"Lebih baik begitu, Pak. Biar sama-sama jelas ke mana Semak."
"Lha saya aja nggak tahu di mana," sahut saya sebal. "Ini adalah seluruh surat yang dikirimkan Semak baik itu yang ditulis oleh dia atupun yang dibilangnya dikirim oleh Abang X," ujar saya sambil menyerahkan semua surat. "Silakan kakak ambil dulu dan baca," ujar saya.
Surat-surat itu mereka ambil memang. Dan seolah merasa memang ada yang salah dengan Semak, baik pihak rohis sekolah ataupun pihak keluarga secara perlahan dan mulai mundur dari kehidupan saya. Berbulan-bulan ia menghilang. Saya tak tahu apakah pihak keluarga sudah bisa mengontak dia atau tidak. Yang saya dengar, bahkan ketika ayahnya meninggal dunia, Semak tetap tak pulang ke rumah.
Pesan Semak di Facebook
Saya menjalani kehidupan di bangku SMA dengan bayang-bayang sosok Semak. Maklum, banyak kawan lain yang kemudian mengetahui kejadian ini. Namun, lama kelamaan, baik teman-teman lain termasuk saya mulai melupakan apa yang terjadi. Bahkan, hingga lulus SMA saya masih tak mengetahui kabar tentangnya.
Menjelang kelulusan kuliah, saya kaget saat sebuah akun dengan nama dia menyapa saya. Terus terang saya bingung bereaksi apa. Mau marah tapi kejadiannya sudah lama dan saya sudah melupakannya terus terang.
"Apa yang harusnya kamu katakan?" balas saya atas sapaannya di messenger.
"Iya, aku minta maaf."
"Oke," jawab saya.
Itu adalah kali terakhir kami berkomunikasi. Di zaman sosial media yang canggih ini, kadang saat terkenang pengalaman ini saya iseng mencari keberadaannya. Dari postingan terakhirnya 10 tahun lalu, saya lihat dia tengah menjalin hubungan dengan pria lain.
"Apakah mereka menikah?"