Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Kebahagiaan dalam kesederhanaan Dusun Kendal Ngisor

12 Januari 2016   23:27 Diperbarui: 12 Januari 2016   23:58 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kalian akan merasa miris ketika tiba disana karena kesederhanaan kehidupan mereka. Tidur bersama sapi dan kambing bukan menjadi hal yang tidak wajar disana.” Kata-kata itu seringkali terlontar dari bibir para pembimbing kami yang bukan lain adalah guru-guru kami sebelum kami mengikuti Studi Kemasyarakatan SMA Mahatma Gading atau yang sering kami sebut “Live in”. Sebagai anak-anak remaja yang tinggal di jantung ibu kota Jakarta yang penuh dengan hiruk pikuk orang banyak serta kemajuan teknologi  tentu membuat kami merasa agak khawatir bahkan cemas. Tidak dapat dipungkiri bahwa rasa khawatir itu muncul ketika seseorang yang sudah terbiasa hidup di kota dan mendapatkan fasilitas yang memadai bahkan lebih harus tinggal selama 1 minggu di sebuah dusun di Ambarawa yang penuh dengan kesederhanaan. Terlebih lagi kata-kata yang dilontarkan guru-guru kami benar-benar membuat kami merasa down.

Namun rasa khawatir itu hilang seketika saat malam itu kami tiba di sekolah untuk bersiap-siap berangkat ke tempat tujuan kami. Lelucon, nyanyian dan ejekan ikut menyertai perjalanan kami selama di bus yang memakan waktu seharusnya selama 12 jam. Tetapi, saat sedang terlelapnya kami didalam tidur kami, tiba-tiba bus yang kami naiki berhenti dan mati karena ada masalah dengan mesinnya yang membuat kami harus menunggu hingga 15 jam. Lelah duduk, panas, dan berkeringat tentu membuat kami merasa lebih “ingin pulang”.  

                      

Sore hari saat kami tiba di Dusun Kendal Ngisor, Ambarawa, rasa lelah kami hilang dengan pemandangan serta udara yang membuat kami terkesima dan nyaman. Pemikiran kami yang tadinya ingin pulang tiba-tiba hilang.  Apalagi dengan disambutnya kami dengan nyanyian serta dendangan rebana yang mengiringi nyanyian daerah asal Dusun Kendal Ngisor. Diawali dengan kata sambutan oleh Kepala Dusun dan diakhiri dengan dititipkannya kami kepada “orang tua” kami untuk seminggu kedepan. Saya berkesempatan untuk tinggal di rumah Pak Sawal dan keluarganya bersama dengan teman sekelas saya, Clarissa.

 Kesan pertama kami saat masuk kedalam rumah Pak Sawal adalah “wow”. Kami terkejut dengan rumah yang kami akan tinggali hingga seminggu kedepan. Rumah keluarga Pak Sawal ini masih termasuk bagus dan bahkan dibuat dari batu bata dan semen. Baru saja kami masuk, kami langsung disuguhi makanan-makanan yang mereka telah masak. Porsi mereka cukup banyak, bahkan lebih banyak dari kami yang makan di kota. Sehingga kami kadang susah untuk menghabiskannya. Tetapi sedihnya ketika kami kenyang dan tidak menghabiskan lauk pauk yang mereka hidangkan yang segentong-gentong, mereka merasa bahwa makanan yang mereka masak tidak enak dan hanya makanan orang kampung. Seberapa kali pun kami mengingatkan mereka bahwa masakkannya enak dan kami bahkan masih bisa makan walaupun hanya nasi dengan garam, mereka tetap mengelak dan menganggap makanan yang mereka masak tidak enak. Yang membuat kami sangat merasa beruntung adalah ketika setiap kami bangun hingga kami tidur, kami tidak pernah merasa lapar karena apapun yang mereka punya, makanan apapun yang mereka siapkan, kami dipaksa makan makanan mereka bahkan mereka tidak melihat berapa banyak teman yang kami bawa ke rumah kami. Disitu kami belajar untuk berbagi dengan ikhlas dan tulus kepada sesama kami. 

Kegiatan kami esok harinya adalah bertani. Lebih tepatnya memotong padi dan memisahkan kulit-kulit padi yang kuning dengan yang hijau. Ternyata bertani tidak semembosankan itu loh! Malah mengasyikan dan memotong padi itu menagihkan. Kegiatan kami tidak berhenti sampai situ saja. Ada juga kegiatan makan bersama keluarga, kerja bakti, pasar murah, pasar beras, lomba-lomba dan pentas seni yang telah disiapkan dan direncanakan oleh Event Organizer dan sukarelawan murid-murid yang ingin berpartisipasi dalam menyiapkan acara-acara tersebut dan juga tidak dilaksanakan selama satu hari sekaligus.

Menurut saya acara yang kali ini cukup unik "Makan Bersama Keluarga". yang ada dibenak saya saat itu adalah makan bersama keluarga kami dirumah masing-masing. Tetapi malah kami gelar tikar dan makan bersama seluruh warga Dusun Kendal Ngisor. Makanan yang disajikan juga unik, Nasi Jagung. Memang terasa aneh saat mengunyahnya tetapi mencoba sesuatu hal yang baru itu asik kok.

Malam pertama, kami dibagi-bagi menjadi 3 kelompok. Untuk berlatih kesenian tarian dan musik khas Dusun Kendal Ngisor. Ada rebana, tari soreng, tari kontulan.

Rebana merupakan kesenian musik bernyanyi dan memainkan gendang. Biasanya lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu jawa dan lagu-lagu berbahasa arab. Namun karena kami yang akan mengisi pentas seninya, maka kami belajar cara memainkan rebana dan latihan nyanyi sue ora jamu.

Tari soreng adalah tari yang menceritakan prajurit-prajurit yang akan membela daerah kekuasaan mereka. Beberapa dari kami juga mempelajari tari soreng ini dan menampilkannya di pentas seni nanti.

Tari kontulan adalah tari yang menceritakan bahwa seorang dari kampung mereka pergi ke kota dan lupa akan tempat lahirnya sendiri. Tari dan lagu yang dimainkan melambangkan kekecewaan mereka. Properti untuk menari ini mereka menggunakan kacamata hitam, kipas tradisional dan baju yang keren. Tapi, tari kontulan ini hanya boleh dimainkan oleh laki-laki. Sama seperti rebana dan tari soreng, kami juga akan ikut serta dalam tari kontulan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun