Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kesejahteraan Pekerja, Butuh Kemauan Pemerintah dan Pengusaha

20 Februari 2020   17:12 Diperbarui: 20 Februari 2020   17:10 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal IHI

  Kutipan: Tentang Pekerja

Dalam anggapan umum, pekerjaan selalu mendapat upah atau sejumlah uang. Namun, pada kenyataannya tidak semua pekerjaan menghasilkan upah, tetapi juga kepuasan, keindahan, dan ketertiban ataupun orang lain merasa nyaman. 

Misalnya, seorang isteri yang bekerja di rumah, ia tidak menuntut upah dari suaminya, namun mendatangkan keindahan serta kenyamanan pada seluruh anggota keluarga. Pada konteks itu, sang ibu rumah tangga telah melakukan ministry atau melayani seluruh isi rumah. Berbeda dengan pembantu rumah tangga, ia melakukan servis atau pelayanan karena ada upah yang akan didapatkannya.

Kerja dan hasil-hasil pekerjaan merupakan salah satu upaya untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan hidup dan sekaligus perbaikan keadaan sosial-kultural manusia. Kerja mempunyai nilai kepuasan dan ekonomi, sehingga merupakan usaha untuk mencapai kesejahteraan serta perubahan kualitas hidup dan kehidupan. 

Nilai kepuasan dan ekonomi tersebut dirasakan (berdampak) pada orang yang bekerja serta institusi yang memberikan pekerjaan. Kepuasan karena mendapat upah yang layak serta sesuai tingkat pendidikan, ketrampilan dan kemampuan pekerja. Serta nilai kepuasan ekonomi yang didapat pemberi pekerjaan karena adanya keuntungan dari hasil kerja para pekerja.

Sumber: Opa Jappy

Dokumentasi Warta Kota
Dokumentasi Warta Kota
Sekitaran Universitas Indonesia, Depok Jawa Barata | Umumnya, di Indonesia, seseorang bekerja atau sebagai pekerja pada usia 17/18 hingga 65 tahun; walau pada bidang tertentu hanya sampai usia 55 tahun atau pun pada umur 70 tahun; setelah itu ia (akan) menikmati hidup dan kehidupan sebagai pensiunan.

Namun, di luar itu, pada banyak kasus, tidak sedikit orang Indonesia yang bekerja pada usia anak-anak serta tetap sebagai pekerja di atas usia 70 tahun; ini adalah anomali.

Umumnya, jika seseorang bekerja maka minimal ia mendapat upah dari hasil pekerjaannya,  di samping kepuasan batin; upah dari hasil kerja tersebut sangat bervariasi, dan kadang di bawah standar kebutuhan minimal atau mencukupi (biaya-biaya) kebutuhan hidup dan kehidupan sehari-hari. 

Tapi, sikon 'tidak mencukupi' itu tetap saja diterima karena (i) tidak ada pekerjaan lainnya, (ii) sang pekerja terjerumus ke dalam tata perjanjian kerja (misalnya, kontrak) yang merugikan dirinya,  (iii) kerja paksa atau perbudakan, (iv) bekerja untuk membayar hutang, (v) tuntutan kebutuhan lainnya, sehingga pekerja terpaksa berkerja walau dengan upah kecil.

Sikon pekerja dan upah yang di dapat, serta tekanan-tekanan yang terjadi pada waktu pekerja bekerja itulah, bisa disebut, yang melatarbelakangi adanya sejumlah Peraturan dan Undang-undang, sehingga terjadi keseimbangan antara sikon kerja, hasil pekerjaan, dan upah yang didapat. 

Selain itu, tujuannya adalah seseorang yang bekerja bukan sekedar untuk bertahan hidup atau cukup makan dan minum, melainkan bisa mencapai kelayakan hidup dan kehidupan sebagai manusia yang seutuhnya. Itu idealnya.

Sayangnya, yang sering terjadi adalah para pekerja tersebut harus menerima keadaan karena membutuhkan nasi dan pakaian untuk bertahan hidup. Akibatnya, menjadikan mereka tidak mampu meningkatkan kualitas hidupnya.

Secara langsung, mereka telah menjadi korban ketidakadilan para pengusaha (konglomerat) hitam yang sekaligus sebagai penindas sesama manusia dan pencipta langgengnya kemiskinan. Para pekerja (laki-laki dan perempuan) harus menderita karena bekerja selama 12 jam per hari (bahkan lebih), walau upahnya tak memadai.

Kondisi buruk yang mereka alami tersebut juga membuat dirinya semakin terpuruk di tengah lingkungan sosial kemajuan di sekitarnya (terutama para buruh migran pada wilayah metropolitan). Sistem kerja yang hanya mengutamakan keuntungan majikan, telah memaksa pekerja bekerja demikian keras. Sehingga cara hidup dam kehidupan yang standar, wajar dan normal, yang seharusnya dialami oleh para buruh, tidak lagi dinikmati oleh mereka.

Oleh sebab itu (semenjak Negeri ini ada) pemerintah telah melakukan banyak regulasi dalam rangka menaikan kesejahteraan serta adanya keterpihkan ke/pada pekerja. Berulangkali, di Negeri ini, ada upaya agar pekerja menikmati 'hasil lebih' dari jerih payahnya, namun selalu terbentur dengan kepentingan pengusaha atau pemberi pekerjaan. 

Memang, pada bidang-bidang tertentu, para pekerja betul-betul dimanjakan dengan berbagai fasilitas; tapi lebih banyak pekerja, terutaman mereka yang bekerja sebagai buruh kasar dan dengan pendidikan yang tidak memadai, di Indonesia yang tidak menikmati seperti itu.

Berdasarkan hal-hal tersebut, agar mencapai tingkat kesejahteraan pekerja atau orang Indonesia yang bekerja, tentu harus ada kemauan politik/isi, pemerintah, dan pengusaha; kemauan untuk memperbaiki atau menata ulang segala bentuk regulasi yang menghambat peninkatan kesejahteraan pekerja di Indoneia. 

Tanpa itu, sebaik apa pun peraturan dan perundang-undang yang ada, akan merupakan usaha yang menjaring angin atau sia-sia.

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun