Dalam beberapa hari terakhir, banyak beredar di media sosial maupun di group-group Whatsapp sebuah tulisan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Tulisan tersebut diberi judul “Old Soldiers Never Die, They Just Fade Away.”Padahal, tulisan tersebut sudah ditulis oleh Luhut sejak Desember tahun lalu, namum ada yang berbeda dengan tulisan yang disebarluaskan melalui media sosial maupun group-group Whatsapp. Entah apa maksud mereka yang kembali menyebarluaskan tulisan Luhut tersebut.
Ada hal yang mengganjal dalam benak saya ketika membaca tulisan seorang Menteri yang disebarluaskan melalui group Whatsapp tersebut.
Entah Luhut benar-benar turun ke lapangan atau tidak, tanya langsung ke BIN atau tidak, ngirim utusan atau tidak, itu bukan soal. Yang menjadi persoalan adalah, mengapa Luhut yang mengaku telah turun langsung ke lapangan, tidak juga menemukan tenaga asing illegal yang masuk ke Indonesia? Mengapa Kementrian Kemaritiman yang sudah turun ke lapangan kalah dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker)?
Beberapa waktu lalu, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri sempat menghebohkan publik. Saat mengunjungi salah satu pabrik, ia beserta jajaran staf menaker mendapati tenaga kerja asing ilegal yang diduga berasal dari China. Kejadian tersebut berhasil direkam kamera. Hanif Dakhiri membentak si tenaga kerja asing tersebut. Tak berlangsung lama, video tersebut tersebar luas di media sosial. Silahkan tonton videonya, di sini
Dengan kejadian Hanif Dakhiri tadi, dapat disimpulkan bahwa banyaknya tenaga kerja asing illegal yang masuk ke Indonesia, bukan sekedar wacana, tapi benar-benar fakta, dan buktinya ada.
Kedua, menurut Luhut, ada kelompok-kelompok yang ingin mengganggu jalannya pemerintahan Presiden Jokowi. Yang mengejutkan, dalam tulisan tersebut juga ditulis bahwa kasus Ahok merupakan jalan mulus yang akan membawa mereka untuk merealisasikan niniat-niat jahat MAKAR. Ahok bukanlah tujuan utama, tujuan utama mereka adalah menjatuhkan rezim Jokowi, katanya.
Lagi-lagi makar. Percis dengan pernyataan Allan Nairn, si jurnalis asing asal Amerika Serikat yang belakangan menggemparkan publik. Bagi saya, kalau pemerintah hanya bisa berteriak makar, makar, dan makar. Tapi tidak ada tindakan untuk menangani kelompok yang sudah terbukti makar, itu sama halnya pemerintah hanya playing victim. Pura-pura jadi korban makar. Pura-pura tertindas karena ada kelompok yang ingin menjatuhkannya. Padahal, jika saja langsung ditindak, wacana makar itu tidak akan terdengar lagi. Publik pun tidak saling curiga dan saling tuduh sana-sini. Kegaduhan demi kegaduhan pun tak lagi terjadi.
Ketiga, Dalam tulisan tersebut juga ditulis terkait kelompok-kelompok anti pancasila yang akan membangun NKRI berdasarkan agama.
Kita tahu bahwa negara ini sangat menjunjung tinggi hak berserikat, berkelompok, dan hak berorganisasi. Semua itu telah diatur dalam undang-undang. Tapi jika perserikatan, organisasi, atau kelompok tersebut anti pancasila, ingin mendirikan negara berdasarkan agama, apakah masih dilindungi Undang-undang? Ini yang jarang dan bahkan tak pernah diperhatikan oleh pemerintah.
Sudah sangat jelas organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia, misalnya. Sebuah organisasi yang memiliki visi dan misi ingin mendirikan negara khilafah, menerapkan syariat Islam sebagai aturannya, tidak terdaftar pula di Kemendagri, tapi masih dibiarkan bergerilya kemana-mana. Apa jangan-jangan organisasi semacam ini memang sengaja dibiarkan dan dipelihara pemerintah, agar Densus 88 ada kerjaannya? Entahlah.