Mohon tunggu...
nety tarigan
nety tarigan Mohon Tunggu... Konsultan - Perempuan AntiKorupsi

Bekerja dengan masyarakat khususnya anak dan perempuan untuk mendorong mendapatkan keadilan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemana Keadilan Berjalan?

13 Mei 2017   09:54 Diperbarui: 13 Mei 2017   21:12 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia sebagai negara hukum selalu mengedepankan kata "keadilan"dalam setiap aspek kehidupan. Keadilan memang tidak memandang kelas, mau itu perempuan atau laki-laki atau dari kelas bawah, menengah dan atas. Keadilan selalu dilekatkan dengan suatu yang dikatakan hukum secara positif, itulah sebabnya kenapa keadilan dianggap sebagai barang yang mahal di Indonesia. Kisah-kisah pencari keadilan sangat banyak sekali dituliskan berbagai media, bloger ataupun media sosial lain. Kisah-kisah itu mengambarkan bahwa kata keadilan masih juga tidak bisa belum bisa dicari titik temunya.

Mengapa?

Tidak mengacu dari teori manapun terkait apa arti keadilan tapi harusnya keadilan bisa dirasa. Rasa keadilan itu seperti kepuasaan oleh pencari keadilan dari apa yang dia rasa kurang adil tanpa merugikan yang lain. Pertanyaannya ukuran keadilan itu sendiri? bagaimana menjawab bahwa seeorang bisa bilang bahwa dia sudah mendapatkan keadilan tanpa melukai orang lain. Faktanya tidak mudah ternyata bagi penegak hukum, pemerintah, relasi suami-istri ataupun dalam relasi antar masyarakat untuk bilang bahwa"ya itu sudah adil"atau bilang "keadilan saya terpenuhi" lalu tidak melukai orang lain. 

Beberapa kasus hukum yang bisa mencerminkan bahwa ukuran keadilan masih masalah seperti seorang ibu tua yang mengambil coklat di suatu perkebunan coklat milik suatu perusahaan lalu dibawa keranah hukum untuk diadili dan ibu tua mendapatkan bahwa dirinya harus masuk bui karena satu coklat yang dia ambil. Praktisi hukum yang berorientasi sosial berkata bahwa hal tersebut tidak adil, akan tetapi bagi praktisi hukum positif mengatakan itu adil karena ibu tua mengambil yang bukan haknya. Lalu pertanyaannya apakah itu adil?

Kasus lain yang bisa kita lihat kembali terkait koruptor mendapatkan hukuman ringan dari putusan hakim; aktivis anti korupsi dan masyrakat merasa bahwa itu tidak adil karena uang yang dicuri besar dan merugikan hak orang lain, tapi faktanya dia hanya 2 tahun penjara. Apakah itu adil jika dibandingkan ibu tua yang mengambil coklat? kalau dilihat secara hati nurani itu tidak adil pastin lalu bagaimana untuk mengukurnya?

Yang lain soal keadilan, juga bisa dilihat dalam inter agama dan sosial saat interaksi dalam masyarakat. ketika gereja dibakar, bagi umat yang bergereja disitu melapor lalu tidak diproses laporannya tapi tempat ibadah hangus dan harus mengumpulkan uang kembali untuk membangun lalu ketika mau dibangun tidak bisa dapat ijin, apakah itu adil? mungkin bagi umat itu sudah adil dengan semua yang dia dapat.

Ketika ada suatu pejabat membuat kafe lalu menaruh Budha sebagai simbol kafe lalu diprotes oleh umat lalu polisi proses dan kemudian tidak bergulir kepengadilan tapi melalui proses damai dan kafe tersebut menganti ornamen dan nama kafe. Apakah itu adil ? mungkin rasa adil bagi semua pihak disitu dirasa

Demikian juga dengan kasus ahok yang menafsirkan surat Al Maidah, putusan hakim mengatakan bahwa hukuman badan adalah ukuran keadilan bagi Indonesia atas apa yang dibuat ahok. Ini juga dirasa adil dan tidak adil. Pihak yang merasa dirugikan atas tafsir Ahok yang dianggap menodai agama,putusan itu adil; sedangkan kelompok atau pihak lain merasa putusan itu tidak adil karena tidak terbukti penodaan, sehingga putusan hukuman badan tidak memberikan keadilan dan menodai keadilan di Indonesia.

Jika kita melihat dari berbagai kasus yang trend diatas, kita bisa melihat bahwa Keadilan dengan kata dasar ädil" masih beragam untuk mengukurnya. Rasa adil yang dicita citaka tanpa menyakiti pihak lain faktanya belum sepenuhnya bisa tercapai, karena "grievance"itu seperti tersembunyi dalam sendi-sendi hukum di Indonesia. Keadilan masih didorong dengan unsur kepentingan, keadilan masih didorong dengan unsur kelas, keadilan masih didorong dengan unsur hati politik, keadilan masih kuat unsur kepentingan. 

Keadilan di Indonesia masih berbasis persepsi sehingga pertanyaannya kemana keadilan ini akan berjalan di Indonesia jika semua unsur-unsur diatas. Saatnya kita menentukan keadilan dengan ukuran yang jelas,dan tidak melukai pihak lain. Agar jelas keadilan berjalan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun