Mohon tunggu...
Muhamad  Nur Mustakim
Muhamad Nur Mustakim Mohon Tunggu... Lainnya - Benar-Benar Bukan Orang Benar

Pembelajar yang hanya bisa diberhentikan oleh kehendak Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tertib Ber-Sosmed

30 Juli 2017   10:18 Diperbarui: 30 Juli 2017   10:41 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenomena Ber-Sosmed Ketika Nongkrong (Dok. Pribadi)

Dalam kehiduan yang nyata ini sering ditemukan kejadian-kejadian yang kadang tidak terduga keberadaannya, datangnya, sebab akibatnya, dan kejadian itu sendiri kita bingung "koq bisa ya seperti itu". Sama seperti yang saya alami ketika mulai berselancar di dunia maya.

Setiap terdengar kata dunia maya, pasti yang terbenak dalam diri kita adalah "sosial media", banyak sekali macam dari sosial media yang ada dewasa ini, saya teringat akun sosial media pertama kali yang saya miliki adalah facebook, saya mulai berselancar di dunia facebook baru saat duduk di bangku kelas 3 SMP, waktu itu dalam keluarga saya belom ada seorangpun yang memiliki komputer atau laptop apalagi smartphone, jika ingin berselancar di dunia maya khususnya facebook saya harus mengayuh sepeda ke warnet terdekat, tentu dengan sistem rental per jam, jadi jika  update statusmungkin 2 atau 3 hari berikutnya saya baru mengetahui notifikasi yang muncul dari status saya tersebut, karena tidak mungkin untuk pergi ke warung internet (warnet) setiap hari.

Bertahun-tahun telah berlalu, kini berbagai macam sosial media telah hadir di sekelilig kita. Satu orang bisa saja memiliki akun di semua sosial media, dan itu sudah bisa dikatakan hal yang wajar padahal jika kita telusuri lebih dalam semua sosial media intinya satu, yaitu bisa chattingan, namun tiap orang memiliki kebutuhan, perhitungan, dan kepuasan yang sudah tentu berbeda satu sama lain. Jika kita memiliki 10 teman, bisa saja tiap individu mereka memiliki akun sosmed yag berbeda, si A menggunakan BBM, si B menggunakan WA, si C menggunakan twitter, si D menggunakan telegram, dll. 

Dalam keluarga besar saya, menggunakan sosial media secara optimal baru terjadi 1-2 tahun belakangan ini, mulai menelon menggunakan Whatsapp, mulai melepas rindu dengan video call, mulai aktif update foto dan story di Instagram dan banyak sekali perubahan di kelurga besar saya yang terjadi, dan yang paling saya membuat saya terkejut adalah ibu saya beberapa minggu lalu meng-addsaya di facebook, benar-benar hal yang tidak pernah saya duga, ibu saya yang sedari dulu sangat berhati-hati dalam berselancar di dunia maya, kini mulai sering mengirimi saya broadcast WA dll.

Jika muncul hal baru pasti akan ada pihak yang pro dan ada pula pihak yang kontra, karena pandangan orang terhadap sesuatu tentu berbeda tergantung posisi dan kondisi orang tersebut, banyak pihak yang memandang positif hadirnya sosial media di tengah keberadaan kita dan tanppa dippungkiri ada juga pihak yang menganggap media sosial adalah hal negatif. Sebenarnya kedua pandangan tersebut ada benarnya dan ada salahnya juga tergantung bagaimana kondisi dan posisi pihak yang menggunakan sosial media. 

Sekarang banyak sekali anak-anak SD atau bahkan TK sekaliun yang sangat lincah jari-jemarinya dalam menggunakan android atau tab, sudah tidak sedikit lagi anak-anak kecil yang mempunyai akun facebook, instagram, twitter, dll. Mereka menemukan kesenangan yang mungkin agak berbeda dengan anak-anak lainnya yang menghabiskan waktu mainnya di lapangan sepak bola, sawah, pantai. Mereka menemukan kesenangan yang tidak harus memaksa mereka untuk membuka mulut mereka, menggerakkan kaki mereka, berpanas-panasan di bawah panas terik matahari sebagaimana anak-anak yang berlari memainkan layangan. Ketika mereka menemukan kesenangan yang berbeda dari anak-anak lainnya mereka akan memasuki dunia "candu" yang sangat sulit untuk ditinggalkan, dan efek negatifnya di saat sekolah bisa saja mereka membawa androidnya dan bukan hal yang tidak mungkin lagi saat guru-guru menerangkan di kelas mereka malah asyik berselancar di akun sosmed yang mereka miliki. 

Hal yang seperti itu tidaklah selalu berorientasi buruk jika si anak mendapatkan bimbingan yang tepat dari orang tua mereka. Namun, ada hal yang mengganjal jika orang tua yang membimbing, karena sudah banyak sekarang si anak lebih mahir ketimbang orang tua mereka dalam urusan smartphone. Maka dalam situasi seperti ini mungkin ada pihak-pihak dalam keluarga yang lebih dewasa atau lebih mengerti dalam menggunakan sosmed dengan bijak, mungkin kakak tertua, mungkin juga paman tante atau yang lainnya, sehingga bisa membimbing menuju penggunaan sosmed yang bijak. 

Penggunaan sosmed pun juga sudah merambah menjadi suatu komunitas yang besar salah satu contohnya adalah grup keluarga, tentu alur emosi, nada, irama, intonasi berbicara dalam chatting berbeda jika dibandingkan dengan berbicara secara live, dan keadaan yang mungkin sering terjadi adalah rasa tersinggung dalam grup, niat awal yang hanya sekedar bercanda bisa jadi di lain pihak akan tersinggung dengan obrolan yang berupa tulisan, mungkin penggunaan emocotionbisa melengkapi suasana obrolan yang hanya berupa tulisan semata. Yang harus diperhatikan lagi adalah hati atau emosi kita yang tidak boleh gampang tersinggung dan juga sebaliknya jangan gampang-gampang melemparkan lelucon yang sifatnya merendahkan satu sama lain.

Budaya broadcastpun juga sudah sering terjadi dalam keseharian kita ber-sosmedria. Alangkah baiknya kita menela'ah terlebih dahulu, membaca terlebih dahulu, dari mana dan siapa sumber dari isi broadcast tersebut, karena belum tentu info tersebut benar, dan jika kita ikut berpartisipasi dalam penyebaran berita yang tidak benar tersebut maka sama artinya dengan kita ikut berbohong yang tentunya memiliki nilai dosa yang amat besar.

Sekitar satu tahunan yang lalu ketika saya belum memiliki android, saya sering nongkrong bareng dengan teman-teman saya dan dalam benak saya yang namanya nongkrong itu ya ngobrol sana sini, diskusi lah kalau bahasa yang lebih tingginya, tapi yang banyak saya alami adalah saya ditinggal ngobrol dengan gadget masing-masing dan tentunya ini agak membuat saya sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi kebiasaan itu sudah mendarah daging di zaman seperti ini.

Dengan berbagai efek postif dan negatif dalam ber-sosmed,kita harus bisa memilah-milah bagaimana seharusnya bijak dalam ber-sosmed, minimal kita sebagai orang yang sering menulis blog seperti ini tentu sudah memiliki naluri yang bagus untuk bisa memilih atau bahkan mengajak orang-orang terdekat kita terutama keluarga agar bijak menggunakan sosmed, sehingga dari keluaraga yang kecil nanti akan menyebar ke lingkup yang lebih luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun