Mohon tunggu...
Maruntung Sihombing
Maruntung Sihombing Mohon Tunggu... Guru - Karya Nyata bukan Karya Kata

Saya seorang guru di Papua, juga suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Cristian Buendy Ginting, Jurnalis Peduli Pendidikan dari Papua

28 November 2019   19:35 Diperbarui: 28 November 2019   19:36 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apapun itu namanya. Jika mengorbankan pendidikan dan kesehatan. Saya sangat tidak setuju. Sekali-kali lihat mereka yang membutuhkan jamahan pendidikan dan kesehatan. Lalu berbicaralah dari sisi mereka! (Cristian Buendy Ginting)

Kalau ditanya, hal apa yang mesti duluan dibangun di Papua. Jawabannya tentu beragam. Namun, bagi Cristian Buendy Ginting, pendidikan dan kesehatan adalah dua kunci yang harus diprioritaskan dalam membangun Papua agar maju dan berkembang seperti daerah lain di Indonesia. Pemikirannya selalu baru dan "revolusioner". 

Bahkan, menariknya, kendati dia bukan berasal dari latar pendidikan, dia salah satu orang yang saya kenal yang paling getol dalam membangun dan memperjuangkan pendidikan di Papua.

Maka itu, saya selalu berdecak kagum dengan pemikirannya lewat tulisan dan aksi-aksinya dalam menggiatkan pendidikan di Papua. Lalu, siapa sebenarnya dia? Kenapa dia mau peduli dengan pendidikan di Papua?

 

Cristian Buendy Ginting, kelahiran 27 November ini, adalah seorang jurnalis di salah satu media cetak (Cendrawasih Pos) di Papua. Jurnalis berdarah Batak (Karo) ini sudah lama saya kenal. 

Sejak tahun 2014, ketika dia menjadi jurnalis di Pegunungan Tengah Papua, namanya sudah akrab terdengar. Namun hanya sekedar kenal. Belum pernah ketemu dan tatap langsung. 

Pertemuan saya pertama terjadi tahun 2016 malah ketika dibawa teman, Satria, yang ketepatan nginap di kontrakannya di Wamena. Satria mengenalkan saya dengan dia kala itu. Orangnya ramah dan terlihat "wise".

Sejak saat itu, komunikasi dan pertemuan kami makin intens, apalagi setelah dia bersama rekan-rekannya yang lain juga berhasil mendirikan Rumah Belajar Wamena (RBW) yang notabennya menampung anak-anak jalanan, anak aibon, bahkan anak yang putus sekolah karena ketiadaan dana yang ada di Wamena. 

Dia juga bahkan tak segan-segan untuk pergi ke pedalaman Papua untuk melihat langsung potret pendidikan disana. Namun sayang, itu tidak berlangsung lama, dan pertemuan kami juga semakin jarang terjadi setelah dia dipindah tugaskan ke Merauke, dan terakhir ke Jayapura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun