Mohon tunggu...
Nita Kariyanti
Nita Kariyanti Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa ilmu hukum universitas mulawarman

inna ma'al usri yusran

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law, Penawar Obesitas Regulasi Pertanahan?

19 Februari 2020   21:31 Diperbarui: 19 Februari 2020   23:15 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu faktor penyebab terjadinya konflik pertanahan di Indonesia antara lain disebabkan adanya permasalahan regulasi di bidang pertanahan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait bidang pertanahan sering kali berbenturan satu sama lain. Akibat permasalahan regulasi tersebut seringkali menimbulkan konflik dan sengketa antar pribadi maupun pemerintah.

Kebijakan hukum pertanahan di Indonesia sudah lama diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berasal dari Belanda berdasarkan asas konkordansi, akan tetapi peraturan-peraturan yang berasal dari Belanda tersebut sangat merugikan Indonesia dan menguntungkan pihak pejajah. 

Salah satunya mengenai hak eigendom yaitu hak milik yang mutlak diberikan kaum penjajah dengan didaftarkan ke dalam register buku tanah, sedangkan masyarakat Indonesia masih kuat menganut hukum adat sehingga batas tanah mereka hanya berupa patokan kayu belum mengenal sistem pendaftaran tanah.

Setelah kemerdekaan pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut UUPA sebagai bentuk penghapusan peraturan kolonial. Dalam UUPA yang berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 memuat unsur kepastian hukum yang bertujuan untuk kesejahteraan warga negara.

Dalam hal ini UUPA yang mengatur mengenai hukum agraria semestinya menjadi peraturan perundang-undangan payung, akan tetapi dari beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan agraria tidak menjadi dasar yuridis dari sejumlah peraturan perundang-undangan menimbulkan kedisharmonian antar sejumlah peraturan perundang-undangan.

Dewasa ini pemerintah merancang mengenai RUU Pertanahan sebagai bentuk penyelesaian konflik agraria serta memperbaiki UUPA. Akan tetapi RUU itu pun dinilai tidak menjawab pokok krisis agraria, pokok permasalahan tersebut antara lain meliputi ketimpangan struktur agraria, maraknya konflik agraria struktural, kerusakan ekologis, laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non-pertanian dan kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas.

Dalam UUPA dikenal dengan hak mengusai oleh negara di mana negara bukan sebagai pemilik serta masyarakatlah yang mengelola kegunaan tanah tersebut, akan tetapi dalam RUU Pertanahan peran negara diubah menjadi Hak Pengelolaan, dalam hal ini Hak Pengelolaan dapat memicu hidupnya kembali konsep domain verklaring yang telah dihapus dalam UUPA 1960.

Domain verklaring adalah pernyataan yang menetapkan suatu tanah menjadi milik negara jika seseorang tidak bisa membuktikan kepemilikan tanah tersebut.

Pada pidato pertama presiden Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 menyebut istilah omnibus law untuk menyederhanakan kendala regulasi yang berbelit dan berbenturan antar satu sama lain.

Omnibus law adalah suatu undang-undang yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana, omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill konsep ini sering digunakan di negara yang menganut sistem common law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi.

Dalam hal ini omnibus law dapat menjadi terobosan dalam menyelesaikan regulasi yang tumpang tindih sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, dikarenakan bila akan dibenahi satu persatu maka akan memakan waktu yang cukup lama serta biaya yang tidak sedikit. Selain itu omnibus law sebagai penyeragaman antar kebijakan pusat dan daerah

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat pada masa pemerintahan Jokowi hingga November 2019 telah terbit 10.180 regulasi. Rincinya, 131 Undang-Undang, 526 Peraturan Pemerintah, 839 Peraturan Presiden dan 8.684 Peraturan Menteri. Dengan banyaknya penerapan regulasi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Saat ini omnibus law telah masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2020 dan rancangannya telah diajukan kepada DPR pada Desember 2019

Pro dan kontra mengenai penerapan konsep omnibus law di Indonesia pun kiat marak banyak kalangan akademisi yang menilai bila konsep omnibus law diberlakukan maka bertentangan dengan asas demokrasi. 

Sejatinya omnibus law bukanlah teknik yang terlalu istimewa. Indonesia pernah menerapkan konsep ini ketika membentuk ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Nomor I/MPR/2003. Pembentukan ketetapan ini dinilai tak partisipasi dan dimonopoli oleh MPR. Sekarang teknik itu mulai dilupakan dan Indonesia beralih ke pendekatan kodifikasi atau pencabutan, perubahan, atau pembatalan undang-undang yang didahului dengan tahap pemantauan dan evaluasi untuk menyederhanakan regulasi (tempo.co).

Dalam hal ini omnibus law berpotensi untuk mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang. Dalam praktik di beberapa negara, pembentukan undang-undang omnibus law didominasi oleh pemerintah atau DPR (tempo.co). Sehingga dapat menimbulkan anti demokrasi. 

Saat ini kedudukan UU dari konsep omnibus law belum diatur dalam hierarki peraturan negara yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 sehingga membutuhkan waktu untuk memasukan kedudukan konsep omnibus law tersebut. Serta nantinya yang akan menimbulkan dampak perombakkan dari UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai dasar hierarki peraturan negara.

Harmonisasi dan sinkronisasi dalam penerapan peraturan perundang-undangan di negara Indonesia sangat dibutuhkan agar tidak terulang kembali tumpang tindihnya suatu peraturan serta menghindari terjadinya obesitas peraturan negara. Yang dampaknya akan mempengaruhi perekonomian negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun