Mohon tunggu...
Nindira Aryudhani
Nindira Aryudhani Mohon Tunggu... Full time mom and housewife -

Full Time Mom and Housewife

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diktator atau Bukan?

11 Agustus 2017   14:47 Diperbarui: 11 Agustus 2017   14:50 1157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ringkasan berita:

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyampaikan bahwa dirinya bukan seorang pemimpin yang diktator. Jokowi mengatakan, akhir-akhir ini di media sosial tak sedikit kalangan yang menyebut dirinya seorang pemimpin yang otoriter. Karena itu, ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah sosok yang otoriter.

"Sekarang di sosmed kan banyak yang menyampaikan bahwa Presiden Jokowi itu otoriter. Masa wajah saya kaya gini wajah diktator," ujarnya.

Banyak pihak menuding pemerintah menjadi seorang diktator setelah terbitnya Perppu Ormas yang kemudian disusul pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kesan Jokowi seorang yang diktator semakin terlihat setelah pengesahan UU Pemilu yang mengatur Presidential Threshold (PT) sebesar 20 dan 25 persen. Dengan jumlah tersebut, dinilai berbagai kalangan menjadi syarat yang berat bagi munculnya figur capres yang dapat bersaing dengan Jokowi.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/17/08/08/oucik0354-jokowi-gak-usah-takut-saya-bukan-diktator

Komentar:

Sesungguhnya, segala apa yang nampak bisa menjadi topeng. Tidak nyata. Banyak yang menceritakan pengalaman, justru yang nyata adalah suara hati, alias hati nurani. Hati nurani, sekeping kejernihan diri yang seringkali dikhianati oleh hawa nafsu. Termasuk dalam kisah tentang penyematan label diktator atau tidaknya seorang pemimpin negara.

Secara definisi, diktator adalah seorang pemimpin negara yang memerintah secara otoriter/tirani dan menindas rakyatnya. Biasanya seorang diktator naik tahta dengan menggunakan kekerasan, seringkali dengan sebuah kudeta. Tapi ada pula diktator yang naik tahta secara demokratis. Contoh yang paling terkenal adalah Adolf Hitler.

Kita tentu tahu, secara penampilan, Hitler tampak cute, lucu, dan imut. Kumis kecil khasnya, memberikan kesan bahwa dirinya pribadi yang ramah dan menyenangkan. Tapi publik dunia juga takkan pernah lupa sejarah kelam jelang Perang Dunia II. Saat itu, pembantaian kaum Yahudi besar-besaran terjadi di Jerman. Berangkat dari singkat cerita tersebut, dapat muncul pertanyaan, "Bagaimana perasaan Hitler saat itu?" Entahlah, sepertinya banyak juga tak yang tahu.

Jadi, seorang pemimpin negara diktator atau bukan, jelas tidak dinilai dari sekedar penampilan. Namun berdasarkan kebijakan yang ia tetapkan. Wajah lugu dan sayu, tak selalu berkarakter lembut. Sebaliknya, wajah garang dan sangar, juga tak selalu lekat dengan kerusuhan. Bagi sebagian orang, justru orang yang galak seringkali dinilai memiliki hati yang lebih bersih dan cepat move on dari masalah, tidak senang menyimpan masalah, tidak hobi dengan baper, bahkan mudah memaafkan. Berbeda dengan si lugu dan kalem tadi, seringkali dinilai memiliki hati yang sedalam lautan hingga segala rupa peristiwa membuatnya baper. Ia pun mudah terbawa perasaan, bahkan potensial menyimpan dendam.

Namun sekali lagi, Bapak Presiden dinilai diktator memang bukan karena individunya, apalagi wajahnya. Melainkan kebijakan-kebijakannya. Tak ada kaitan sama sekali porsi wajah dengan kualitas kebijakan politik seorang kepala negara. Wajah adalah karunia Sang Pencipta. Tidak ada manusia yang pernah bisa minta agar ketika dilahirkan dirinya berwajah bad atau good looking. Sementara kebijakan politik, merupakan langkah-langkah nyata yang penetapannya atas kehendak manusia itu sendiri. Manusia memiliki pilihan, seperti apa kebijakan yang ia tetapkan. Karenanya, pada ranah itulah yang terkandung hisab saat di akhirat kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun