Mohon tunggu...
Eugen Ehrlich Arie
Eugen Ehrlich Arie Mohon Tunggu... profesional -

i love you!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Runtuhnya Etika Sang Ketua Mahkamah Konstitusi

4 Oktober 2013   23:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:59 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Meski wacana gerakan antikorupsi terus digalakkan, praktik korupsi terus merajalela, bahkan melibatkan lingkaran kekuasaan elite penegak hukum sehebat hakim mahkamah konstitusi. Hukum tidak berjalan semestinya karena kalangan penegak hukum yang diharapkan berperan memberantas korupsi justru terlibat di dalamnya. Hal ini menunjukkan aparatur negara mengabaikan etika. Etika penegak hukum dan keadilan menempatkan Hakim sebagai abdi masyarakat, tetapi yang terjadi justru mereka berperan sebagai perusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga MK yang dianggap sebagai lembaga yang paling dapat dipercayaan semenjak masa reformasi dengan perilaku koruptifnya.

Penegakan hukum adalah sebuah tugas. Tugas yang harus dijalankan oleh aparat penegak hukum. Hakim konstitusi sebagai salah satu aparat penegak hukum yang bertugas untuk mengawal agar negara ini berjalan sesuai dengan konstitusi yang diatur dalam UUD tahun 1945 maka tugas yang sudah diembankan kepada mereka harus dijalankan tanpa ada pengeculian atau syarat. Tugas adalah tugas, dan wajib dilaksanakan. Itulah yang menjadi tempat pertama munculnya etika dalam diri hakim konstitusi.

Memperdebatkan etika dan pelanggaran etik adalah berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia sebagai manusia apapun jabatan, status, gelar yang melekat kepadanya. Apa yang harus dilakukan manusia sebagai manusia itu? Yaitu melakukan apa yang benar, apa yang baik baik dan apa yang tepat.

Etika erat hubungannya dengan nilai. Nilai-nilai yang diyakini secara universal oleh manusia-manusia di berbagai negara dibelahan bumi ini. Nilai itu selalu melekat dan dapat menjadi tolok ukur untuk mengukur apa yang dilakukan oleh manusia. Etika dan tindakan yang etis selalu berpegang pada prinsip nilai. Kasus penangkapan ketua mahkamah konstitusi pada hari rabu kemarin oleh KPK sontak membuat bangsa ini kaget, heran, emosi, sedih dan marah karena seorang Pejabat tinggi ketua mahkamah konstitusi sebuah lembaga peradilan itu terindikasi terlibat dalam praktek korupsi. Integritas ketua mahkamah konstitusi Akil Mochtar sudah runtuh, AM menciderai integritas sebagai penegak hukum.

Tindakan Akil Mochtar melanggar sejumlah prinsip nilai yang terkandung dalam suatu tindakan yang dapat dikatakan etis. Pertama: tindakan etis harus sejalan dengan martabat manusia. Etis berarti menghargaai martabat manusia (kemanusiaan), tindakan korupsi kita kutuk karena melanggar HAM. praktek suap yang dilakukan oleh AM kita kutuk bukan terutama karena bertentangan dengan hukum namun kita kutuk karena AM tidak menghormati rasa kepercayaan dan nilai kemanusiaan. Kedua: tindakan etis harus sejalan dengan integritas manusia sebagai manusia yaitu kesantunan, kejujuran dan bertindak adil. AM dikenal sebagai ketua MK yang mempunyai pengetahuan hukum yang sangat baik. Tapi karena terjerat kasus ini kita menyebutnya sebagai hakim yang "busuk" justru karena moralnya tidak menghormati integritas sebagai hakim yang mempunyai aturan dalam bertindak. Ketiga: tindakan etis itu harus setia pada kebenaran. Tindakan korupsi itu merupakan tindakan yang bertentangan dengan kebenaraan. Saya yakin dalam diri AM dia sependapat dengan hal itu. Namun ia lebih menjunjung tinggi "ketidaksetiaannya" terhadap kebenaran dengan menerima suap. Keempat: tindakan etis itu harus dipraktekkan dan bukan hanya sekedar retorika cita-cita saja. AM beberapa kali melontarkan pernyataan keras soal korupsi, yang paling fenomenal yaitu menurut beliau dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja cukup. Kala itu beliau dikenal sebagai hakim yang benar-benar anti terhadap praktek korupsi, kalau saja semua aparat hukum anti korupsi seperti beliau maka akan tercipta penegakan hukum yang bersih dan adil. Tapi alangkah terkejutnya kita  ternyata AM dengan tertunduk kepala digiring aparat KPK karena terlibat praktek suap (korupsi) dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kelima: tindakan etis itu harus berani menolak yang salah dan mampu menyatakan tidak untuk tindakan-tindakan yang buruk! Tindakan AM yang kedapatan dirumah dinasnya bersama orang-orang yang ditengarai sebagai orang yang terlibat dalam praktek korupsi dan mafia peradilan ini menujukkan adanya sikap dari AM yang tidak berani menolak dan tidak mampu menyatakan tidak terhadap tindakan para mafia-mafia hukum yang datang kerumahnya. Ketika itu mungkin AM mempunyai kesempatan untuk menolak apa yang ditawarkan oleh mafia itu, namun kesempatan itu dilewatkan begitu saja oleh AM.  Keenam: tindakan etis itu harus berani mengambil resiko . seharusnya dari awal AM harus membongkar pihak-pihak yang ingin mencoba menyuap dia terkait dengan jabatannya sebagai hakim MK. Namun dia tidak mempunyai keberanian itu, AM malah ikut arus kejahatan itu. Tanggungjawabnya sebagai penegak hukum, seorang Hakim dan Ketua MK dia sangkal, tidak ada tanggungjawab, ia melakukan pengkhianatan terhadap dirinya sendiri. Ketujuh: tindakan etis itu harus rasional. Kebanyakan orang menganggap telah melakukan tindakan etis berdasarkan tradisi dan kebiasaan yang berlaku padanya, walaupun orang lain menyadari bahwa tindakan yang diambil itu tidak tepat. Keputusan untuk melakukan sesuatu tindakan yang tidak berdasarkan pemikiran yang rasional itu tidak etis. AM yang tertangkap tangan oleh KPK menerima suap dari mafia bisa dikategorikan bahwa AM sebelumnya tidak berpikir rasional sehingga dia mau menerima uang suap itu. Jabatan yang dia emban sebagai ketua MK dan hakim penegak hukum dan keadilan seharusnya menjadi bahan pertimbangan yang rasional untuk menolak segala suap dan praktek korupsi yang ingin menjerumuskan dirinya, namun disayangkan AM sudah tidak rasional lagi,sehingga saya anggap dia melanggar etika.

Pada akhirnya bisa kita ambil kesimpulan bahwa AM sebagai manusia terlepas dia adalah seorang Hakim MK merangkap ketua lembaga itu, dan juga sekaligus penegak hukum dan keadilan di negara ini memiliki kebebasan dalam mengambil tindakan etis. Tetapi bebas menentukan tindakan etis itu bukan berarti dia bisa sebebas-bebasnya mau melakukan apapun. Bebas disini berati bebas yang disertai tanggungjawab yang melekan pada diri AM sebagai manusia dan sebagai pemegang jabatan tinggi di negara ini.  Etika merupakan sebuah pedoman, dan AM sebagai manusia dan pejabat lembaga tinggi negara melanggar etika tersebut! Tindakan AM merupakan tindakan yang tidak benar (korupsi), dengan tujuan yang tidak baik (merusak rasa kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia khususnya MK) dan dilakukan pada saat yang tidak tepat (pada saat Indonesia khususnya MK tengah berjuang melawan ketidakadilan dan menciptakan sebuah sistem peradilan yang moderen berkeadilan dan berkepastian hukum). AM sebagai manusia memang tidak sempurna, namun tanggungjawabnya sebagai hakim konstitusi adalah sedapat-dapatnya dengan segala kemampuan dia untuk melakukan sesuatu yang paling benar, paling baik, dan paling tepat.

Semoga hukum bisa ditegakkan seadil-adilnya dalam kasus ini. Fiat Justitia Ruat Coelum!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun