosulullah. Jika sebatas opini tentu boleh saja.

Berbicara mengenai perang badar. Setiap kaum muslim pasti mengenal perang badar. Perang pertama pada zaman Rosulullah yang terjadi di bulan Ramadhan. Pertempuran hebat yang dianggap sebagai kemenangan terbesar dari kaum muslimin.

Sekilas Perang Badar

Kemenangan di perang badar memang tidak dapat dianggap remeh. Di mana kalahnya jumlah pasukan dan persenjataan, tidak menghalangi raihan kemenangan bagi kaum muslimin.

Ada sekitar 1.000 orang, 600 persenjataan lengkap, 700 unta, dan 300 kuda yang disiapkan oleh kaum Qurish. Sedangkan kaum muslimin melibatkan sekitar 313 orang, 8 pedang, 6 baju perang, 70 ekor unta, dan 2 ekor kuda. Jelas peperangan yang sangat timpang antara kedua pasukan.

Tidak heran gaung dari kemenangan di perang badar masih terdengar sampai sekarang. Perjuangan dari perang tersebut menjadi buah tutur yang manis yang dapat memicu sisi heroisme dari kaum muslimin.

Dampak Psikologis Perang Badar

Namun di sisi lain, perang badar meninggalkan jejak kebencian dan dendam yang mendalam, terutama bagi kaum Quraisy. Faktor yang menyulut kebencian kaum musyrik Quraisy bukan hanya sekedar kehilangan banyak figur pemimpin serta kerabat mereka, namun juga kerugian harta yang tidak sedikit.

Tokoh layaknya Abu Sufyan sampai bernazar tidak akan menyentuh istrinya hingga dendamnya bisa terbalaskan. Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan--- yang ayah dan saudaranya mati di perang Badar---menaruh dendam yang menyala-nyala kepada Hamzah bin Abdul Muthalib, panglima perang kaum Muslimin di perang Badar. Maka wajar jika perang badar menjadi pemicu rentetan perang lain setelahnya, di zaman Rosulullah SAW.

Pejanjian Hudaibiyah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun